NESTAPA DI PUBER KEDUA

Rindiyati mei cayo
Chapter #4

Luka yang terelakan

Andra mulai merasa diburu waktu. Setiap langkahnya terasa seperti menyeberang di atas tali rapuh. Ia ingin menghentikan semuanya, tapi keterikatan dengan Wina justru semakin dalam.

Wina tidak pernah meminta Andra untuk memilih. Ia tidak menuntut, tidak memaksa. Ia hanya hadir, menjadi ruang aman ketika rumah tak lagi memberi kehangatan. Justru sikap itulah yang membuat Andra semakin sulit melepaskan.

Sementara Dira, diam-diam mengawasi. Setiap gerak-gerik Andra, setiap alasan yang terdengar terlalu mudah ditebak, mulai ia catat dalam hatinya.

Namun Dira memilih bersabar. Ia menunggu Andra jujur dengan sendirinya.

Hari itu, Dira sengaja mengajak Andra makan malam di luar. Sudah lama mereka tidak berbicara berdua, tanpa gangguan anak-anak.

Di sebuah restoran sederhana, mereka duduk berhadapan. Dira menatap suaminya lama, mencoba mencari celah untuk membuka percakapan yang sudah terlalu lama mengendap.

“Andra, aku cuma mau kita ngobrol. Kayak dulu.”

Andra tersenyum kecil. “Ngobrol? Kita kan tiap hari ngobrol.”

“Bukan. Ngobrol yang… aku sama kamu. Bukan soal anak, bukan soal belanja.”

Andra menunduk. Ada rasa bersalah yang menyesakkan di dadanya.

“Aku kangen kamu yang dulu,” lanjut Dira, suaranya pelan.

Andra menggigit bibirnya. “Aku juga kangen kamu yang dulu. Tapi… mungkin kita sudah terlalu sibuk jadi orang tua. Kita lupa gimana caranya jadi pasangan.”

Dira tersenyum tipis, menahan perih. “Kalau kamu lelah, kamu boleh cerita. Jangan cari pelarian ke tempat yang lain.”

Kalimat itu menusuk jantung Andra.

Ia tahu, Dira sudah tahu.

Andra memandang istrinya. Ada banyak kata yang ingin ia ucapkan. Tapi keberaniannya menguap begitu saja.

“Aku cuma butuh ruang, Dir. Kadang aku ngerasa… aku nggak ada tempat buat cerita.”

Lihat selengkapnya