"Sesuai janji kita Minggu lalu, maka hari ini kita akan mengadakan ulangan matematika."
Semua murid kelas 12 MIPA 4 hanya diam mendengar perkataan pak Regar. Jika ditanya kesiapan atau tidaknya mereka? Mungkin hanya Neon yang akan menjawab iya. Cowok itu pasti siap kapan saja. Selain wajahnya yang lumayan tampan, otaknya juga encer dalam hal belajar. Jangan lupakan kalau dia selalu menjadi pemegang juara 1 di kelas.
"Seperti biasa, yang ada di atas meja cuma alat tulis saja. Selain itu tolong disimpan." Pak Regar kembali angkat bicara dengan nada memerintah.
Semua penghuni kelas, segera melaksanakan perintah pak Regar. Sebagian dari mereka ada yang berusaha merayu teman sebangkunya agar mau memberikan kertas selembar dengan alasan bukunya tidak ada yang kosong lagi bagian tengahnya.
Sebagian lagi dari mereka, dengan senang hati memberikan kertas itu untuk teman sebangkunya. Ada juga, yang memberi berbagai alasan untuk menolak permintaan temannya.
"Gue minta kertas lo dong Vel," kata Eira pada Ravel. Cowok itu sedang mencari-cari buku miliknya yang masih kosong di bagian tengahnya.
Ravel hanya melirik Eira dari ekor matanya. Melihatnya, membuat Eira berdecak pelan. Ia memonyongkan bibirnya ke depan. Merasa kesal karena diabaikan.
Tuk
Seseorang melempar sebuah kertas yang digulung kecil di kepala Eira. Membuat sang empunya mendelik tidak suka. Eira segera menoleh kebelakang. Ia melihat Neon dengan cengiran konyol di wajahnya.
"Buat lo." Neon menyodorkan satu lembar kertas pada Eira.
Eira mengangkat sebelah alisnya. "Buat gue?" Tanya Eira memastikan.
"Ia, buat calon makmum saya," jawab Neon dengan mengisyaratkan pada Eira dengan matanya untuk segera mengambil kertas itu dari tangannya.
Dengan cepat Eira mengambil kertas itu dari tangan Neon. Serta membalikkan badannya secepat kilat menghadap ke depan. Jawaban Neon lagi-lagi membuat kinerja jantung Eira menggila.
Untung saja instruksi dari pak Regar bahwa ulangan dimulai menyelamatkan Eira.
*
Suasana kelas 12 MIPA 4 sangat tenang. Tidak ada yang berani mengeluarkan sepatah katapun. Mereka begitu sibuk mengerjakan soal ulangan mereka. Hanya ada beberapa yang berbisik-bisik meminta jawaban dari temannya.
Eira mengetuk-ngetukkan pulpen berwarna biru miliknya ke atas dagu sambil terus menatap soal-soal yang tertera di kertas miliknya. Eira benar-benar tidak mengerti bagaimana cara pengerjaan. Hanya beberapa, dan Eira tidak yakin jawabannya itu benar atau tidak.
Lagi-lagi seseorang melemparkan sebuah kertas yang digulung kecil padanya. Namun kali ini mengenai pundak kirinya. Eira menoleh kebelakang, ia melihat Neon yang berbicara dengan mulut yang digerakkan tanpa mengeluarkan suara.