Neon Drift

Penulis N
Chapter #23

23

Keesokan paginya, matahari baru saja muncul dari balik cakrawala ketika Ezra, Luna, dan kelompok kecil yang sudah mereka kumpulkan memulai perjalanan menuju reruntuhan kota lama. Semilir angin pagi yang dingin menyapa mereka, membawa aroma dedaunan basah dan tanah yang baru terhidupkan oleh embun. Rasa tegang dan antusias bercampur menjadi satu di dalam hati Ezra.

Luna memimpin barisan kecil itu, langkahnya ringan dan mantap, seolah sudah terbiasa menavigasi jalur-jalur hutan yang berliku. Di belakangnya, Ezra membawa peta lusuh yang diberikan oleh pemuda kemarin, sambil sesekali menatap kristal kecil yang berpendar samar di genggamannya. Kristal itu terasa hangat, seolah menyimpan energi yang siap dilepaskan kapan saja.

"Menurut peta ini, reruntuhan itu berada sekitar lima kilometer dari sini, di balik bukit besar yang terlihat seperti tulang raksasa," ujar Ezra sambil menunjuk sebuah gambar samar di peta.

Salah satu anggota kelompok, seorang pria paruh baya bernama Arman, mengangguk. "Aku sudah mendengar cerita tentang tempat itu. Orang-orang bilang, reruntuhan itu masih diselimuti aura aneh. Tidak banyak yang berani mendekat."

Luna menoleh, wajahnya serius. "Kita tidak punya pilihan selain melangkah maju. Jika kita ingin mengakhiri bayangan yang mengancam desa, kita harus tahu apa yang terjadi di sana."

Mereka melanjutkan perjalanan melewati hutan yang mulai rimbun, cabang-cabang pohon saling bertautan membentuk lorong alami yang redup. Suara langkah kaki dan desir dedaunan menjadi satu-satunya irama yang menemani mereka. Kadang terdengar suara burung hutan yang terbang menjauh, seolah memberi peringatan akan bahaya yang menunggu.

Setelah berjalan hampir dua jam, mereka sampai di sebuah sungai kecil. Airnya jernih dan mengalir tenang, memantulkan sinar matahari pagi. Ezra berhenti dan meminum air dari sungai itu, merasakan kesegarannya meresap ke dalam tubuh.

"Tinggal sedikit lagi," kata Luna sambil melihat ke peta dan memperkirakan jarak.

Mereka melanjutkan perjalanan mendaki bukit yang disebut tulang raksasa. Tanah di sana berbatu dan licin, membuat langkah mereka harus lebih berhati-hati. Beberapa kali Ezra terpaksa memegang pohon untuk menjaga keseimbangan.

Sesampainya di puncak bukit, pemandangan di depan mereka terbentang luas. Di bawah sana terlihat reruntuhan sebuah kota yang dulu pernah megah, kini hancur dan tertutup oleh tanaman liar. Bangunan-bangunan yang tersisa berdiri dengan atap runtuh, jendela pecah, dan tembok yang dipenuhi lumut dan grafiti zaman dahulu.

Ezra menghela napas panjang. "Ini dia. Reruntuhan yang selama ini tersembunyi."

Kelompok itu mulai menuruni bukit menuju reruntuhan dengan hati-hati. Setiap langkah menimbulkan debu dan puing yang beterbangan. Suasana menjadi semakin sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki dan napas mereka.

Di tengah reruntuhan, mereka menemukan sebuah bangunan yang masih berdiri cukup kokoh. Pintu kayunya terbuka sedikit, menunjukkan kegelapan di dalamnya. Ezra memegang kristal di tangannya, yang kini berpendar lebih terang, seolah merespons kehadiran mereka.

"Kita harus masuk dan mencari tahu apa yang ada di dalam," ujar Ezra.

Luna mengangguk, mengeluarkan senter dari tasnya. "Siap."

Mereka melangkah masuk, dan udara di dalam bangunan terasa dingin dan lembap. Dinding-dindingnya penuh dengan tulisan kuno dan simbol-simbol aneh yang sulit dipahami. Suasana mencekam, namun tekad mereka untuk menemukan kebenaran membuat langkah tetap maju.

Di salah satu ruangan, mereka menemukan sebuah perangkat besar yang tampak seperti komputer kuno, dengan layar retak dan kabel-kabel yang menjulur ke segala arah. Di atasnya, terdapat sebuah kotak kecil berukuran kristal yang sama dengan yang dibawa Ezra.

Ezra mendekat dan meletakkan kristalnya di atas kotak itu. Tiba-tiba, perangkat itu menyala dengan cahaya biru yang berpendar, mengisi ruangan dengan aura misterius.

Sebuah suara mekanis terdengar, berulang kali menyebut kata-kata dalam bahasa yang tidak mereka mengerti. Namun, perlahan, kristal di tangan Ezra bergetar dan menampilkan gambar holografis yang memperlihatkan kota lama sebelum kehancuran, bersama dengan bayangan gelap yang menyelimuti kota itu.

Luna menatap hologram itu dengan mata membelalak. "Ini lebih dari yang kita kira... Bayangan itu berasal dari teknologi yang dulu digunakan di sini."

Ezra menunduk, menyadari betapa besar tantangan yang harus mereka hadapi. Namun ia tahu, di sinilah titik awal perjuangan mereka untuk mengembalikan cahaya ke dunia yang mulai gelap.

Kelompok itu menghabiskan waktu beberapa jam di reruntuhan, mengumpulkan informasi dan mencoba memahami teknologi kuno yang ada. Mereka tahu, perjalanan ini baru saja dimulai, dan bahaya yang menunggu mungkin lebih besar dari yang mereka bayangkan.

Saat mereka keluar dari reruntuhan, langit mulai gelap oleh awan mendung. Hujan pertama musim ini mulai turun perlahan, membasahi tanah dan dedaunan. Ezra memandang ke langit, bertekad bahwa mereka akan terus maju sampai bayangan itu benar-benar hilang.

Hujan turun semakin deras saat mereka meninggalkan reruntuhan kota tua itu. Suara gemericik air di dedaunan dan tanah basah menyatu dengan langkah kaki mereka yang berat menuruni bukit. Luka-luka kecil dan capek mulai terasa, tapi semangat untuk mengungkap misteri dan melindungi desa tetap membara dalam diri Ezra dan Luna.

Sesampainya di tempat peristirahatan kecil yang sudah mereka siapkan sebelumnya, mereka duduk mengelilingi api unggun yang baru dinyalakan oleh Arman. Api itu memberikan kehangatan dan cahaya yang menenangkan, mengusir dinginnya malam yang basah. Sementara itu, Ezra membuka kembali peta dan perangkat holografis kecil yang ditemukan di reruntuhan, mencoba mengurai simbol-simbol dan kode yang ada.

Luna, yang duduk di sampingnya, menatap wajah Ezra dengan tatapan penuh pertanyaan. "Apa yang sebenarnya kamu lihat dalam hologram itu? Apakah ada sesuatu yang bisa membantu kita?"

Ezra menghela napas panjang sebelum menjawab. "Ada gambaran kota yang dulu pernah hidup, tapi tiba-tiba diselimuti oleh bayangan gelap yang tampaknya bukan hanya kerusakan fisik biasa. Seperti sebuah kekuatan yang mengendalikan atau menyerang kota itu dari dalam. Aku yakin itu bukan hanya soal teknologi kuno, tapi sesuatu yang lebih besar... sesuatu yang terkait dengan sejarah desa kita dan juga misteri di balik hilangnya banyak orang."

Luna mengangguk pelan. "Aku pernah mendengar cerita dari nenek moyang tentang 'Bayangan Hitam' yang muncul dari kegelapan, merusak dan mengambil nyawa tanpa alasan jelas. Mungkin itu yang sedang kita hadapi."

Lihat selengkapnya