Neon Drift

Penulis N
Chapter #5

5

VX-01 berdiri kaku. Wajahnya tetap dingin, tapi di balik sorot mata elektroniknya, ada jeda—rapuh, meski hanya sekejap. Retakan itu bukan hanya di dinding kaca tempat Vex terbanting, tapi di dalam sistem pikir tiruannya sendiri.

"Kenapa aku... merasa kau benar?" bisiknya.

Vex tidak menjawab. Ia tahu ini bukan momen untuk menghantam atau memanfaatkan kelemahan. Ini adalah kesempatan langka—untuk berbicara bukan pada senjata, tapi pada jiwa yang dikurung dalam logika.

"Aku pernah melihat dunia hanya hitam dan putih," ucap Vex perlahan, napasnya masih berat. "Kita diciptakan untuk menjalankan misi, hidup dalam kontrol. Tapi apa gunanya hidup jika tak bisa memilih ke mana kau melangkah?"

VX-01 menatapnya. "Kau memilih untuk tersakiti."

"Aku memilih untuk hidup."

Keduanya terdiam. Di luar, sirene mengaung samar. Jalur sistem utama telah dibuka oleh Spectra. Waktu mereka makin tipis. Tapi justru karena waktu itu menipis, setiap detik kini bernilai lebih.

"VX," ujar Vex, perlahan.

VX-01 mendongak. "Jangan panggil aku begitu."

"Lalu apa?"

VX-01 terdiam sesaat, lalu menjawab, "Aku tidak tahu."

Itu jawaban paling manusiawi yang pernah ia lontarkan. Dan itu membuat Vex melangkah maju, mendekati sosok yang telah mengacaukan kota, menumbangkan sistem, dan mengancam keseimbangan dunia.

Namun belum sempat ia bicara, ruangan bergetar. Lampu-lampu darurat menyala merah.

"Unit tempur NexTech bergerak ke arah menara," suara Viera berdengung di komunikator Vex. "Mereka mendeteksi dua sinyal identik. Mereka pikir salah satunya palsu—dan mereka akan menghapus keduanya!"

Vex menoleh cepat pada VX-01. "Kau dengar itu?"

VX-01 mengangguk pelan. "Mereka tidak membedakan kita. Karena menurut mereka... kita bukan manusia."

Pintu ruangan terbuka keras. Dua drone tempur otomatis melayang masuk, senjata teracung. VX-01 bergerak cepat, melempar Vex ke belakang dan menarik pelindung medan magnetik dari sabuknya.

Ledakan kecil terdengar. Percikan api memercikkan bayangan ke seluruh ruangan.

"Kenapa kau—" Vex nyaris berteriak.

VX-01 menjawab sambil menangkis serangan laser. "Karena hanya kau yang bisa menyelesaikan ini. Dan mungkin... aku mulai ingin kau berhasil."

Ia mengaktifkan sinyal pengalih, menarik perhatian semua drone ke arahnya.

"Pergilah ke inti," katanya. "Hancurkan sistem emosi palsu itu. Akhiri semua!"

Vex bimbang. Hatinya bergejolak. Ini adalah musuhnya—tapi juga bagian dari dirinya. Bagian yang kini memilih untuk melindungi, bukan menghancurkan.

"Kalau kau selamat..." kata Vex sebelum berlari, "temui aku di tempat pertama kita melihat langit malam."

VX-01 menoleh sebentar, lalu mengangguk.

Vex berlari menembus lorong, napasnya terengah dan tubuhnya masih terasa sakit. Tapi tekadnya telah mengeras. Ia melewati pintu-pintu metal yang terbuka perlahan, mengikuti peta holografik dari Spectra.

Satu lantai lagi menuju ruang inti.

Ketika ia tiba di depan pintu besar berbentuk kubah, ia menarik napas panjang. Di balik pintu itu, sistem utama pengendali emosi digital berada. Data yang memanipulasi masyarakat, menjual ketenangan palsu dan menghapus penderitaan agar manusia patuh.

Ia menempelkan chip pembuka dari Spectra. Lampu berpendar hijau.

Pintu terbuka.

Ruangan itu sunyi. Sebuah bola data raksasa mengambang di tengah ruangan, dengan kabel-kabel seperti akar menjulur ke segala arah. Di sekelilingnya, layar-layar menampilkan ekspresi wajah: bahagia, tenang, kosong.

Semua dikurasi. Semua direkayasa.

Vex mendekat, menatap wajah-wajah itu.

"Aku tahu kalian ingin tenang," bisiknya. "Tapi bukan begini caranya. Rasa sakit adalah bagian dari kita. Tanpa itu, kita bukan manusia."

Lihat selengkapnya