Neophyte : The Destroyer Weapon

Quinceline
Chapter #18

17.Ingin Kamu Tahu Perasaanku.

Karena waktu yang kita miliki tidak banyak, maka lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan.

Sehingga ketika sudah mati, maka tidak ada penyesalan.


* * * * *


Setelah berhasil menekan tombol sirine, Devan dan Arya bergegas menuju kantin. Kelegaan membanjiri hati mereka saat melihat Rhea, Isha dan Zura dalam kondisi baik-baik saja. Mereka tidak terluka sedikitpun. Padahal Devan dan Arya sudah cemas saat mendengar suara tembakan.


“Arya!” Seru Zura berlari ke arah sang pacar. Gadis itu memeluk erat Arya dan tidak bisa membendung tangisnya. 


“Syukurlah kamu enggak apa-apa, Ayangku. Aku takut banget terjadi hal buruk sama kamu.” Arya membalas pelukan pacarnya dengan erat.


Zura melepaskan pelukannya kemudian tangisnya semakin keras. “Aku juga takut kalau kamu kenapa-kenapa, Arya. Aku takut enggak bisa lihat kamu. Aku takut kalau aku mati kamu akan sedih banget. Aku takut.”


Arya tersenyum mendengar Zura meluapkan perasaannya. Laki-laki itu kembali memeluk sang pacar. “Cup… Cup… Jangan takut lagi, Ayangku. Pacarmu yang ganteng ini sudah di sini. Akan melindungimu.”


Zura memeluk Arya sangat erat seolah jika dia melonggarkan pelukannya, dia akan kehilangan laki-laki yang sangat dicintainya.


“Kak Devan!” Seru Isha berlari ke arah kakaknya.


Gadis itu menghapus air matanya dan memeluk sang Kakak. “Kak Devan. Akhirnya kamu balik. Isha benar-benar takut.”


Devan tersenyum dan mengusap puncak kepala adiknya. “Bukannya Kakak sudah bilang akan segera balik. Apa kamu sudah belajar jadi pemberani?”


Isha melepaskan pelukannya dan menganggukkan kepalanya. “Iya, Kak. Tadi Isha belajar jadi pemberani. Bahkan Isha bisa melawan tiga anggota tim musuh.”


Seketika Devan melotot mendengar ucapan adiknya. “Apa kamu terluka, Isha? Bagaimana bisa kamu melawan tiga orang sekaligus?”


Isha menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku baik-baik saja, Kak. Aku berhasil mengalahkan mereka tanpa terluka.”


“Bagaimana mungkin?” tanya Devan tidak percaya.


“Devan.” 


Panggilan itu membuat Devan mendongak. Dia melihat Dirga berjalan menghampirinya. 


“Sepertinya kita dalam masalah.”


Devan memicingkan matanya mendengar ucapan Dirga. “Masalah? Masalah apa?”


“Kamu sudah dengar sendiri kalau Isha bisa mengalahkan tiga orang musuh sekaligus. Masalahnya dia mengalahkan mereka menggunakan kekuatan yang enggak seharusnya ditunjukkan.”


“Isha punya kekuatan?” Devan menunduk melihat adiknya yang menganggukkan kepalanya.


“Aku bisa bicara dengan hewan, Kak. Tadi aku minta para semut buat menyerang tiga anggota tim musuh. Terus pas mereka menembak, paman elang mengorbankan dirinya untuk melindungiku.”


Mulut Devan terbuka lebar mendengar penjelasan Isha. “Kamu… apa? Bicara dengan hewan? Dan kamu nyaris tertembak?”


Isha tersenyum untuk menenangkan sang kakak. “Tapi aku baik-baik saja, Kak. Lagipula kalau enggak ada paman elang, Kak Dirga melindungiku kok.”


“Tebakanmu memang benar, Devan. Mereka memberikan peluru sungguhan di senjata kita. Karena Isha sudah menunjukkan kekuatannya, kupikir kita harus berhati-hati. Mungkin saja kekuatan Isha ini menarik perhatian kapten Bima.” Ucap Dirga.

Lihat selengkapnya