Berpikir dahulu sebelum bertindak. Karena sebuah strategi amat penting dalam pengambilan keputusan.
* * * * *
“Masalahnya mereka ingin kita saling bunuh untuk mendapatkan emas-emas itu.” Ucap Devan.
“Jangan ngomong sembarangan, Dev. Kamu nakutin semua orang di sini.” Ucap Dirga.
“Aku enggak ngomong sembarangan, Dirga. Coba pikirkan. Kemarin, mereka mengatakan kalau kita menyerah, kita bisa menekan tombol menyerah untuk menghentikan permainan. Tapi kalian melihatnya sendiri kalau tombol itu enggak bekerja. Dan sekarang mereka sedang memancing semua orang untuk menjadi serakah. Pikirkan bagaimana cara kerja orang yang serakah sama emas!” Jelas Devan.
“Mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan emas. Bahkan jika harus membunuh.” Jawab Arya.
“Kalian lihat senjata-senjata yang sudah mereka siapkan di sana.” Devan menunjuk ke arah meja di dekat podium. Di atas meja itu diletakkan senjata Paintball. “Bagaimana kalau di dalam senjata itu isinya bukan paintball tapi peluru asli?”
Rhea, Isha, Dirga, Arya dan Zura melihat senjata yang ditunjuk oleh Devan. Mereka merinding takut memikirkan ucapan Devan. Memang tidak ada yang bisa dipercaya saat mereka berada di sini. Sesuai teori Devan. Tombol menyerah yang seharusnya menyelamatkan mereka kemarin saja tidak bekerja. Apalagi peluru dalam senjata itu.
“Ya, Tuhan. Bagaimana ini? Apakah aku akan mati muda?” takut Isha.
“Aku jadi takut.” Rhea memeluk lengannya sendiri.
“Arya, bagaimana ini? Aku juga takut.” Zura bergelayut manja di lengan Arya.
“Aku enggak tahu, Ayangku. Soalnya aku juga takut.” Arya memeluk pacarnya.
Devan berusaha memikirkan cara untuk melindungi anggota timnya. Dia sangat yakin jika anggota tim lain pasti akan berubah menjadi semakin ganas jika menyerang timnya.
“Apakah ada pertanyaan lain?” tanya Bima.
Devan mengangkat tangannya. “Aku ingin bertanya. Bagaimana kalau ada yang mau permainan ini berakhir?”
Bibir Bima menyunggingkan senyuman lebar. “Pertanyaan yang bagus, Anak muda.”
“Permainan ini memiliki waktunya sendiri. Ketika waktu berakhir maka permainan berakhir. Tapi ada satu cara menghentikan permainan. Di suatu tempat di sini, ada sebuah tombol di mana tombol itu terhubung pada sirine. Saat tombol itu ditekan dan sirine berbunyi, maka permainan akan otomatis berakhir.”
“Apa tombol itu bisa dipercaya? Kemarin kamu juga bilang hal yang sama tentang tombol menyerah. Tapi pada akhirnya tombol itu sama sekali enggak berfungsi.” Sanggah Devan tidak percaya.
Bima kembali tersenyum karena ada anak muda yang berani menjawabnya dengan berani. “Anak muda yang kritis. Aku akan membuktikannya kalau kamu tidak percaya.”
Pria itu mengangkat tangan kirinya. Di mana ada gelang pintar melingkar di pergelangan tangannya. Bima menekan tombol panggil di atas gelang itu.
“Bunyikan tombol sirinenya!” Perintah Bima.