Maut bisa datang kapan saja. Agar bisa meninggal dalam keadaan baik, maka kita senantiasa harus hidup secara baik.
* * * * *
Seorang laki-laki tergeletak di lantai dengan kondisi yang mengenaskan. Tubuhnya hangus terbakar. Anehnya tidak ada api yang menyelimuti tubuhnya. Membuat Devan merasa ada yang aneh dengan kematian laki-laki itu.
“Ada apa sih, Kak?”
Mendengar suara Rhea, Devan langsung berbalik. Dia melihat Rhea berjalan menghampirinya. Segera Devan menutupi mata gadis itu dengan tangannya. Mencegah Rhea melihat pemandangan yang mengerikan itu. Segera Devan membawa Rhea pergi dari kantin.
“Kenapa malah pergi, Kak? Terus kenapa Kakak menutupi mata Rhea?” tanya Rhea penasaran.
Akhirnya setelah menjauh dari kantin barulah Devan melepaskan tangannya. Rhea mengerjapkan matanya untuk beradaptasi dengan cahaya matahari.
“Ada apa, Kak? Apa yang terjadi?” tanya Rhea kesekian kalinya.
“Seseorang baru saja meninggal.”
Seketika mata Rhea melotot kaget. “Meninggal? Apakah dia dibunuh?”
Devan menggelengkan kepalanya. “Enggak. Tadi aku melihat sepertinya enggak ada tanda-tanda pembunuhan. Tapi kematiannya sangat aneh.”
“Aneh bagaimana, Kak?”
“Tiba-tiba tubuhnya terbakar. Tapi anehnya enggak ada api di tubuhnya.” Jelas Devan.
“Maksud Kak Devan dia mati karena terbakar dari dalam tubuhnya?”
Devan menganggukkan kepalanya. “Tapi itu hanya tebakanku. Aku masih enggak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
“Aku jadi takut, Kak. Bagaimana kalau nanti giliran kita yang mengalaminya?”
Devan meraih tubuh Rhea dalam pelukannya. “Enggak akan, Rhe. Sudah kubilang kalau kamu punya aku yang akan melindungiku. Kamu percaya padaku, bukan?”
Rhea menganggukkan kepalanya dalam pelukan Devan. “Iya, Kak. Aku percaya padamu.”
Devan melepaskan pelukannya. “Lebih baik sekarang kamu kembali ke kamar. Aku akan mengambil roti dan susu untuk Isha. Apa kamu mau makan sesuatu, Rhe?”
“Enggak, kak. Perutku sudah kenyang.”
“Kalau begitu aku pergi dulu. Aku akan segera kembali.”
Rhea menganggukkan kepalanya. Dia menuruti ucapan Devan untuk kembali ke kamar. Sedangkan Devan kembali ke kantin. Mengambil roti dan susu hanyalah alasan bagi laki-laki itu untuk kembali ke kantin.
“Devan, kamu sudah melihatnya tadi?” tanya Arya yang sedang memeluk kekasihnya.