Malam di Neon City semakin pekat, cahaya neon yang biasanya terang benderang kini seolah meredup, tertutup kabut dan bayang-bayang yang bergerak perlahan. Di markas Neon Drift, ketegangan masih terasa menyelimuti udara. Perangkat biru yang mereka temukan menjadi fokus utama.
"Ini bukan perangkat biasa," ujar Luna sambil memindai layar holografik. "Ada kode-kode yang terus berubah, seperti sistem keamanan yang hidup."
Zaira mengangguk. "Kita butuh waktu untuk memecahkannya. Tapi sementara itu, kita harus waspada. Mereka pasti akan mencoba mengambilnya kembali."
Vex berdiri di tengah ruangan, matanya menatap jauh ke luar jendela, ke jantung kota yang tak pernah lelap. "Aku merasa ini bukan hanya tentang teknologi. Ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini. Sesuatu yang selama ini tersembunyi dalam bayang-bayang."
"Tapi siapa mereka sebenarnya?" tanya Zaira. "Kelompok itu, yang menyerang kita tadi. Mereka bekerja untuk siapa?"
Vex menghela napas. "Dulu aku pernah mendengar nama 'Spectra' di bisikan-bisikan gelap kota. Organisasi rahasia yang mengendalikan banyak hal, dari perdagangan senjata hingga informasi ilegal."
"Spectra?" Luna menatap serius. "Mereka sudah lama dianggap mitos, tapi sekarang sepertinya nyata."
"Tepat," jawab Vex. "Dan mereka punya tangan di hampir setiap sudut kota ini. Jika mereka mengincar Proyek Vex, itu artinya sesuatu yang sangat berbahaya."
Sementara itu, di sebuah ruang tersembunyi jauh di bawah kota, seorang pria berpakaian serba hitam duduk di depan layar besar penuh data dan peta Neon City. Wajahnya tertutup bayang-bayang, hanya sepasang mata tajam yang terlihat.
"Perangkat itu sudah di tangan mereka," suaranya dingin dan penuh perhitungan. "Kita harus segera merebutnya sebelum mereka membongkar semua rahasia Spectra."
Seorang asistennya mendekat, menyerahkan data terbaru. "Mereka bergerak cepat, tapi kita juga tidak kalah cepat, Tuan."
Pria itu tersenyum tipis. "Bagus. Biarkan mereka merasa aman, karena dalam bayang-bayang, kita yang mengatur permainan."
Kembali ke markas Neon Drift, ketiga anggota tim mulai bekerja tanpa henti. Luna fokus mencoba mendekripsi kode yang rumit, Zaira mengatur komunikasi dan koordinasi, sementara Vex terus merencanakan langkah selanjutnya.
"Tadi aku menemukan sesuatu," kata Luna tiba-tiba. "Perangkat ini bukan hanya alat penyimpan data, tapi juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan sistem kota. Jika jatuh ke tangan yang salah, Neon City bisa jadi medan perang yang kacau."
Zaira menggenggam tangan Vex. "Kita harus lebih berhati-hati. Kita tidak hanya melawan musuh biasa, tapi bayangan yang mengintai dari kegelapan."
Vex mengangguk penuh tekad. "Kita harus menggali lebih dalam. Cari tahu siapa yang bisa dipercaya, dan siapa yang hanya menyembunyikan topeng."
Malam semakin larut, tetapi semangat Neon Drift tetap menyala. Di balik setiap langkah mereka, ada ancaman yang terus mengintai, tapi juga harapan yang tak pernah padam. Sebuah perang dalam bayang-bayang baru saja dimulai.
Fajar mulai menyelinap di cakrawala Neon City, menyingkap lekuk-lekuk gedung tinggi yang berdiri kokoh seperti raksasa besi di tengah lautan lampu. Tapi di dalam kegelapan lorong bawah tanah, Neon Drift belum berhenti bergerak. Mereka tahu waktu semakin menipis.
Vex menatap peta holografik yang terbentang di meja. Titik-titik merah berkelip di beberapa lokasi tersembunyi. "Spectra pasti punya markas lain. Kita harus menemukan jejak mereka sebelum mereka menemukan kita."
Zaira menarik napas dalam, matanya memancarkan keberanian. "Kita bisa mulai dengan jaringan bawah tanah kota. Tempat itu sering digunakan untuk aktivitas rahasia."
Luna mengangguk setuju sambil menyesuaikan alat pemindai. "Aku akan mencoba menyusup ke jaringan itu secara digital. Kalau aku bisa menemukan pola komunikasi mereka, kita bisa tahu di mana pusat komando mereka."
Mereka bertiga bergegas ke sebuah akses bawah tanah yang tersembunyi di balik toko tua yang sepi. Lampu neon di sepanjang lorong itu berkelip tidak menentu, menciptakan suasana tegang dan penuh misteri.
Saat memasuki jaringan bawah tanah, Vex memperingatkan, "Hati-hati, ini wilayah rawan. Banyak jebakan dan kamera tersembunyi."
Langkah mereka terhenti saat suara langkah kaki lain terdengar dari ujung lorong. Seorang pria bertubuh tegap muncul dari bayangan, wajahnya separuh tertutup topeng hitam. Matanya berkilat tajam mengamati mereka.
"Kalian bukan dari Spectra, tapi kenapa mengacak-acak wilayah kami?" Suaranya berat dan penuh waspada.
Vex maju perlahan, menunjukkan tangan kosong. "Kami bukan musuhmu. Kami mencari kebenaran tentang Proyek Vex dan ancaman yang mengintai kota ini."
Pria itu menatap mereka lama, lalu akhirnya menurunkan topengnya. "Namaku Raze. Aku juga berperang melawan Spectra, tapi dengan cara berbeda."
Zaira bertanya, "Kalau begitu, kenapa kita belum pernah dengar tentangmu?"
Raze tersenyum kecil, namun matanya masih waspada. "Karena aku bekerja sendiri, di luar sistem. Tapi aku punya informasi yang kalian butuhkan."