Neon Drift

Penulis N
Chapter #4

4

Koordinat yang diberikan Spectra membawa mereka ke ujung kota, ke kawasan industri yang ditinggalkan, tempat cerobong-cerobong asap tua berdiri seperti menara penjaga masa lalu. Udara di sana lebih berat dari biasanya, dan tanah di sekitar terasa mati—tak ada tumbuhan, tak ada suara burung, hanya gemerisik angin dan suara langkah sepatu mereka.

"Ini tempatnya," ujar Arin sambil melihat peta holografis di tangannya.

Sebuah pintu logam besar terbenam di tanah, nyaris tertutup oleh puing dan tanaman liar yang mati. Di bagian tengahnya, tertempel pelat logam berkarat bertuliskan "Fasilitas Penelitian Delta-0".

"Delta-0?" Viera menyipitkan mata. "Kukira itu hanya legenda urban. Proyek rahasia NexTech yang tak pernah diakui keberadaannya."

"Karena proyek ini bukan untuk konsumsi publik," ujar Spectra yang mengikuti mereka dari belakang. "Delta-0 adalah tempat semua eksperimen NexTech dimulai. Cypher, sistem kontrol neural, penghapusan memori, dan... hal-hal yang lebih gelap."

Vex menempelkan chip ke pemindai di sebelah pintu. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka perlahan, menggeram seperti binatang yang dibangunkan dari tidur panjang.

Di dalam, lorong baja memanjang ke bawah, lampu-lampu otomatis menyala satu per satu, menerangi jalan. Dinding-dinding bersih, terlalu bersih untuk fasilitas yang katanya sudah ditinggalkan.

"Mereka masih aktif di sini," kata Vex pelan.

Langkah mereka bergema. Udara di dalam lebih dingin, seolah menyimpan napas ratusan jiwa yang pernah melewatinya. Di sepanjang dinding, Viera membaca panel identifikasi: Sel UjiLab NeurokoneksiRuang Kontrol Emosi.

"Tempat ini bukan sekadar laboratorium," gumamnya. "Ini penjara pikiran."

Mereka tiba di sebuah ruangan bundar yang besar, dipenuhi layar monitor, pipa-pipa besar yang mengalirkan cairan biru kehijauan, dan kapsul transparan berisi tubuh manusia—semuanya terhubung ke sistem kabel.

Arin melangkah mendekati salah satu kapsul. Seorang gadis muda di dalamnya, matanya tertutup, napasnya stabil.

"Mereka masih hidup?" tanya Arin.

"Secara teknis, ya," jawab Spectra. "Mereka dalam keadaan semi-koma. Otak mereka dipakai sebagai simpul sistem. Satu pikiran untuk satu bagian jaringan kota."

Viera ternganga. "Jadi ini sumber kekuatan NexTech? Ini... ini perbudakan teknologi!"

Vex mengepalkan tangan. "Mereka mencuri kehidupan orang-orang dan menjadikannya mesin. Kota ini berjalan di atas penderitaan."

Spectra mengaktifkan panel kontrol. "Aku bisa membuka koneksi. Tapi begitu kita menyentuh sistem, mereka akan tahu. Kita harus cepat."

"Berapa lama?" tanya Vex.

"Lima menit, maksimal. Setelah itu, seluruh fasilitas ini bisa meledak, atau lebih buruk—mengunci kita selamanya."

Arin dan Viera mulai menyalin data, sementara Vex berjaga di pintu. Suara mesin mendengung keras, monitor mulai berkedip. Wajah-wajah dalam kapsul menunjukkan gerakan, seolah sadar akan keberadaan mereka.

"Waktunya hampir habis!" seru Arin. "Dapat semua data tentang neural root dan distribusi sinyal!"

Spectra mengetik cepat, lalu berhenti sejenak. "Ada satu kapsul yang menarik. Kode: VX-01. Tertulis 'prototipe.'"

Vex menoleh cepat. "VX?"

"Ya. Seperti namamu."

Viera menghampiri panel. "Ini kapsul di tengah ruangan."

Mereka berempat berdiri di hadapan kapsul terbesar. Di dalamnya, seorang pria berambut perak, tubuh penuh bekas luka. Matanya tertutup, tapi detak jantungnya stabil.

"Siapa dia?" bisik Arin.

Spectra menatap layar. "Nama subjek: Vex—Versi Satu. Prototipe kontrol penuh. Tak hanya sinyal, tapi kesadaran, emosi, dan kehendak."

Vex mematung. "Jadi aku... aku adalah versi kedua?"

Viera menatapnya, suaranya pelan. "Apa ini berarti kau... tiruan?"

"Tidak," potong Spectra. "Kau bukan tiruan. Kau adalah kebocoran dari sistem. Mereka kehilangan kendali atasmu. Dan itu yang membuatmu berbahaya."

Alarm tiba-tiba meraung. Lampu merah berkedip.

"Deteksi intrusi. Penjaga otomatis akan aktif dalam 30 detik," ujar sistem.

Vex mengepalkan tangan, sorot matanya tajam. "Ambil semua yang bisa kita bawa. Kita keluar sekarang."

Mereka berlari meninggalkan ruangan, suara mesin di belakang mereka semakin keras, kapsul mulai bergetar, dan sistem mencoba menyegel akses. Beberapa drone mulai muncul dari dinding, menembakkan peluru logam yang menyalakan percikan.

Vex berbalik, melempar granat EMP yang membuat drone mati mendadak.

Di pintu keluar, Spectra menekan kombinasi terakhir. Pintu terbuka tepat saat waktu hampir habis.

Begitu mereka keluar, fasilitas itu menguncup kembali dalam tanah—sunyi, tak ada bukti pernah ada yang masuk.

Arin terengah-engah. "Kita... baru saja menyentuh inti neraka."

Vex menatap cakrawala kabur kota. "Dan kita akan menyeret neraka itu ke permukaan."

Malam di Neuropa City seperti lautan neon yang tak pernah padam, tapi bagi Vex dan timnya, gemerlap itu kini tampak seperti topeng palsu yang menutupi kegelapan sejati. Mereka kembali ke tempat persembunyian Spectra—sebuah bunker tersembunyi di bawah tanah, terhubung melalui terowongan servis bekas metro.

Viera meletakkan chip data ke proyektor pusat. Hologram langsung menyala, menampilkan arsitektur jaringan NexTech secara keseluruhan—pusat kontrol tersembunyi, node distribusi sinyal, hingga koneksi bawah sadar ke jutaan penduduk kota.

"Ini bukan sekadar pengawasan," ujar Arin, menatap layar. "Ini kendali total. Setiap emosi, setiap dorongan... semua diarahkan."

Spectra mengangguk pelan. "Kota ini bukan hanya sistem. Ini makhluk hidup yang dikendalikan dari otak pusat—Delta-0. Dan yang mereka butuhkan adalah manusia, sebagai baterai kesadaran."

Vex memandangi garis-garis data dengan tatapan kosong. Ada bagian dari dirinya yang terasa retak sejak melihat kapsul 'VX-01'. Ia belum sepenuhnya pulih dari keterkejutan bahwa eksistensinya mungkin bukan alami, tapi lahir dari eksperimen NexTech.

Lihat selengkapnya