Neophyte : The Destroyer Weapon

Quinceline
Chapter #5

4.Drama Romantis

Kebahagiaan enggak akan habis hanya karena kamu membaginya.

Ketahuilah, kebahagiaan bertambah ketika kamu bersedia untuk berbagi."

 

* * * * *

 

Rhea berjalan masuk dalam sebuah ruangan. Di mana di dalam ruangan itu terdapat tiga ranjang bertingkat, dua lemari dan satu kamar mandi. Tempat ini seperti asrama sebuah sekolah atau mungkin lebih tepatnya barak militer.

“Rhea!” Isha langsung memeluk tubuh sahabatnya.

“Aduh!” Rhea meringis sakit sambil memegang lengannya.

“Maafin aku, Rhe. Aku lupa kalau bekas suntikannya masih sakit.” Sesal Isha.

“Enggak apa-apa, Isha. Bagaimana lenganmu? Apakah masih sakit?”

Isha menganggukkan kepalanya dengan wajah cemberut. “Sangat sakit. Karena itulah kenapa aku enggak suka disuntik.”

“Itu karena kamu sangat manja, Isha. Kamu bahkan menangis keras tadi.” Devan terkekeh geli.

Isha mendengus kesal. “Menyebalkan. Sudah kubilang jangan dikasih tahu orang lain.”

Devan dan Rhea tertawa. Meskipun kasihan dengan Isha, tapi Rhea tidak bisa menahan tawanya ketika melihat sang sahabat begitu menggemaskan saat sedang kesal.

“Kamu mengatakan jika aku enggak boleh kasih tahu orang lain. Tapi Rhea bukan orang lain.”

“Meskipun kamu adalah kakak paling menyebalkan di dunia, tapi tetap saja kamu benar. Rhea memang bukan orang lain. Karena itu aku senang kita bisa sekamar dengan Rhea. Aku akan tidur dengan Rhea. Sebaiknya Kak Devan sama Kak Arya saja.” Isha memeluk lengan Rhea yang tidak sakit.

“Enggak bisa. Aku akan tidur dengan Ayang-ku Zura. Aku sudah berjanji akan melindunginya.” Arya berjalan masuk dengan menggandeng tangan pacarnya.

“Kalau begitu Kak Devan sama yang lain saja. Pokoknya aku mau sama Rhea. Ayo, Rhe!” Isha menarik Rhea menuju salah satu ranjang bertingkat.

“Habis manis sepah dibuang. Tadi pas ketakutan nempel kayak lem. Sekarang dibuang begitu saja.” Devan mendengus kesal melihat tingkah adiknya.

Arya menepuk bahu sahabatnya. “Terimalah nasibmu, Kawan.”

“Sebenarnya kamu itu sahabatku bukan, sih?”

“Tentu saja sahabatku. Tapi tetap saja prioritasku adalah Zura. Benar ‘kan, Ayang-ku?” Arya beralih pada kekasihnya yang masih menggenggam tangannya.

“Tentu saja. Arya-ku adalah yang terbaik.” Zura memeluk lengan Arya dan menyandarkan kepalanya di bahu pacarnya.

Lihat selengkapnya