Nestapa Mila

Ana Widyaningrum
Chapter #9

TERBUKANYA SEBUAH KESEMPATAN BARU

Setelah makan malam bersama Kania, dan membersihkan meja, Mila kembali ke kamarnya. Ia melihat ponselnya yang sering bergetar. Pesan dari grup pink ribbon yang baru saja dimasukinya atas undangan dari Vina, seakan tak berhenti. Mila pun juga rutin membaca satu per satu pesan yang penting di grup itu. Seperti pesan yang baru saja masuk ini contohnya. Salah satu pasien ada yang bercerita tentang pengalamannya yang berobat jalan di klinik paru-paru setelah melakukan kemoterapi sebanyak enam kali.

Kondisinya hampir mirip sepertinya yang sering tersiksa karena sesak napas. Hanya saja yang membedakan adalah pasien yang menceritakan pengalamannya itu sudah dioperasi, sedangkan Mila belum. Namun Mila tetap mempelajari bagaimana cara penanganan yang dilakukan oleh pasien itu ketika sesak napasnya tiba-tiba menyapa.

Mila lalu merebahkan punggungnya. Ia lalu mengubah posisinya menghadap tembok. Dengan ponsel tetap di genggamannya, Mila kemudian membaca pesan baru tentang undangan menjenguk salah satu pasien yang baru melakukan operasi pengangkatan. Dalam keadaan sadar sepenuhnya, Mila lalu mengetik jawaban di grup itu, sedikit terlalu cepat. Ia berkata bahwa besok akan ikut serta untuk menjenguk pasien tersebut. Jawaban Mila sontak segera direspons oleh Vina. Ia mengutip pesan Mila dan membalas terima kasih karena telah merespons dengan cepat.

Mila tertawa membaca pesan itu. Ia baru menyadari bahwa jawaban yang dikirimnya memang terlalu cepat. Hanya jeda satu menit dari pesan undangan yang dikirim oleh Vina. Namun Mila tak peduli. Bukankah semakin banyak anggota yang ikut menjenguk, Vina semakin senang.

Malam ini, untuk pertama kalinya sejak ia menikah dengan Agus, Mila bisa merasakan tidur nyenyak. Ia tak sabar untuk bertemu dengan teman-teman barunya esok hari. 

***

Esoknya, setelah Kania berangkat sekolah, Mila segera bersiap untuk menuju ke rumah sakit. Ini adalah agenda pertamanya sebagai anggota pink ribbon, jadi sebisa mungkin ia tak boleh terlambat. Mila sudah lama tak merasa bersemangat seperti ini. Sepertinya, kehidupan pernikahannya dengan Agus, secara tak sadar membuat Mila terbelenggu.

Sebelum mandi, Mila memilih pakaian terbaik miliknya. Ia bahkan bersenandung saat melangkah menuju kamar mandi. Selangkah lagi Mila sudah masuk ke kamar mandi. Namun langkahnya terhenti saat suara yang telah terekam di alam bawah sadarnya, tiba-tiba menggedor paksa gendang telinganya. Sontak, Mila merasa kembali terseret ke dalam neraka.

“Aku baru tahu kalau kamu biasa nyanyi-nyanyi gini,” ucap Agus sembari menutup pintu. “Kayaknya kamu malah bahagia ya tanpa aku?” Agus bertanya retoris.

Mila mengembuskan napas panjang. Ingin rasanya ia menggunakan handuk yang tersampir di bahunya, untuk menyumpal mulut Agus, yang baru disadarinya ternyata sangat pedas.

“Kamu ingat juga ternyata pulang ke rumah,” balas Mila tak kalah pedas. “Bagaimana pekerjaanmu di luar kota? Mana baju kotor yang harus aku cucikan.”

Mila lalu pura-pura mengingat sesuatu. “Oh iya, aku lupa. Bajumu kan sudah dicuci di rumah satunya,” ucap Mila sembari menutup mulutnya.

Agus terlihat geram dengan sindiran Mila. Ia tampak berusaha untuk tidak terpancing emosi. “Aku nggak nyangka, kamu ternyata sepintar bicara ini, Mil. Lebih baik kamu gunakan kepintaran bicaramu itu untuk bekerja. Karena kamu harus mengembalikan uang yang pernah mau aku kasih ke kamu.”

Mila merasa terjepit karena ternyata suaminya telah mengetahui bahwa uang yang diberikan Agus untuk menyogoknya, diam-diam disimpan di dalam rekening pribadinya. Namun ia berusaha untuk mengatur ekspresinya setenang mungkin. Karena terlanjur menjadi jahat, dengan sedikit gemetar, Mila akhirnya mengancam Agus. Menurut Mila, hanya ini yang bisa membuat Agus bungkam.

“Kamu mau aku viralkan tentang kebusukanmu ini, supaya karier yang sudah susah kamu bangun selama ini hancur begitu saja?”

Mendapat ancaman telak seperti itu, Agus seketika diam. “Dasar licik!” teriak Agus. “Menyesal aku menghabiskan waktu dengan wanita licik macam kamu!” Agus lalu mengeluarkan segala macam umpatan yang ia tahu.

Mila memejamkan mata saat mendengar suara pintu dibanting. Tak lama setelah itu, suara deru mobil Agus juga menyusul. Suara itu membawa serta kesadaran Mila yang mengharuskannya segera melakukan tindakan, apa pun itu. Karena Mila yakin, cepat atau lambat, Agus pasti kembali dengan skenario yang lain.

Mulai sekarang dia benar-benar mengibarkan bendera perang. Sah-sah saja kalau dia nggak ingin tahu tentang keadaanku sama sekali, karena dia memang terlihat sangat membenciku. Tapi bukannya keterlaluan kalau dia bahkan nggak bertanya bagaimana keaadan anaknya? Satu kalimat pun nggak ada nama Kania disebut.

Mila merasa nelangsa. Cita-citanya untuk membuat Kania tak merasakan apa yang sejak dulu ia rasakan, kini sirna.

Tuhan, tolong bantu aku untuk menemukan jalan keluar dari semua masalah ini.

Lihat selengkapnya