Neophyte : The Destroyer Weapon

Quinceline
Chapter #31

30.Paman Michael

Disaat kita tidak berdaya dan tidak bisa melakukan apapun yang kita inginkan, hanya satu hal yang bisa kita lakukan yaitu berdoa. Hanya berharap kepada-Nya.


* * * * *


Rhea menatap keluar jendela. Di mana air-air hujan mulai mengetuk-ngetuk jendela dengan suara irama yang sama. Rhea bisa melihat langit sudah berubah gelap. Mereka sudah berkendara selama satu jam. Dan sekarang giliran Kak Dirga yang mengemudi.


Tapi Rhea tidak bisa berhenti memikirkan tentang Devan. Dia takut terjadi hal buruk pada pacarnya. Sebuah tangan menggenggam tangan Rhea. Membuat gadis itu menoleh. Dia bisa melihat tangan itu adalah tangan Dirga.


“Jangan cemas, Rhe. Pacarmu baik-baik saja. Kapten Bima enggak akan menyakitinya. Karena Kapten Bima masih membutuhkan kekuatan Devan. Dia seperti barang berharga yang akan dijaga dengan baik-baik.” Dirga berusaha menghibur gadis itu.


“Tetap saja aku merasa khawatir padanya, Kak. Apakah kita bisa menyelamatkan mereka, Kak?” tanya Rhea tidak percaya diri pada kemampuan mereka.


“Aku enggak bisa menjanjikan apapun. Tapi melihat kita bisa kabur dari kamp pengamanan, kita bisa menyelamatkan Devan dan yang lainnya.”


Rhea mengangguk-anggukkan kepalanya. Memahami ucapan Dirga. Lalu tatapannya tertuju pada Zura yang berbaring di belakang.


“Aku kasihan dengan Kak Zura. Pasti berat baginya mengetahui Arya berkhianat.”


“Posisi Arya juga sulit, Rhe. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama dengannya kalau aku berada di posisinya. Bahkan Arya sampai meminta maaf padaku.”


“Meminta maaf? Bagaimana caranya Kak Arya meminta maaf?” bingung Rhea.


“Saat aku mengintip keadaan di lantai bawah rumah Devan, Arya melihatku. Dia mengucapkan kata ‘maaf’ tanpa mengeluarkan suara.”


“Kak Arya pasti juga enggak mau melakukannya. Apalagi Kak Devan adalah sahabatnya sendiri.”


Dirga menganggukkan kepalanya. “Kamu benar.”


Zura membuka matanya. Dia sebenarnya sudah bangun dari tadi. Tapi dia memilih untuk memejamkan matanya sehingga dia bisa mendengar pembicaraan Dirga dan Rhea. Zura juga tidak mau percaya. Dia sangat mengenal pacarnya. Mendengar pacarnya berkhianat membuat Zura benar-benar sedih.


* * * * *


Devan perlahan mulai membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit dengan cahaya lampu putih yang sangat terang. Membuat Devan harus memicingkan matanya untuk beradaptasi dengan cahaya yang terang itu. Mengingat sebelumnya dia berusaha menyelamatkan Isha. Tapi seorang tentara berhasil menembakkan peluru bius sebelum Devan menyerangnya. Dia tidak menyangka Arya akan menyerahkan dirinya dan Isha kepada Bima.


Segera Devan menegakkan tubuhnya. Dia sudah berada di atas ranjang di dalam tabung kaca. Hampir sama dengan tempat Isha dikurung. Hanya saja tempat ini jauh lebih luas. Segera Devan turun dari ranjang dan berjalan menuju jendela kaca. Dia melihat beberapa orang berjas putih sedang sibuk dengan penelitian mereka. Laki-laki melihat sekelilingnya. Meskipun ada dinding kaca, tapi itu hanya sebagian. Sebagian lagi dinding berwarna gelap. Dirga menduga dinding itu yang menghubungkan satu tabung dengan tabung lainnya.


Kemudian tatapan Devan tertumbuk pada pintu kaca yang sama dengan pintu di tabung yang pernah mengurung Isha. Laki-laki itu pun menggerakkan tangannya untuk mengendalikan air. Namun tidak terjadi apapun. Dia melakukan hal yang sama. Tapi masih tidak bisa.


“Apa kamu mau menggerakkan air, Devan?”


Suara itu membuat Devan menegakkan tubuhnya. Tatapannya tertuju Bima yang berdiri di luar tabung yang mengurung Devan.


“Aku sudah menyingkirkan semua benda cair jauh-jauh darimu. Sehingga kamu tidak bisa mengendalikannya. Dan ternyata cara ini memang berhasil, bukan?”


Devan memukul kaca tabung itu dengan keras. Seolah ingin memberikan pukulan kepada Bima. Namun sayangnya kaca itu tidak pecah sehingga Devan tidak bisa melakukannya.


“Dimana Isha? Di mana kamu menyembunyikan adikku?” tanya Devan dengan tatapan tajam tertuju lurus pada Bima.


“Kami sedang mengujinya bersama dengan hewan-hewan.”


Devan memicingkan matanya. “Bersama dengan hewan-hewan? Maksudmu kebun binatang?”


Bima menganggukkan kepalanya. “Tepat sekali. Dia jauh lebih berguna karena lebih menurut padamu. Saat mengatakan aku akan membunuhmu, dia akan melakukan apapun yang kuinginkan.”


“BRENGSEK!” Devan lagi-lagi memukul kaca itu. “Adikku bukan hewan peliharaan yang akan melakukan apapun yang kamu inginkan.”

Lihat selengkapnya