Vex mengikut sosok berjubah itu melewati gang-gang sempit dan reruntuhan pabrik tua, yang sebagian besar telah terlupakan oleh penduduk Neon City. Udara malam terasa berat, penuh dengan aroma asap dan bau besi berkarat. Meski hatinya penuh tanda tanya, Vex terus melangkah tanpa suara, mengikuti setiap gerakan orang misterius itu.
"Kamu harus tahu, 'Black Helix' bukan cuma kelompok kriminal biasa," suara pria berjubah itu memecah kesunyian. "Mereka punya akses ke teknologi kuno yang bisa mengubah keseimbangan kekuatan di kota ini, bahkan dunia."
Vex mengernyit. "Teknologi kuno? Maksudmu apa?"
Pria itu berhenti di depan sebuah pintu baja besar, yang tersembunyi di balik reruntuhan. Ia mengeluarkan perangkat kecil, lalu menempelkan ke panel samping pintu. Sinyal elektronik berbunyi, dan perlahan pintu terbuka dengan suara gesekan yang berat.
"Ini adalah markas rahasia 'Black Helix' yang belum pernah diketahui oleh pihak keamanan kota. Mereka menyembunyikan pusat komando dan laboratorium di bawah tanah sini. Jika kita bisa menghancurkannya, mereka akan kehilangan kekuatan utama."
Vex mengangguk, menyadari besarnya risiko yang akan mereka hadapi. "Apa rencanamu selanjutnya?"
"Kita harus menyusup dan mengumpulkan sebanyak mungkin data sebelum menghancurkan tempat ini. Tapi ingat, mereka sangat waspada dan penuh jebakan."
Mereka masuk ke dalam pintu baja, dan suasana berubah drastis. Dari kegelapan dan reruntuhan, kini mereka berada di ruang bawah tanah dengan lampu neon berwarna dingin yang menyala redup. Kabel-kabel berjejer di sepanjang dinding, dan layar-layar hologram berdenyut dengan data yang terus bergerak.
Vex terpesona sekaligus cemas. Di sinilah pusat kekuatan musuhnya berada. Ia melihat mesin besar berdenyut, yang menurut pria berjubah itu adalah inti teknologi rahasia 'Black Helix'.
Saat mereka melangkah lebih dalam, tiba-tiba alarm di markas berbunyi keras. Lampu merah menyala dan suara sirene memecah keheningan. "Mereka sudah tahu ada penyusup," pria itu berbisik, "kita harus bergerak cepat!"
Vex mengaktifkan alat komunikasi di pergelangan tangannya, mengirim sinyal darurat ke Zaira dan Rylan. "Mereka tahu kita di sini. Segera kirim bantuan!"
Pria berjubah itu menarik Vex ke sebuah ruang kecil tersembunyi. "Di sini ada terminal utama, aku akan mencoba mengakses sistem mereka. Kamu jaga sekeliling."
Sementara pria itu bekerja dengan cepat mengetik perintah, Vex memperhatikan sekitar. Beberapa kamera pengawas mulai berputar mencari gerakan, dan suara langkah berat terdengar semakin dekat.
Beberapa pasukan 'Black Helix' muncul di lorong utama, membawa senjata berteknologi tinggi. Vex menahan napas, mencoba tetap tenang.
Tiba-tiba terdengar ledakan kecil dari luar, tanda Rylan dan timnya sudah mulai menyerang markas dari sisi lain. Ini menjadi sinyal bagi Vex untuk bergerak lebih cepat.
"Data sudah hampir selesai diunduh," pria berjubah itu berbisik. "Kita harus keluar sekarang sebelum mereka memblokir akses!"
Dengan cepat mereka keluar dari ruang tersembunyi, tetapi langkah mereka terhalang oleh pasukan 'Black Helix' yang menghadang. Vex dan pria itu bertarung sengit, mengandalkan kecepatan dan kelincahan untuk melawan senjata canggih yang ditembakkan ke arah mereka.
Di tengah pertempuran, Vex berhasil menjatuhkan salah satu musuh dan menarik pria berjubah itu menuju jalan keluar. "Lari!" teriaknya.
Mereka berlari melalui lorong sempit, suara tembakan dan ledakan mengiringi setiap langkah. Saat sampai di pintu keluar, Vex mendengar suara ledakan besar dari dalam markas. Pintu baja mulai menutup otomatis, berkat sistem keamanan yang diaktifkan.
Dengan sedikit tenaga terakhir, Vex dan pria itu melompat keluar sebelum pintu menutup rapat, diiringi suara dentuman keras yang membuat tanah bergetar.
Di luar, Zaira dan Rylan sudah menunggu dengan kendaraan cepat. "Cepat naik!" kata Rylan.
Mereka melarikan diri meninggalkan reruntuhan yang mulai terbakar, api merah menyala di tengah kegelapan malam Neon City. Vex memandang ke belakang, melihat asap hitam yang membumbung ke udara.
"Ini baru permulaan," gumam Vex. "'Black Helix' akan membalas. Tapi sekarang kita punya senjata baru untuk melawan mereka."
Pria berjubah itu menoleh ke Vex dan melepas topengnya, memperlihatkan wajah yang tak asing.
"Namaku Kaelen," katanya. "Dan aku tahu rahasia terbesar 'Black Helix' yang bahkan mereka sembunyikan dari anggotanya sendiri."
Vex tercengang. Ternyata di dalam kegelapan Neon City, musuh dan sekutu bisa berganti tempat dalam sekejap.
Pertarungan yang sesungguhnya akan segera dimulai.
Setelah kabur dari reruntuhan markas 'Black Helix', Vex duduk di kursi kendaraan bersama Kaelen, Zaira, dan Rylan. Suasana di dalam mobil penuh ketegangan. Lampu neon kota yang berkilauan di luar jendela tidak bisa menghapus bayang-bayang bahaya yang baru saja mereka hadapi.
"Kaelen, siapa kamu sebenarnya?" tanya Vex, matanya masih menyipit menatap pria yang dulu adalah sosok misterius berjubah yang membantunya menyusup.
Kaelen menghela napas panjang. "Aku dulu bagian dari 'Black Helix'. Namun, aku menemukan sesuatu yang membuatku harus keluar dan melawan mereka. Mereka telah menyimpang dari tujuan awal."
Zaira memotong, "Maksudmu apa yang mereka cari? Teknologi kuno itu?"
Kaelen mengangguk. "Benar. 'Black Helix' bukan cuma kelompok kriminal biasa. Mereka mengincar artefak teknologi dari peradaban yang hilang yang punya kekuatan luar biasa. Dengan teknologi itu, mereka bisa mengontrol pikiran, bahkan mengubah masa depan."
Rylan mengepalkan tangannya. "Itu gila. Jika sampai mereka berhasil, Neon City akan jatuh dalam kekacauan total."
Vex menatap Kaelen dengan serius. "Kalau kamu tahu semua ini, kenapa tidak melawan mereka lebih awal?"
Kaelen menunduk. "Aku terlalu dalam terjerat. Mereka tahu banyak tentangku, dan aku harus berhati-hati. Namun, setelah bertemu kalian, aku yakin saatnya untuk bertindak."
Mereka tiba di sebuah tempat tersembunyi, sebuah markas kecil yang dijadikan pusat operasi kelompok kecil pemberontak yang ingin menghentikan 'Black Helix'. Suasana berbeda jauh dengan hiruk pikuk Neon City. Tempat ini sunyi dan penuh teknologi canggih, tapi terasa hangat karena penuh dengan orang-orang yang percaya akan perubahan.
Vex berjalan ke arah layar hologram besar yang menampilkan peta kota dan beberapa titik merah yang menandakan aktivitas 'Black Helix'. "Kita harus tahu apa langkah mereka berikutnya."
Kaelen melangkah ke samping. "Ada satu hal yang belum kita ketahui—identitas pemimpin sebenarnya 'Black Helix'. Semua orang hanya mengenal bayangannya, tapi aku yakin dia lebih dekat daripada yang kita duga."
Zaira menatap layar, "Kita butuh intel lebih banyak, dan cepat. Kalau mereka sudah punya teknologi yang bisa mengendalikan pikiran, kita harus lebih waspada."
Rylan menarik napas, "Kita harus memperkuat aliansi. Neon City penuh dengan faksi-faksi yang bisa kita ajak bekerjasama."
Vex mengangguk. "Aku setuju. Kita tidak bisa melawan 'Black Helix' sendirian. Tapi, kita juga harus hati-hati memilih siapa yang bisa dipercaya."