Karena Mila tak mengajukan pertanyaan apa-apa setelah Dokter Andre menjelaskan, maka ia segera menyudahi sesi pemeriksaan Mila. Bagaimana bisa Mila menggunakan otaknya untuk berpikir di saat seperti ini. Semua beban yang mengimpitnya terasa sangat berat untuk ditanggungnya. Mila hanya mengangguk dan berterima kasih pada Dokter Andre, meski sebenarnya tak tahu, ia berterima kasih untuk apa. Setelah itu, Mila menuruti suster yang menjadi asisten Dokter Andre, menuntunnya keluar dari ruang periksa.
“Ibu Mila silakan ke ruang tunggu lagi ya, sebentar saja kok. Kita siapin berkas-berkasnya untuk pemeriksaan selanjutnya.” Suster itu melihat lagi berkas Mila yang dibawanya. “Karena Dokter Andre nggak ngasih resep, jadi setelah berkasnya selesai, Ibu Mila bisa langsung pulang.”
Sebagai upaya untuk mengapresiasi suster itu, Mila mengangguk dengan tatapan sekosong jiwanya yang hancur. Setibanya di ruang tunggu, Mila memilih duduk di ruang tunggu, tepat di depan bilik pengambilan obat. Semua kilatan peristiwa yang menimpanya beberapa bulan ini, segera terlintas di benaknya.
Berapa tangga lagi yang harus menimpaku, Tuhan? Apa yang harus kulakukan untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terus beranak pinak ini?
Mila mengusap wajahnya dengan keras. Ia merasa frustrasi dengan takdir buruk yang berkali-kali menimpanya. Bukankah dalam kitab suci dijelaskan bahwa ujian yang hadir pada manusia, sudah satu paket dengan jalan keluarnya? Mengapa yang Mila rasakan justru sebaliknya? Permasalahan justru semakin datang bertubi-tubi di hidupnya.
Mila merasa tak mungkin bisa menjalani dua hal yang berat bersamaan. Ia benar-benar bingung memilih antara berjuang untuk bisa lepas dari suaminya, sementara kesehatannya yang jadi taruhan. Atau pilihan kedua mundur dari proses perceraian supaya bisa fokus terlebih dahulu pada pengobatannya. Namun jika ia memilih pilihan kedua, ia harus rela menjalani hidup seperti di neraka dengan tetap di samping suaminya.
Di tengah riuh yang saling tumpang tindih dalam pikirannya, Mila dikejutkan dengan sesama pasien di ruang tunggu yang menepuk pundaknya. Mila refleks menoleh ke arah seseorang yang membuatnya tersadar kembali ke realitas saat ini. Alis Mila terangkat, tanda ingin tahu apa motif dari orang itu. Sepertinya wanita yang Mila taksir seusianya dengannya itu, mengerti arti gerakan alis Mila. Karena setelah itu, wanita itu memberi tahu Mila bahwa suster sedang memanggil pasien dengan nama Mila Safitri.
“Nama Ibu, Mila Safitri?” tanya wanita dengan senyum cerah itu.
Mila hanya mengangguk samar. Setelah vonis penyakit yang dideritanya,
“Dipanggil suster, Bu, silakan langsung ke konter depan, di samping konter pendaftaran.”
Sepertinya Ibu itu hanya pengantar.
Mila membatin sembari melangkah menuju konter yang dimaksud. Mila berpikir seperti itu karena ia tak menemukan setitik pun kesedihan dan nelangsa, pada ekspresi wanita yang menyenggolnya tadi.
Kesadaran Mila kini telah kembali. Kini Mila bisa mendengarkan penjelasan suster. Mila bahkan mencatat jadwal pengobatannya selanjutnya di ponselnya supaya tak terlewat. Namun gerakan Mila mencatat seketika terhenti saat suster menyebutkan kata operasi.
“Operasi, Sus?” tanya Mila memastikan.
Suster yang menjelaskan ikut bingung karena pertanyaan yang diajukan Mila. Ia menggaruk dahinya dan mengerutkan sedikit alisnya. “Iya, Bu, operasi. Tadi kan di dalam sudah dijelaskan sama Dokter Andre,”
“Bagaimana, Sus, bisa tolong bantu ulangi penjelasan Dokter Andre? Tadi saya pusing banget di dalam, jadi nggak kedengaran apa-apa.” Mila memilih jujur pada suster itu, karena terlalu sulit mencari alasan lain yang masuk akal.
“Oh begitu. Baik, Bu, akan saya rangkumkan dari rekam medis yang ditulis Dokter Andre, ya.”
Dengan telaten, suster bertubuh sedikit berisi itu lalu menjelaskan karena masih stadium awal, jadi Mila hanya perlu kontrol sambil menunggu antrean untuk operasi.
“Operasi yang disarankan oleh Dokter Andre biasanya sih pengangkatan seluruhnya, Bu. Namun Dokter Andre nggak menutup ruang diskusi jika pasien kurang berkenan jika dilakukan pengangkatan seluruhnya.”
Mila menyimpulkan kembali penjelasan suster, supaya tak terjadi kesalahpahaman. “Pengangkatan seluruhnya maksudnya, Sus?”