Suasana di markas Neon Drift berubah menjadi tegang. Setiap sudut dipenuhi waspada. Vex berdiri di tengah ruang komando, memandangi layar holografik yang menampilkan data hasil pengintaian Kairo. Ada banyak celah yang belum terjawab, dan keraguan mulai tumbuh di antara anggota.
"Kita harus segera menemukan pengkhianat itu sebelum dia merusak semuanya," ujar Vex tegas, sambil menghela napas panjang.
Luna duduk di depannya, matanya menyapu deretan kode dan informasi. "Data ini belum lengkap, tapi aku menemukan pola komunikasi yang mencurigakan. Sinyal itu berasal dari dalam markas."
Zaira menepuk meja. "Ini berarti pengkhianat kita benar-benar ada di sini, bersembunyi di antara kita. Bisa jadi seseorang yang selama ini kita anggap teman."
Raze, yang duduk di pojok ruangan, memukul pelan tangannya ke meja. "Kita harus bertindak hati-hati. Kalau sampai salah tuduh, bisa berantakan kepercayaan di antara kita."
Kairo mengangguk. "Aku tahu ini berat, tapi aku siap membantu kalian. Aku punya metode untuk mengungkapnya, tapi itu membutuhkan waktu dan kesabaran."
Vex melirik Kairo dengan serius. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Pertama, kita pasang alat pendeteksi sinyal di seluruh markas. Lalu, aku akan memantau pola komunikasi dari perangkat yang mungkin dipakai pengkhianat," jelas Kairo.
Semua anggota bersatu padu menjalankan rencana itu. Malam berlalu dengan ketegangan yang semakin menebal. Setiap langkah dan suara di markas diperiksa dengan teliti. Bahkan suara desahan angin di luar pun membuat jantung berdebar.
Sementara itu, di ruang terisolasi, pengkhianat itu merencanakan langkah selanjutnya. Wajahnya tertutup bayang-bayang, matanya menatap layar penuh dengan peta dan jadwal Neon Drift. Ia tersenyum tipis, mengetahui bahwa rencana besarnya mulai berjalan.
Di markas, Vex berjalan mondar-mandir, pikirannya kacau. Ia mencoba mengingat siapa saja yang pernah terlihat mencurigakan atau berbeda akhir-akhir ini. Namun, tidak ada yang menonjol.
Tiba-tiba, Luna menghampirinya dengan ekspresi tegang. "Vex, aku baru saja menemukan sesuatu. Ada akses yang tidak sah ke data rahasia kita dari terminal pusat."
Vex langsung mengikuti Luna ke ruang data. Mereka menemukan jejak digital yang samar tapi jelas. Jejak itu menunjukkan adanya transfer informasi ke alamat eksternal yang tidak dikenal.
"Ini lebih serius dari yang kita kira," ujar Vex. "Pengkhianat ini memiliki akses tinggi."
Zaira masuk membawa secangkir kopi, mencoba menenangkan suasana. "Kalau begitu, kita harus membuat jebakan. Siapa pun yang mencoba mengakses data itu lagi akan kita tangkap."
Mereka memasang perangkat pengawas ekstra dan menyiapkan protokol keamanan tingkat tinggi. Semua anggota diminta untuk tetap waspada dan melaporkan aktivitas mencurigakan.
Hari berganti malam, dan akhirnya jebakan itu terpicu. Alarm di ruang data berbunyi nyaring. Semua anggota berlari menuju ruang data, termasuk Vex yang memimpin.
Di depan layar, terlihat seseorang sedang mencoba mengakses data rahasia menggunakan perangkat yang tidak dikenali.
"Cepat! Matikan akses itu!" perintah Vex.
Luna dan Zaira bekerja cepat, sementara Raze menyiapkan pintu darurat untuk mencegah pelarian.
Tiba-tiba, pintu ruang data terbuka dan sosok seorang pria masuk dengan wajah penuh panik. "Berhenti! Aku tidak mau berbuat jahat," katanya sambil mengangkat tangan.
Vex menatap tajam. "Kamu siapa? Dan kenapa kamu mengakses data rahasia kita?"
Pria itu menghela napas berat. "Namaku Ezra. Aku memang mencoba mengakses data itu, tapi bukan untuk menyakiti kalian. Aku punya informasi penting tentang Spectra."
Luna menatap ragu. "Kalau begitu, kenapa kamu tidak datang langsung dan berbicara?"
Ezra menggeleng. "Aku tidak bisa. Mereka selalu mengawasi gerakanku. Aku butuh kalian untuk mempercayai aku."
Vex mengangguk perlahan. "Baiklah, Ezra. Tapi kamu harus buktikan niat baikmu."
Ezra mengeluarkan sebuah flash disk dari saku jaketnya. "Ini berisi dokumen rahasia Spectra. Mereka berencana menyerang markas kita dalam waktu dekat."
Semua anggota menatap dokumen itu dengan serius. Informasi ini bisa menjadi titik balik dalam perjuangan mereka.
Namun, ketegangan belum mereda. Vex tahu, kepercayaan adalah hal yang paling sulit di tengah situasi seperti ini. Setiap langkah harus diperhitungkan dengan matang.
Malam itu, Neon Drift belajar satu hal penting: dalam kegelapan, bayang-bayang keraguan bisa menjadi musuh terbesar.
Malam masih menggantung di langit kota yang tak pernah tidur. Lampu neon terus menyala di sepanjang lorong markas Neon Drift, tapi udara malam terasa lebih berat dari biasanya. Informasi yang dibawa Ezra menciptakan gelombang keheningan yang dalam. Semua orang tahu: jika benar Spectra akan menyerang, mereka hanya punya sedikit waktu.
Vex berdiri membelakangi layar holografik yang kini menampilkan rencana penyerangan Spectra. Ia menyilangkan tangan, berpikir keras. Di sekelilingnya, Luna, Zaira, Raze, dan Ezra menanti keputusan.
"Apa kamu yakin data ini valid?" tanya Vex akhirnya, menoleh tajam ke arah Ezra.
Ezra mengangguk. "Aku berhasil mencuri data ini dari salah satu server cadangan mereka, yang tidak banyak diketahui. Mereka menyebutnya Protokol Sigma. Serangan mereka akan memanfaatkan celah dari jalur listrik bawah tanah yang mengarah langsung ke ruang utama kalian."
Raze bersiul pelan. "Berarti mereka sudah melakukan pemetaan internal markas kita? Gila. Seberapa dalam mereka menyusup?"