Kesedihan ketika ada anggota keluarga yang melupakan kita. Bahkan tidak mengingat kita sama sekali.
* * * * *
“Kak Erlangga?” gumam Zura tidak percaya.
Dirga menoleh kea rah Zura. “Kamu mengenalnya?”’
“Erlangga adalah kakak Zura yang sudah lama menghilang.” Kali ini Arya yang menjelaskan.
“Kamu pasti bercanda. Kita akan melawan kakaknya Zura yang sudah lama menghilang?” Dirga menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Zura.” Panggil Devan yang mulai bangkit berdiri. “Meskipun tubuhnya adalah kakakmu, tapi otaknya sudah bukan kakakmu.”
Zura menoleh dan memicingkan matanya melihat ke arah Devan. “Apa maksudmu?”
“Kamu lihat matanya. Dia sama sekali enggak kenal kamu. Pasti mereka sudah melakukan sesuatu pada kakakmu sehingga bisa mengendalikannya.” Devan menunjuk ke mata Erlangga.
Zura menoleh dan mengamati apa yang dibicarakan oleh Devan. Gadis itu harus mengakui jika ucapan Devan memang benar. Kakaknya tidak lagi menatapnya dengan penuh kasih sayang serta senyuman mengembang di wajahnya. Erlangga justru menatapnya dengan sangat dingin seakan tidak pernah bertemu dengannya.
“Sangat kejam. Mereka benar-benar sangat kejam.” Air mata jatuh membasahi pipi Zura.
Arya meraih tangan pacarnya dan menggenggamnya. Memberikan kekuatan pada Zura menghadapi kenyataan pahit ini. Di saat gadis itu berhasil menemukan kakaknya, dia justru dihadapkan pada kenyataan di mana sang kakak sudah menjadi senjata musuh dengan otak yang sudah dicuci sehingga tidak mengenali Zura.
Devan menganggukkan kepalanya setuju dengan ucapan Zura. “Benar. Mereka sangat kejam. Maafkan aku harus mengatakan ini, Zura. Tapi kita harus mengalahkan kakakmu. Kamu harus menyerangnya, kalau enggak dia akan menyerangmu.”
Devan mengulurkan tangannya membantu Rhea untuk berdiri. Kemudian dia mengulurkan tangannya yang lain untuk membantu Dirga berdiri.
“Dia bukan lawan mudah. Tapi kita bisa menyerangnya bersama.” Ucap Devan penuh dengan keyakinan.
* * * * *
Isha menginjak gas mobil yang dikendarainya dengan kecepatan tinggi. Suara tembakan mengenai mobilnya. Dari kaca spion dia bisa melihat beberapa tentara mengejarnya termasuk kapten Bima. Isha harus segera bergegas menuju kebun binatang yang tidak jauh dari sana. Dia ingat benar rute menuju kebun binatang itu. Gadis itu beruntung karena Elang tidak menutup matanya saat membawanya menuju kebun binatang.
“Kapten, apa tidak masalah jika kita terus menembakinya? Bagaimana kalau gadis itu terluka?” tanya seorang tentara kepada Bima.
Bima menoleh menatap tentara itu dengan kesal. Akhirnya dia mengulurkan pistolnya dan menembak kepala tentara itu. Sehingga tubuh tentara itu terjatuh keluar dan berguling-guling di tanah.
“Siapa lagi yang ragu menembak gadis itu?” tanya Bima pada dua tentara yang duduk di hadapannya.