NESTAPA DI PUBER KEDUA

Rindiyati mei cayo
Chapter #13

Rumah yang Tak Pernah Ada

Andra duduk di bawah pohon besar di sisi taman kota. Di tangannya ada sebungkus roti sobek yang ia simpan dari kemarin sore. Sudah agak kering, tapi ia tetap memakannya perlahan.

Hari itu, langit mendung menggantung. Awan abu-abu menyelimuti kota seperti selimut duka yang enggan diangkat. Tapi anehnya, hari itu Andra merasa tenang. Ada sesuatu di dadanya yang berbeda.

Untuk pertama kalinya sejak berminggu-minggu, ia merasa… damai.

Ia bersandar, menutup mata. Angin berembus pelan. Dan dalam hitungan detik, ia tak lagi berada di taman.

---

Kini, ia berdiri di depan rumah yang dulu pernah ia tinggali. Pagar cokelat tua, jendela dengan tirai putih, dan suara anak-anak dari dalam.

“Aira! Jangan lari-lari!” suara Dira terdengar nyaring.

Andra menatap kedua tangannya sendiri. Bersih. Kukunya rapi. Ia masih mengenakan kemeja kerja biru muda, jam tangan di pergelangan. Ia bahkan bisa mencium aroma parfum lamanya.

Langkahnya mendekat ke pintu.

“Assalamualaikum…”

Pintu terbuka.

Aira berlari menghampiri. “Ayah pulang! Ayah pulang!”

Andra berlutut, menangkap anak itu dalam pelukannya.

“Sayang… ayah kangen sekali…”

Arvan muncul, tersenyum malu. “Ayah beli mainan?”

“Beli dong,” jawab Andra sambil tertawa. “Dinosaurus kesukaan Arvan.”

Dira berjalan dari dapur, mengenakan daster biru. Matanya menatap Andra, kali ini tanpa amarah.

“Capek ya? Udah mandi dulu sana, aku siapin teh…”

Andra nyaris menangis. Ia masuk, melepas sepatu. Di meja makan, ada nasi hangat. Di dinding, foto keluarga mereka tergantung rapi.

Semua terasa nyata.

Semua terasa utuh.

Lihat selengkapnya