Ara hanya tak percaya bahwa ia berada satu kelas dengan tetangga-tetangga barunya. Roa, Kay, Daniel, Danny dan Vernon.
Menyenangkan, tentu saja!
Ara yang biasa berangkat dan pulang sekolah sendiri, sekarang tidak lagi. Mereka nyaris berangkat dan pulang bersama-sama. Padahal tidak janjian.
Dan lambat laun, persahabatan itu terjalin. Belum terlalu dekat, tapi cukup membuat Ara senang. Setelah hampir dua tahun ini ia merasa hidupnya sepi, tanpa teman, tanpa tetangga, tiba-tiba saja sekarang menjadi berwarna, ramai bak sebuah keluarga besar.
Perlahan Ara mulai hafal karakter tetangga-tetangga barunya itu meski tidak terlalu detail.
Ia tahu bahwa Kay dan Roa senantiasa menempel satu sama lain layaknya perangko. Di mana ada Kay, di situ ada Roa. Begitupula sebaliknya. Sikap perhatian di antara mereka begitu kentara. Sering Ara memergoki Roa menyuapi Kay ketika makan. Sering pula ia memergoki Kay menyentuh rambut Roa yang berjuntaian lalu menyelipkannya di belakang telinga. Sikap manisnya kebangetan. Bikin iri.
Daniel dan Danny lain lagi.
Ara menjuluki mereka sebagai duo anak TK. Yang mereka lakukan sepanjang hari adalah berdebat. Mendebatkan sesuatu yang tak penting sama sekali dan terkadang remeh temeh.
Semacam, siapa yang paling tampan, siapa yang paling seksi, siapa yang bangun paling siang, siapa yang mandi terlalu lama, siapa yang punya kebiasaan ngupil, siapa yang tidur sambil mendengkur, dan sebagainya. Dan setelah capek berdebat, mereka akan menertawakan tingkah mereka sendiri.
Mereka juga sering meminta Ara membuatkan kue kacang. Sekarang mereka resmi menjadi penggemar kue kacang buatan Ara. Mereka bilang kue itu mengingatkan pada ibu mereka yang tinggal di luar negeri. Dan rasanya pun persis sama dengan yang dibuat oleh Ara.
Apakah Ara merasa direpotkan? Tidak sama sekali.
Ara suka memasak. Dan membuat masakan untuk orang lain adalah suatu kebanggan tersendiri. Dulu ketika ibunya masih hidup, ia sering memasak kue bersamanya kemudian membagikan kue-kue tersebut kepada beberapa tetangga dan teman-teman ibunya.
Tapi setelah menjadi yatim piatu, aktivitas itu berhenti ia lakukan.
Dan sekarang, ketika ia menemukan alasan untuk melakukan aktivitas itu lagi, tentu ia senang bukan main.
Sementara Vernon ...
Well, seperti yang sudah ia duga sebelumnya, pemuda itu kelewat pendiam.
Pernah suatu hari Ara nyaris tak mendengar suaranya sama sekali. Ketika di kelas pun Vernon akan menyumpal telinganya dengan headset lalu asyik mengutak-atik ponsel. Terkesan bahwa ia tipe orang yang tak suka diganggu.
Ara jarang mengobrol dengannya. Sekalinya mencoba mengobrol, pemuda itu hanya akan menjawab dengan jawaban pendek-pendek. Dan ketika Ara mencoba berbicara lagi, pemuda itu akan membentak.
Terkadang Ara juga bingung.
Vernon memang kasar dan dingin. Tapi ia tahu bahwa pemuda itu bersikap perhatian padanya. Bahkan terkesan protektif.
Hampir setiap hari Vernon membelikannya sebotol minuman. Tidak banyak bicara, ia hanya akan meletakkan minuman tersebut di meja Ara sembari bilang, “Minumlah.”
Begitu saja.
Setiap naik bus baik berangkat maupun pulang sekolah, pemuda itu akan dengan sengaja mencarikan satu kursi kosong untuk Ara. Padahal sebelum bertemu dia, Ara sering naik bus dengan berdiri karena kursinya penuh, dan tak ada seorangpun yang bersedia memberinya tempat duduk.
Sekarang, walau Ara tak mendapat tempat duduk, Vernon akan dengan sukarela berdiri di belakangnya. Seolah berjaga-jaga bila bus berhenti mendadak, ia bisa memegangi bahu Ara agar gadis itu tidak terjungkal.
Pengalaman pribadi, sopir bus terkadang suka ngebut dan mengerem mendadak. Jika berada pada posisi berdiri, sudah tak bisa dihitung lagi berapa kali Ara jatuh terjerembab dan sering membuat keningnya benjol.
Vernon ...
Ah, sosok itu benar-benar membuatnya bingung.
***
“Ara, coba tebak. Siapa diantara aku dan Danny yang semalam tidur sambil ngiler?”
Pagi-pagi sekali, 5 menit sebelum bel masuk berdentang, Daniel berdusal dan duduk di samping Ara sembari menanyakan hal itu.
Danny tak mau kalah. Ia juga beranjak dan ikut berdusal duduk di samping Ara, di sisi yang satunya. Jadilah mereka duduk bertiga di kursi yang sama dan saling berhimpitan.
Ara memutar bola matanya dengan kesal, tapi tak mampu mengusir duo anak TK itu dari kursinya. Ia sempat mengaduh lirih ketika tubuhnya yang mungil diapit oleh 2 pemuda yang terus saja ribut.
“Kenapa kau ikut duduk di sini? Kembalilah ke kursimu.” Daniel berjengit ke arah Danny.
Danny melotot.
“Kau juga kenapa duduk di sini? Kembalilah ke kursimu.” Ia membalas.
“Aku sedang berdiskusi dengan Ara,” jawab Daniel.
“Aku juga ingin berdiskusi dengannya.” Danny tak mau kalah. Dan dalam waktu yang singkat, mereka kembali berdebat tentang siapa yang harus di sebelah Ara dan siapa yang harus kembali ke tempat duduknya semula.
Tak puas berdebat, mereka mulai adu kekuatan. Daniel beringsut dan mendorong pinggulnya ke arah Ara hingga mau tak mau, tubuhnya terdorong dan menubruk Danny hingga pemuda itu jatuh dari kursi.
Tak mau kalah, Danny pun melakukan hal yang sama. Ia bangkit lalu mencoba kembali duduk di samping Ara, dan kali ini dialah yang mendorong pinggulnya hingga Daniel yang terjatuh.
“Hentikan!” Ara berteriak.
Tapi duo anak TK itu tak menggubris. Mereka terus saja bertingkah kekanak-kanakan.
Daniel bersungut-sungut dan kembali berdusal di kursi Ara.
“Aku lebih tua darimu. Jadi bersikaplah lebih sopan padaku.” Pemuda jangkung itu melotot ke arah Danny. Dan Ia menyipitkan matanya dengan kesal.
“Kita hanya selisih 2 menit. Jadi bisa dikatakan bahwa kita lahir bersamaan. Tidak ada Kakak dan Adik,” jawabnya.
Daniel mencibir.
“Kenyataannya aku keluar dari rahim ibu terlebih dahulu, walau hanya selang 2 menit. Itu artinya, aku lebih tua.”
“Aku takkan memanggilmu Kakak.” Danny menggerutu.
Dan kali ini mereka mendebatkan siapa yang keluar dari rahim terlebih dahulu. Betapa___
Ara mengernyit. Tunggu, mereka tadi bilang apa? Keluar dari rahim yang sama? Apa itu berarti ....
Ara menatap ke arah Daniel dan Danny bersamaan, bingung.
“Kalian keluar dari rahim yang sama? Maksudnya___,”
“Mereka kembar.” Vernon menyahut dari bangkunya – bangku yang berada di deret samping Ara - tanpa melihat ke arah gadis itu. Pemuda itu tidak mengenakan headset di telinga, tapi tangannya asyik mengutak-atik smartphone kesayangannya.
“Apa?!” Ara nyaris berteriak, lalu kembali menatap Daniel dan Danny secara bergantian.
“Kalian___ kembar?” Ia mendesis tak percaya.
Daniel dan Danny mengangguk bersamaan. Ara tercengang.
“Tapi ... kalian ... tidak mirip,” gumamnya.
“Kami memang bukan kembar identik.” Dan mereka menjawab hampir bersamaan.
Ara melirik ke arah Vernon. Mencoba mencari penegasan.
Seperti punya telepati, pemuda itu menoleh dan menatap ke arah Ara sekilas. “Ya, mereka kembar,” jawabnya. Seolah ia tahu gejolak pertanyaan yang ada di benak Ara.
Merasa tidak puas dengan jawaban pemuda itu, kali ini Ara memutar badan dan menatap ke arah Kay dan Roa yang duduk bersebelahan di pojok. Dua sosok itu juga menatap balik ke arah Ara.
“Jadi ... benar mereka kembar?” Ara kembali bertanya. Mereka mengangguk lembut.
“Kami memang kembar, Ara. Tapi tidak identik.”
Kalimat Daniel membuat Ara menoleh kembali ke arahnya. “Dan jelas aku lebih ganteng darinya,” lanjut pemuda itu.
“Tapi aku lebih seksi,” sahut Danny.
“Dan aku lebih tinggi.”
“Tapi aku lebih memikat.”
“Tubuhku lebih bagus darimu.” Daniel terus ngoceh.
“Tapi kulitku lebih putih darimu.” Danny membalas.
“Aku lebih putih, kampret!” Daniel langsung meradang.
"Apa mereka juga saudara kembar?” Pertanyaan Ara sukses menghentikan perdebatan di antara mereka. Gadis itu menunjuk ke arah Kay dan Roa yang tengah asyik mengobrol dengan intens.
“Sebetulnya mereka bukan saudara. Mereka sepasang kekasih.” Daniel menyahut.
Ara manggut-manggut. Oh, pantas...
**
Bel istirahat kedua berdentang. Windy, salah satu gadis yang paling disegani, putri tunggal dari pemilik yayasan sekolah, meneriakkan nama Ara.
“Ara, tolong belikan minuman ya,” ucapnya. Ara menoleh ke arah gadis cantik tersebut.
“Oke,” jawabnya tanpa ragu seraya bangkit dan bergerak menuju bangku Windy. Gadis itu mengambil uang dari tasnya lalu menyodorkannya ke arah Ara. “Kau bisa mengambil kembaliannya,” ucapnya lagi.