"Yang indah dalam persahabatan itu saling membuang ego dan memaafkan."
====
"Duluan mana, ayam atau telur?" Ravel, Nahfiz, dan juga Neon langsung menatap ke arah Verdy dengan kerutan di dahi mereka.
Mereka berempat sedang berkumpul di rooftop sekolah. Neon yang sedang sibuk menulis sesuatu di ponselnya. Ravel, yang sibuk mengambar di canvas miliknya. Sedangkan Nahfiz, sibuk bermain game online di gadget miliknya. Mereka seolah melupakan kejadian yang terjadi semalam. Seolah tidak terjadi apa-apa.
"Telur dululah. Telur kan menetas terus jadilah ayam." Neon menjawab lebih dulu. Memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Semua fokusnya tertuju pada Verdy.
"Tetttt. Salah." Verdy berbicara seolah ini merupakan ajang kuis yang berhadiah jutaan rupiah.
"Atau," jawab Ravel dengan singkat. Ia bahkan terus melanjutkan pekerjaannya yang tadinya sempat tertunda.
"Teettt. Lo juga salah. Sekarang giliran Nahfiz."
Kini Verdy menatap ke arah Nahfiz. Menunggu jawaban dari cowok itu.
"Ayam dulu. Soalnya kalau nggak ada ayam, telur nggak bakalan keluar." Nahfiz menyibak rambutnya ke atas.
"Selamat! Anda benar! Dengan begitu anda berhak mendapatkan permintaan maaf serta pelukan persahabatan dari Neon." Verdy berbicara dengan bertepuk tangan.
Mendengar itu, Neon dan Nahfiz langsung saling pandang. Neon berdehem, kemudian berjalan ke arah Nahfiz yang duduk di kursi paling sudut. Rooftop SMA Cakrawala memang didesain layaknya sebuah taman. Ada bunga yang ditanam secara beraturan. Berwarna warni hingga indah dipandang mata. Serta kursi yang diletakkan di setiap sudutnya.
"Gue minta maaf." Neon mengulurkan tangannya pada Nahfiz.
Nahfiz memandangi tangan Neon lalu berpindah ke arah wajah cowok itu. Nahfiz juga ikut berdiri, menerima uluran tangan dari Neon. "Gue juga minta maaf."
Mereka kemudian bertos serta berpelukan ala lelaki. "Gue bakalan ikhlasin Eira buat lo." Nahfiz melanjutkan.
Neon tersenyum. "Tanks bro. Gue janji, Eira nggak bakalan terluka."
Nahfiz hanya mengangguk, menepuk pelan pundak sahabatnya. "Kalau sampai lo nggak netapin janji, persahabatan kita udahan."
"Gue nggak akan biarin semua itu terjadi," papar Neon dengan sungguh-sungguh. Dalam hati ia bertekad akan selalu berusaha membuat Eira merasa nyaman, bahagia saat bersamanya.
"Dan jangan lupa, lo harus jelasin yang di warung pak Iman tadi malam." Seru Verdy tiba-tiba.
"Saat waktunya udah tepat, gue bakalan kasih tau, kalian tenang aja. Tapi, jangan desak gue." Pinta Neon menatap satu persatu sahabatnya.
"Sip," balas mereka kompak. Kecuali Ravel tentunya.
*
Pagi ini tampaknya kelas 12 MIPA 4 sedang melakukan konser dadakan. Bu Ratih selaku guru Fisika berhalangan hadir. Sedangkan pak Bambang notabenya yang akan menjadi guru pengganti, malah ditugaskan menjadi guru pembimbing dalam olimpiade fisika tingkat Provinsi. Jadilah kelas mereka free.
Mereka bernyanyi dengan serentak. Menyanyikan lagu pura-pura lupa yang dipopulerkan oleh Petrus Mahendra. Dengan Beno, sang ketua kelas menjadi gitarisnya.
Mereka menutup pintu serta seluruh gorden yang ada di kelas itu. Kalau soal tingkah dan perilaku, mereka tidak bisa dikategorikan dalam murid jurusan IPA. Tingkah mereka melebihi murid kelas IPS 5. Itulah yang dikatakam guru yang biasa mengajar di kelas mereka. Biasanya, anak jurusan IPA akan tetap belajar, ada atau tidaknya guru di dalam kelas.
Jangan datang lagi cinta
Bagaimana aku bisa lupa
Padahal kau tahu keadaannya