Satu batang lidi mudah dipatahkan. Tapi jika kita menggabungkannya bersama-sama, maka aku sulit untuk dipatahkan.
* * * * *
Tubuh Devan terpental dan menabrak dinding dengan sangat keras. Tinjuan orang berjubah hitam itu sangat keras hingga perut Devan seperti nyaris bolong karena pukulan itu.
“Kak Devan.” Seru Rhea khawatir melihat Devan terpental.
Devan segera berdiri kemudian dia menggelengkan kepalanya. “Aku enggak apa-apa, Rhe. Hati-hati dengannya. Dia bukanlah lawan yang mudah.”
Rhea menganggukkan kepalanya dan kembali fokus pada musuh di hadapannya. Dia melihat Dirga menyemburkan api ke arah lawan mereka atau disebut ST-1. Api itu membakar jubah yang dikenakan oleh orang itu. Namun saat jubbah itu habis terbakar, Devan dan yang lainnya terkejut melihat apa yang terjadi berikutnya. Terlihat seorang laki-laki berdiri dengan seluruh tubuh diselimuti baja sebagai perisainya. Membuatnya terlihat seperti robot.
“Apa dia manusia?” tanya Rhea terkejut.
Dirga menggelengkan kepalanya. “Aku enggak yakin. Bahkan otaknya saja sudah bukan manusia lagi.”
“Siapapun dia, bukanlah lawan yang mudah. Dia mengenakan baja pelindung di seluruh tubuhnya. Pantas saja serangan kita enggak mempan sama sekali.” Devan mulai mengerti alasannya.
“Lalu apa yang harus kita lakukan, Kak?” tanya Rhea menoleh.
“Kerja sama. Kalau kita bisa bekerjasama dengan baik, kita bisa mengalahkannya. Dirga, apa kamu bisa menggunakan tinju apimu?” tanya Devan menatap Dirga.
Laki-laki itu mengepalkan tangannya yang diselimuti oleh api. “Tentu saja.”
“Baguslah. Pukul dia setelah aku menyerangnya.” Devan menggunakan tangannya untuk menarik air disekitarnya.
Segera air berkumpul di sekitar tubuh laki-laki baja itu. Membuatnya masuk dalam bola air raksasa. Terlihat ST-1 berusaha meronta untuk keluar. Tapi karena air tidak bisa didorong seperti benda padat, membuatnya kesulitan.
“Rhe, setrum dia?” Pinta Devan.
“Heh? Tapi apakah nanti aku akan melukai Kak Devan?” cemas Rhea.
Devan menggelengkan kepalanya. “Enggak. Kamu enggak akan menyakitiku. Aku bahkan enggak menyentuh air itu.”
Akhirnya Rhea menganggukkan kepalanya. Dia mengulurkan kedua tangannya untuk menyerang bola air raksasa itu dengan listrik di tangannya. Seketika tubuh manusia baja itu kejang-kejang. Karena air merupakan penghantar listrik yang baik sehingga seluruh tubuh laki-laki itu tersetrum.
“Sekarang, Dirga.” Perintah Devan menjatuhkan bola air raksasa itu ke lantai.
Segera Devan menghampiri ST-1 dan langsung melayangkan tinju api ke wajahnya. Dengan pukulan keras disertai api membara membuat baja itu perlahan meleleh. Tak mau kalah dengan Dirga, Devan dan Rhea, laki-laki menjerit kesal. Seketika dia menggunakan benda-benda besi disekitarnya untuk menghantap mereka. Kursi yang menghantam tubuh Rhea membuat gadis itu terjatuh ke lantai. Begitu juga dengan Devan dan Dirga.