Sial, listrik padam.
Aku juga lupa mematikan keran air di toilet. Jadilah ia meluap, dan menjatuhkan benda-benda yang kuletakkan di pinggiran bak mandi. Kau mengerti bukan, bagaimana rasanya.
Aku berlari seperti orang bodoh.
Gelap. Mataku hanya bisa menangkap sedikit cahaya dari lubang di bawah pintu. Ya cahaya itu datang dari luar rumah. Lampu penerangan jalan.
Baru tiga atau empat langkah pendek yang aku berhasil lalui.
Dugh, Bruakkk!!!
Sial !!!
Kepalaku menabrak lemari, di mana di atasnya terdapat tumpukan buku-buku. Berserakanlah mereka kini.
Aku menghela nafas panjang.
Sial, apa ini juga ulah si pengirim pesan misterius itu ?
Aku berhasil bangun, dan berjalan dengan beringsut hingga ke toilet. Sambil meraba-raba, aku berhasil menemukan keran air dan langsung menutupnya.
Tak peduli betapa berantakan barang-barang di toilet yang juga kamar mandiku ini sekarang. Aku hanya ingin keluar dan menghirup udara segar.
Aku melangkah pendek-pendek, dengan yakin.
Kreek !!!
Apalagi ? Tuhan ?!!
Aku memaki, kali ini tidak hanya dalam hati. Ujung kaus yang kupakai, tersangkut di gagang pintu.
Ngiiiiiing…. Tingtung …
Byaar!!! Tiba-tiba cahaya memenuhi ruangan. Kegelapan pergi dengan sangat cepat, hingga mataku terasa silau.
Kau harus tahu, bahwa pengalaman malam ini benar-benar menjengkelkan. Kaget yang terjadi secara terus menerus, hampir saja menggerus rasa keberanianku.
Kutengok kausku. Astaga. Benar. Ia sobek, sekurang-kurangnya 20 centimeter.
////////////
Aku sudah tenang. Kamar ku sudah terang. Kopiku ganti dengan yang baru. Oiya, tapi keadaan toilet masih berantakan. Biar saja. Aku hanya harus segera memastikan, apakah semua ini ada kaitannya dengan si pengirim email.
Tak sabar rasanya, ketika komputer dengan layar 24 inch itu menampilkan proses pemuatan (loading).
Ting tung.
Proses pemuatan berhasil. Aku segera menyambungkan ke layanan internet yang sempat terputus. Segera kubuka email tadi.
Isinya sama. Persis seperti yang sudah aku buka sebelumnya.
Walaupun ada perasaan ragu, dan skeptis yang memenuhi kepala. Tapi rasa penasaran ternyata lebih mendominasi pikiranku. Demi memuaskannya, aku seperti tersihir dan menggerakkan jemari untuk membalas pesan itu.