Kata-kata mampu membuat seseorang takut.
Kata-kata juga mampu membuat seseorang tenang.
Semua tergantung pada seseorang yang menggunakannya.
* * * * *
Seluruh mahasiswa Universitas Kartanegara berkumpul di halaman kampus. Semua orang kebingungan dan tampak ketakutan setelah membaca pesan. Rhea dan Isha juga bergegas menuju halaman kampus setelah mendapatkan arahan dari beberapa dosen.
“Rhea, aku takut.” Semangat yang sebelumnya ditunjukkan Isha langsung lenyap. Digantikan perasaan takut yang sama dialami oleh Rhea.
“Aku juga takut, Isha. Pokoknya kita jangan sampai berpisah. Lebih baik kita cari Kak Devan.”
Isha menganggukkan kepalanya. “Iya. Kita cari Kak Devan dulu.”
Rhea dan Isha melihat sekeliling mereka. Satu persatu melihat wajah orang-orang disekitar mereka untuk mencari keberadaan Devan. Rhea merasa sedikit tenang jika ada orang yang dikenal bersama dengan mereka.
“Kak Devan.” Panggilan Isha membuat Rhea menoleh. Dia bergegas mengikuti Isha yang berhasil menemukan kakaknya.
“Kak Devan, aku takut.” Isha langsung memeluk kakaknya.
Meskipun sebelumnya mereka tidak akur, tapi dalam kondisi darurat Isha hanya bisa bergantung pada kakaknya.
“Enggak apa-apa, Isha. Aku akan melindungimu. Jangan takut.” Devan mengelus punggung adiknya untuk menenangkan gadis itu.
Tatapan Devan beralih pada Rhea. Dia bisa melihat gadis itu juga tampak ketakutan. Tapi Rhea berusaha untuk tetap berani.
“Apakah kamu takut, Rhe?” tanya Devan.
“Sedikit, Kak. Aku takut memikirkan apa yang terjadi pada kita setelah ini.”
Devan mengulurkan tangannya. “Kalau kamu takut, kamu bisa genggam tanganku. Setidaknya aku enggak akan kehilangan kamu di kerumunan ini.”
Rhea melihat tangan Devan yang tampak lebih besar dari tangannya. Selama ini meskipun memiliki orang tua yang lengkap, tapi Rhea merasa hidup sendirian. Orang tuanya terlalu sibuk bekerja. Mereka berpikir mencukupi kebutuhan Rhea sudah cukup bagi mereka. Karena hal itu Rhea tumbuh dengan sangat mandiri. Dia belajar untuk tidak mengandalkan orang lain.
Untuk pertama kalinya seseorang menawarkan tangannya agar membuat Rhea tidak takut. Dia merasakan hatinya terasa hangat karena sikap Devan. Gadis itu mengulurkan tangannya menggenggam tangan Devan. Perlahan ketakutannya lenyap. Seakan apapun yang terjadi akan baik baik-baik saja jika Rhea terus menggenggam tangan laki-laki itu.
“Makasih, Kak Devan.” Rhea menyunggingkan senyuman.
Dada Devan berdegup kencang melihat senyuman itu. “Enggak perlu bilang ‘makasih’, aku pasti akan melindungimu juga.”
Rhea menganggukkan kepalanya penuh semangat. Pembicaraan mereka terhenti saat ada orang yang memanggil Devan. Mereka bisa melihat Arya bersama pacarnya –Zura– menghampiri mereka.