"Khawatir sering kali memberi bayangan besar pada hal kecil."
* * * * *
“Dik, bisakah kamu melepaskan tangannya? Aku harus segera mengoperasinya.” Pinta seorang pria berjas putih.
Saat ini Rhea terus menggenggam tangan Devan yang berbaring di atas ranjang rawat. Sejak pertarungan selesai, gadis itu sama sekali tidak mau melepaskan tangan Devan. Bahkan meskipun Dokter Noel memintanya berkali-kali.
Gadis itu menggelengkan kepalanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari Devan. “Enggak bisakah aku tetap berada di sampingnya, Dok? Kumohon! Aku hanya merasa tenang kalau bisa menggenggam tangannya.”
“Tapi kamu enggak akan kuat melihat tindakan operasi yang akan dilakukan pada laki-laki ini.” Noel menghela nafas berat.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahu sang dokter. Noel menoleh dan melihat Sofyan sudah berdiri di sampingnya.
“Biarkan gadis itu tetap berada di sampingnya.” Ucap Sofyan melihat ketulusan cinta Rhea untuk Devan.
“Tapi aku enggak yakin dia kuat melihat operasi yang akan dijalankan.” Ragu Noel.
“Siapa bilang dia tidak kuat, Noel. Dia bahkan jauh lebih kuat dari kita. Kalau saja bukan karena mereka, kita enggak akan bisa berdiri di sini dalam kondisi baik-baik saja.”
Tatapan Noel berakhir pada jasad Elang yang sudah ditutupi selimut putih bersama dengan jasad Erlangga. Akhirnya pria itu menghela nafas berat.
“Baiklah.”
Akhirnya pria berusia empat puluh lima tahun meminta beberapa perawat untuk memindahkan Devan menuju ruang khusus untuk operasi. Bahkan ketika para perawat mendorong ranjang yang membawa tubuh Devan, Rhea tetap mengikutinya tanpa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Devan.
Sofyan menghela nafas berat sembari melihat sekeliling. Tempat yang dibangunnya lima tahun yang lalu tampak sangat kacau. Pintu yang dihancurkan, rak rusak dan benda lainnya yang hancur. Namun dia merasa beruntung memiliki Devan dan teman-temannya. Mereka berhasil menghentikan Elang. Tatapan Sofyan beralih pada Arya yang saat ini sedang memeluk Zura yang masih menangis. Gadis itu masih kesulitan untuk melepaskan kepergian sang kakak. Sofyan merasa begitu sedih karena dalam kekacauan ini harus ada korban yang meninggal.