Kota Neuropa malam itu tampak seperti labirin cahaya dan kegelapan yang berkelindan. Setiap sudutnya menyimpan rahasia yang tak terhitung, dan bagi Vex, malam ini terasa seperti pintu gerbang menuju sebuah babak baru dalam pertempurannya.
Setelah kabur dari serangan Phantom Guard di markas Black Vein, Vex bersama Spectra dan VX-01 bersembunyi di sebuah apartemen tua yang terlupakan di distrik tua kota itu. Dindingnya penuh coretan graffiti dan sisa-sisa poster konser yang sudah usang, tapi di sinilah mereka bernaung untuk sementara.
Vex duduk di depan meja dengan layar holografik, mencoba mengurai satu per satu data yang didapat dari Zayn, sang hacker legendaris. "Kita harus menemukan pengkhianat itu," ucapnya. "Jika dia di antara kita, maka informasi kita selama ini sudah bocor."
Spectra, yang duduk di sebelahnya, mengangguk sambil mengakses database rahasia. "Aku sudah mencoba melacak sumber virus itu, tapi terlalu banyak lapisan enkripsi yang rumit. Aku menduga seseorang dalam tim kita punya akses yang tidak biasa."
VX-01 mengeluarkan suara elektronik yang tenang namun tegas. "Analisis jaringan kami menunjukkan pola akses yang tidak biasa dari akun dengan nama 'Erebus.'"
Vex menatap layar, ekspresinya berubah serius. "Erebus? Aku pernah dengar nama itu di dunia bawah, tapi dia bukan bagian dari tim kita. Bisa jadi itu nama samaran pengkhianat."
Tiba-tiba, perangkat komunikasi mereka berbunyi. Pesan terenkripsi masuk, hanya satu kalimat: "Jangan percaya siapa pun." Pesan itu membuat suasana menjadi semakin tegang.
"Siapa yang mengirim pesan ini?" tanya Spectra.
"Sulit dipastikan," jawab Vex. "Tapi jelas dia ingin kita saling curiga."
Di luar, hujan mulai turun deras, mengguyur jendela dengan ritme yang menggetarkan. Suasana semakin kelam, tapi Vex tahu dia harus tetap kuat. "Kita harus tetap fokus. Kalau kita mulai saling curiga, maka NexTech dan Black Vein sudah menang."
Dalam hati, Vex mulai merencanakan langkah selanjutnya. Dia harus mencari Erebus, mengungkap identitasnya sebelum semakin banyak kerusakan terjadi. Tapi untuk itu, dia juga harus berhati-hati, karena bisa jadi Erebus bukan hanya pengkhianat, tapi juga jebakan yang berbahaya.
Malam itu, Vex menatap jendela dengan tatapan penuh tekad. Kota yang penuh neon ini memang mempesona, tapi ia tahu di balik gemerlapnya, ada bayangan gelap yang siap menelan semuanya.
Suara hujan masih menari di atas kaca jendela apartemen tua itu saat Vex duduk membenamkan wajahnya dalam tangan. Setiap informasi yang mereka dapat tentang Erebus bagaikan bayangan samar yang sulit diraih, tetapi ancamannya jelas dan nyata.
"Kita harus mulai dari awal," ucap Vex pelan. "Mungkin Erebus bukan cuma satu orang. Bisa saja dia jaringan—organisasi yang menyusup ke sistem kita dari berbagai sudut."
Spectra mengangguk setuju, lalu mengaktifkan layar holografik yang memancarkan peta digital kota Neuropa. Titik-titik merah berkedip, menunjukkan lokasi-lokasi penting yang kemungkinan menjadi markas tersembunyi Erebus.
"Lihat ini," ujar Spectra sambil menunjuk sebuah titik di distrik industri yang sudah lama terbengkalai. "Area ini jarang diawasi NexTech. Mungkin tempat persembunyian Erebus."
VX-01 menambahkan dengan suara mekanik halus, "Sensor kami mendeteksi aktivitas jaringan yang tidak biasa di lokasi tersebut dalam 72 jam terakhir."
Vex menatap peta itu dengan intens, merasakan getaran tekad yang semakin membakar dalam dadanya. "Kita harus cek tempat itu. Kalau Erebus benar-benar ada di sana, ini kesempatan kita untuk mengungkap siapa dia."
Malam itu juga, mereka mempersiapkan perlengkapan untuk menyusup ke distrik industri. Vex membawa alat hacking khusus, sementara Spectra menyiapkan peralatan pengintai canggih dan VX-01 memuat data penting yang bisa mereka perlukan.
Setibanya di lokasi, suasana sunyi menyelimuti. Gedung-gedung pabrik tua berdiri kokoh dengan dinding-dinding penuh grafiti dan cat yang sudah terkelupas. Lampu jalan redup menambah aura misterius di sekitar mereka.
Vex melangkah pelan, setiap detik terasa berat. "Kita harus waspada. Jangan sampai jebakan."
Saat mereka menyusup ke dalam gedung utama, Spectra segera menghubungkan perangkatnya ke sistem lokal. Layar holografik menampilkan data jaringan yang kompleks dan berlapis-lapis.
"Ini... sangat terlindungi," ucap Spectra dengan nada kagum sekaligus waspada. "Tapi aku bisa meretas sebagian sistem."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari lorong gelap. Vex segera menyembunyikan diri, menarik Spectra dan VX-01 ke balik pilar beton.
Seorang pria bertubuh ramping dengan mantel hitam melintas, matanya menyipit seperti sedang mengamati sesuatu. "Erebus," bisik Vex dalam hati.
Pria itu membuka tablet dan mulai mengetik dengan cepat, tampaknya mengakses data rahasia. Vex merekam setiap gerak-geriknya.
Setelah pria itu pergi, mereka melanjutkan misi mereka, menemukan ruang server rahasia yang dipenuhi kabel dan lampu berkedip-kedip.
Di tengah ruang, sebuah layar besar menampilkan pesan: "Selamat datang di sarang Erebus."
Vex mendekat, mencoba menembus firewall digital yang paling kuat. Sementara itu, Spectra dan VX-01 menjaga keamanan dari kemungkinan serangan.
Detik berlalu dengan tegang hingga akhirnya sistem terbuka. Data penting terbentang di hadapan mereka—dokumen rahasia NexTech, rencana fase dua yang lebih menakutkan dari sebelumnya, dan sebuah daftar nama panjang yang berisi agen-agen ganda.