NESTAPA DI PUBER KEDUA

Rindiyati mei cayo
Chapter #16

Lelaki tanpa Nama

Cahaya matahari menyelinap lewat sela tirai ruang perawatan. Udara pagi itu terasa lembab, dan mesin infus masih berbunyi pelan seperti denting waktu yang lambat.

Andra membuka matanya perlahan.


Pandangan pertamanya buram. Tapi kali ini berbeda—lebih sadar.


Ia mengedarkan pandangan, melihat langit-langit putih rumah sakit, suara langkah perawat di lorong, dan bau alkohol medis yang tajam.


“Di mana aku…?” bisiknya.


Tangannya menyentuh perban di kepalanya. Luka di pelipisnya terasa nyeri. Ia menggeliat pelan, mencoba duduk, tapi tubuhnya lemas.


Beberapa detik kemudian, tirai terbuka. Rani masuk, membawa bubur hangat dan sebotol air mineral. Wajahnya lega saat melihat mata Andra terbuka sepenuhnya.


“Bapak… akhirnya sadar juga,” ucapnya dengan senyum kecil.


Andra hanya menatap tanpa ekspresi. Pandangannya kosong. Seperti melihat orang asing.


“Bapak ingat saya?”


Andra menunduk. Ia mencoba mengingat. Wajah itu… suara itu… tak satu pun terasa akrab.


“Aku… siapa?”


Pertanyaan itu jatuh begitu saja. Rani terdiam. Matanya membesar.


“Bapak… gak inget nama sendiri?”


Andra menggeleng pelan. “Aku… kenapa aku di sini?”


Rani mendekat, menaruh nampan di meja. “Bapak jatuh. Hampir ketabrak mobil. Saya nolongin…”


Andra menatap tangannya sendiri. Jemari kurus. Urat menonjol. Tapi tidak ada satu pun tanda yang membantunya mengingat siapa dia.


“Nama aku siapa?”


Rani menarik kursi. Duduk di sisinya. “Bapak gak bawa KTP. Di tubuh Bapak nggak ada satu pun identitas. HP juga nggak ada.”

Lihat selengkapnya