"Salah satu tanda pria berkomitmen itu, berani menemui orang tuamu serta mempertemukan mu dengan orang tuanya."
====
Eira dan Nindy berjalan beriringan menuju parkir sekolah sambil bercanda ria. Mereka terlihat sangat bahagia, seperti tidak memiliki beban hidup sedikitpun.
Hari ini murid-murid SMA Cakrawala dipulangkan lebih awal. Katanya, para majelis guru akan mengadakan rapat. Sehabis jam istirahat kedua tadi, bel pulang langsung saja dibunyikan. Membuat murid-murid, bersorak gembira.
Ada yang bahagia karena bisa tidur siang, hal yang jarang bisa mereka lakukan semenjak sekolah full day. Ada yang bahagia bisa melanjutkan nonton Drakor yang tertunda tadi malam. Ada yang bahagia, karena bisa pergi jalan-jalan bersama para sahabatnya. Ada pula yang bahagia, karena bisa pergi kencan bersama pacarnya. Namun berbeda bagi murid-murid kelas 12 MIPA 4. Mereka bersyukur, karena mereka tidak perlu mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru yang akan mengajar selanjutnya. Tugas yang sedikitpun tidak mereka kerjakan. Termasuk sang juara kelas sekalipun. Hari ini, mereka benar-benar beruntung.
"Eira!" Teriak Neon.
Eira dan Nindy langsung menghentikan langkah kaki mereka. Kemudian menoleh kebelakang. Di sana ada Neon yang berlari pelan ke arah mereka berserta ketiga temannya yang berjalan santai mengikuti Neon dari belakang.
"Ada apa, Neon?" Tanya Eira, setibanya cowok itu dihadapannya. Ekspresi Eira begitu serius.
"Ekspresinya nggak usah serius amat." Neon mencubit kedua pipi Eira sehingga membuat Eira merintih kesakitan. "Saya cuma mau ngajak lo pergi aja kok."
"Neon apaan sih," kesal Eira. Ia segera melepaskan tangan Neon dari kedua pipinya.
Neon terkekeh. Ia langsung saja mengusap kedua pipi Eira yang tampak memerah. Membuat Nindy yang berada didekat mereka, segera mengalihkan tatapannya ke arah lain. Keromantisan Neon pada Eira, membuat Nindy sedikit merasa iri. Bolehkah Nindy berharap kalau Ravel akan bersikap seperti Neon padanya. Ah, tapi, melirik dirinya saja Ravel saja terlihat enggan. Nindy segera menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir segala pemikiran dalam otaknya.
"Woii! Mesra-mesraanya liat tempat dong," decak Nahfiz dengan kedua tangan, dilipat di atas dada.
Neon langsung menurunkan tangannya dari pipi Eira. Ia menoleh ke arah ketiga temannya. "Nggak usah ganggu."
Nahfiz memutar kedua bola matanya malas tanpa berkomentar apapun.
"Nin, gue izin ajak Eira pergi ya." Ucap Neon pada Nindy.
Karena mendengar namanya disebut, membuat Nindy langsung menatap Neon. "Gue terserah Eira aja," katanya.
Neon tersenyum ke arah Nindy. Membuat Eira yang melihatnya merasa tidak rela. "Gue anggap jawaban lo sebagai iya."
Neon langsung menarik tangan Eira menuju parkiran. Tempat dimana motornya berada.
Kini hanya tinggal Nindy bersama ketiga sahabat Neon. Ravel mendekati Nindy, membuat jantung Nindy tiba-tiba berdetak dengan kencang. "Gue pulang bareng lo. Motor gue mogok." Tanpa persetujuan dari Nindy, Ravel mengambil kunci motor milik Nindy yang ada ditangan cewek itu. Ia berjalan menuju parkir sambil menarik tangan Nindy.