Pagi itu, kabut tebal menyelimuti kota Archeon, membalut gedung-gedung pencakar langit dengan selimut abu-abu yang membuat suasana makin suram. Vex dan Nyx bersiap di sebuah ruangan kecil yang mereka sebut markas darurat—tempat yang jarang diketahui orang, penuh dengan teknologi canggih namun tersembunyi.
Vex mengecek kembali peralatan mereka: neural disruptor, alat peretas portabel, dan masker yang dapat mengaburkan identitas mereka dari sistem pengenalan wajah NexTech. "Kita harus bergerak cepat dan tepat. Tidak ada ruang untuk kesalahan," katanya dengan nada serius.
Nyx mengangguk, wajahnya dipenuhi fokus dan ketegangan. "Aku sudah memetakan rute masuk ke bawah kota berdasarkan data dari rekaman Liora. Ada beberapa zona pengamanan tinggi yang harus kita hindari."
Mereka berdua keluar dari markas, memasuki lorong bawah tanah yang gelap dan berkelok-kelok. Suara langkah mereka bergema, namun rasa takut tidak boleh menguasai. Di dunia Archeon yang penuh intrik, keberanian adalah satu-satunya senjata yang bisa diandalkan.
Setelah melewati beberapa checkpoint digital dan fisik, mereka tiba di sebuah pintu baja besar yang terkunci dengan sistem biometrik paling canggih. Vex mengeluarkan alat peretas kecil dan mulai bekerja, jarinya bergerak cepat di atas layar sentuh mini.
"Tiga menit lagi," bisiknya pada Nyx. "Kalau gagal, alarm otomatis aktif."
Tiba-tiba terdengar suara detak jantung di neural implant mereka—sinyal bahwa seseorang sedang mendekat. "Cepat!" ujar Nyx sambil mengawasi lorong sempit di depan.
Dengan satu desahan lega, pintu baja terbuka perlahan, memperlihatkan lorong panjang dengan cahaya neon berwarna biru redup. Mereka melangkah masuk, napas mereka terengah, tapi fokus tetap terjaga.
Di sepanjang lorong, kamera pengintai berputar, memindai setiap gerakan. Nyx memandu Vex lewat aplikasi kecil di tangan mereka, menunjukkan titik-titik blind spot yang bisa dilalui tanpa terdeteksi.
Tiba-tiba, sebuah sensor gerak menyala, dan alarm berdering nyaring. Cahaya merah menyala memenuhi lorong, mengubah suasana menjadi tegang dan berbahaya.
"Kita ketahuan!" seru Vex sambil menarik Nyx ke sisi lorong yang gelap.
"Harus cari jalur lain," kata Nyx cepat. "Aku sudah memindahkan data peta, tapi ada risiko kamera tambahan aktif."
Dengan gerakan cepat dan hati-hati, mereka berdua berlari melewati koridor berliku, menghindari sorotan laser dan kamera. Vex merasa jantungnya berdetak seperti genderang perang.
Setelah berlari beberapa menit, mereka tiba di ruang server utama. Di sana, tumpukan komputer dan layar holografik berdenyut dengan data yang terus mengalir. Inilah pusat dari semua rahasia Proyek Neon.
Vex membuka laptopnya, mulai mengakses database rahasia yang tersembunyi di balik firewall NexTech. Dengan kecepatan dan ketelitian, ia menggali informasi, mencari data tentang percobaan manusia yang Liora sebutkan.
"Sini, lihat ini," kata Vex sambil menunjuk layar. "Ada data subjek percobaan, mereka menggunakan manusia sebagai alat kontrol mental. Ini lebih mengerikan dari yang aku bayangkan."
Nyx mengernyit, matanya memeriksa setiap baris kode dan foto yang terpampang. "Kalau ini tersebar, dunia akan hancur. NexTech tidak hanya mengendalikan pikiran, tapi juga menciptakan tentara tanpa kehendak."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari lorong. Vex dan Nyx saling pandang, sadar waktu mereka hampir habis.
"Kita harus keluar sekarang," bisik Nyx sambil menyalakan disruptor neural untuk mengacaukan sistem pengawasan.
Dengan data rahasia di tangan, mereka melarikan diri melalui jalur darurat yang sudah dipetakan sebelumnya. Alarm masih meraung, tapi mereka berhasil menghindar dari para penjaga yang datang.
Setelah keluar dari kompleks rahasia itu, napas mereka terengah di bawah langit Archeon yang mulai cerah. Vex menatap ke depan, tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai.
"Kita sudah punya cukup bukti," kata Vex pelan. "Sekarang saatnya membuka mata dunia dan melawan NexTech."
Nyx mengangguk, wajahnya penuh tekad. "Ini bukan hanya soal teknologi, tapi tentang hak setiap manusia untuk bebas dari kontrol yang kejam."
Di tengah gemerlap neon yang terus berdetak di kota yang tak pernah tidur, Vex dan Nyx bersumpah untuk melanjutkan perjuangan mereka, melawan bayang-bayang masa lalu dan intrik masa depan yang mengancam kebebasan seluruh umat manusia.
Hujan mulai turun dengan deras saat Vex dan Nyx kembali ke markas kecil mereka di pinggiran kota Archeon. Tetap basah kuyup oleh derasnya air yang membasahi jalanan berkilau neon, suasana hati mereka sama beratnya dengan langit malam yang kelabu. Data yang berhasil mereka curi dari pusat rahasia NexTech menjadi harapan sekaligus beban. Mereka tahu, lawan mereka bukan sekadar perusahaan biasa—mereka adalah kekuatan besar yang siap menghalalkan segala cara.
Di dalam markas, Nyx menyiapkan alat komunikasi untuk mengirimkan data ke jaringan perlawanan cyber yang lebih luas. "Kita perlu segera menyebarkan ini, tapi NexTech pasti sudah curiga. Mereka akan menarget kita selanjutnya," ucapnya, matanya tidak pernah lepas dari layar.
Vex duduk, menundukkan kepala. "Aku merasa seperti pion di papan catur mereka," katanya lirih. "Setiap langkah yang kita ambil sepertinya sudah diantisipasi."
Nyx menggelengkan kepala. "Kita bukan pion, Vex. Kita adalah bidak yang bisa mengguncang papan. Tapi kita harus hati-hati. NexTech punya mata dan telinga di mana-mana. Aku dapat laporan bahwa beberapa agen mereka menyamar di kota."
Tiba-tiba layar monitor menampilkan peringatan keamanan: "Sistem infiltrasi terdeteksi."
Vex segera berdiri. "Mereka sudah tahu lokasi kita!"
Dalam sekejap, alarm membahana dan lampu di markas berkedip-kedip merah. Vex dan Nyx bersiap menghadapi ancaman. Pintu markas digedor keras, suara langkah berat terdengar mendekat.
"Cepat sembunyikan data!" perintah Vex.
Nyx mengaktifkan perangkat penyimpanan data terakhir, memasukkannya ke dalam kapsul penyamar panas yang tersembunyi di balik dinding.
Pintu terbuka dengan keras, dan sekelompok pria berseragam gelap masuk, membawa senjata otomatis. "NexTech! Jangan coba melawan!" teriak salah satu dari mereka.
Vex mengangkat tangan, tetapi matanya bergerak cepat mencari cara untuk bertahan. Nyx mengaktifkan neural disruptor, menyebabkan gelombang elektromagnetik singkat yang membuat alat komunikasi musuh mati seketika.
Kacau pun pecah. Vex dan Nyx menggunakan keterampilan bertarung tangan kosong dan peralatan mereka untuk melawan penjaga. Dalam kegaduhan, Vex berhasil memecahkan sebuah jendela dan menarik Nyx keluar ke lorong sempit di belakang markas.
Mereka berlari tanpa henti, menyusuri jalan-jalan kecil yang basah dan berkelok. Hujan deras membantu menyamarkan jejak mereka. "Kita harus segera ke tempat aman," kata Vex sambil mengatur napas.
Nyx menunjuk sebuah gedung tua yang sudah lama kosong. "Di sana. Markas lama kelompok perlawanan. Kita bisa bertahan di sana sementara."
Sesampainya di gedung, mereka mengunci pintu dan menyalakan sistem keamanan seadanya. Vex duduk di pojok ruangan, tangannya masih gemetar.