Nestapa Dewo

Keefe R.D
Chapter #28

Bab 27. Akhir Kisah

Menuju persiapan hari pernikahan, Samara masih aktif mengurus bisnis di Sendang Laras. Terkadang ia juga meneruskan hobi fotografi dan menulis. Ia mulai belajar jadi penulis seperti Nathan. Ia ingin mencoba menuliskan tentang obyek wisata di Kota Solo.

Karena hanya kegiatan sampingan, Samara belum terlalu serius menjalaninya. Saat itu fokus utamanya adalah mengurus bisnis milik mendiang ibunya. Cabang Galeri Batilar di sebelah toko ibunya mulai banyak kedatangan peminat. Terkadang turis asing yang datang melihat-lihat. Ada juga wisatawan dari luar kota yang tertarik.

Sebagian lukisan mendiang Renata laku terjual di awal tahun. Nathan sangat gembira saat mendengar kabar tersebut. Hasil penjualannya sebagian diberikan pada Bude Tresno. Beliau satu-satunya orang yang berjasa merawat Renata setelah ibunya meninggal. Dan sebagian penghasilannya juga ada yang disumbangkan ke rumah yatim piatu.

Kesehariannya berjalan tenang dan biasa. Tiada lagi hari-hari suram dan mimpi buruk. Rasanya sudah lama sekali Samara mendambakan kehidupan yang normal. Ia sangat bersyukur dengan kehidupan yang ia jalani saat ini.

Hari pernikahannya dengan Suseno diadakan pada awal Febuari 2024. Acaranya dilangsungkan di gedung tengah kota. Hari itu, Samara tak mau melibatkan keluarga keraton untuk ikut mengurus pernikahannya.

Hubungannya dengan para sentono masih belum akur. Bahkan masih banyak yang suka mencibirnya dari belakang. Saat itu alasannya hanya satu; akibat ia menolak ikut tradisi seperti para nenek moyang. Mengingat Samara masih cucu raja, aturan baku di keraton seharusnya diterapkan. Tentunya tradisi orang ningrat berbeda dengan orang biasa. Banyak aturan dan tata krama yang harus dijalani. Namun Samara lebih memilih untuk menikah dengan cara yang sederhana saja.

Malah pesta pernikahannya tergolong biasa saja. Karena memang permintaan Samara sendiri. Ia tak mau berlebihan. Ia tak begitu suka suasana yang terlalu ramai. Acara pesta pun diadakan kecil-kecilan pada hari yang bahagia itu. Yang terpenting, nuansa kekeluargaan tetap terasa. Untungnya, pihak keluarga Santoso menyetujui pemintaannya itu. Pernikahan pun berjalan lancar damai.

Namun tak bisa dipungkiri, status Samara sudah resmi tercatat dalam silsilah kebangsawanan sebagai trah Kusuma Wijaya. Maka para sentono dari berbagai trah keluarga tetap ikut hadir memeriahkan acara. Orang-orang ningrat itu tetap memberikan penghormatan karena ia masih bersaudara dengan mereka semua.

Banyak wajah yang justru tak dikenali Samara pada hari pernikahannya. Ia sendiri jarang bergaul dengan saudara-saudara ibunya. Bahkan baru sebagian saja yang ia kenal dari trah keluarga ibunya. Semua saudara ibunya ikut datang. Termasuk sepupunya yang bernama Sulastri. Gadis ningrat itu datang bersama ibu dan ayahnya.

Dari trah Diningrat ada yang ikut hadir, seperti Ndoro Sekar Kencana. Abdi dalem pribadinya tak ikut. Kabarnya sejak terkena penyakit kulit sudah tak bisa ikut mengabdi di keraton. Sedangkan Sera, yaitu sepupu jauhnya yang ada di Bali tak hadir walau sudah diundang. Mungkin gadis penari itu berhalangan hadir. Atau mungkin karena tak menyukai Samara sejak awal. Apa pun alasannya, Samara tak merasa perlu mempermasalahkannya.

Saudara-saudara dari pihak ayahnya juga ikut datang. Keluarga Bung Pierre Utomo tak banyak. Tapi mereka lebih ramah daripada keluarga ningrat.

 Ada juga anak cucunya mendiang Mbok Karsiyem yang datang. Bahkan beberapa tetangga si mbok dari Desa Karanganyar ikut hadir. Samara lebih bersemangat menyapa mereka dibanding keluarga ningrat. Bahkan ia mempersilahkan mereka untuk mengambil banyak souvenir dan menyantap berbagai hidangan di meja.

Rasa-rasanya ia tahu siapa yang tulus datang mengucapkan selamat padanya. Dan siapa yang sekedar datang untuk menjaga hubungan formalitas. Firasat batinnya jarang salah semenjak ilmu Kembang Sukmo tertanam sempurna dalam sukmanya. Perjalanan hidup beberapa tahun belakangan telah membuatnya banyak belajar tentang sifat manusia.

Usai acara salam-salaman, Mbok Miyem memeluknya sambil menangis. Samara menepuk-nepuk bahunya, menenangkan si Mbok yang terus terisak.

“Alhamdullilah, nggih, Ndoro. Akhirnya sudah resmi jadi seorang istri dari dokter tampan,” ucapnya. “Si Mbok ikut senang banget pokoknya!”

Suseno yang ikut mendengar ucapan si Mbok, langsung ikut mengelus pundaknya.

Si Mbok masih berceloteh sambil mengelap hidungnya yang ingusan dengan tissue, “Si Mbok gemeteran loh ini. Dari tadi gugup banget.”

Lihat selengkapnya