Ambar sangat syok mendengar fakta tentang Mila. Ia bahkan terlihat hampir menangis. Mata Ambar berkaca-kaca. Ia tampak berusaha keras untuk tidak menumpahkan air matanya. Vina yang merasa bersalah, segera menghibur Ambar. Mila tersentuh dibuatnya, ia lalu memeluk Ambar dan berkata bahwa semuanya pasti baik-baik saja.
“Pantas saja Bu Mila beberapa waktu ini jarang belanja lagi. Ternyata ...” Ambar sudah tak kuat lagi membendung air matanya. Pertahanannya jebol, seiring dengan fakta tentang pembeli kesayangannya yang mengidap penyakit yang sama dengannya.
Mila dan Vina semakin bingung dibuatnya. Tangisan Ambar bahkan mengundang perhatian dari semua pengurus pink ribbon yang berkumpul di sana. Lita yang sejak tadi sibuk berkoordinasi dengan pengurus yang lain pun mendatangi mereka.
“Kenapa?” tanya Lita pada Vina. Napasnya sedikit tersengal, dan dahinya dipenuhi keringat. Tampaknya ia terlalu lelah dengan pekerjaannya.
Vina kemudian menjelaskan pada Lita bahwa Ambar dan Mila sudah saling kenal. “Pas tahu kalau ternyata Bu Mila juga salah satu pasien kanker, eh Bu Ambar nangis kayak begini.”
Lita mengangguk, karena setelah mengerti duduk perkaranya. Ia lalu memberikan botol minum baru yang dipegangnya pada Ambar. “Hmm, Bu Ambar, tenang, ya. Ini minum dulu.”
Vina tampak lega karena setelah melihat Ambar meminum air kemasan yang diberi oleh Lita. Setidaknya kini isaknya menjadi sedikit berkurang.
“Saya nggak apa-apa, Bu. Ibu sendiri sekarang kan sudah sembuh, bisa jualan lagi, bisa beraktivitas lagi. Nanti setelah rutin menjalani pengobatan, saya juga bisa sembuh kayak Ibu,” jelas Mila.
Mendengar penjelasan itu, tangisan Ambar jadi lebih mereda.
“Tapi saya itu nggak tega sama Bu Mila. Proses pengobatan yang harus dilewati oleh pasien penyakit kanker itu benar-benar panjang dan menyakitkan.”
“Nggak ada sakit yang enak, Bu Ambar,” timpal Lita dengan sedikit gemas. “Kita doakan saja supaya Bu Mila dan semua pasien Dokter Andre bisa sembuh dari segala macam penyakit.
“Bu Lita benar, Bu Ambar. Makanya saya membuat organisasi pink ribbon ini. Salah satu alasannya ya supaya semua pasien Dokter Andre semangat dalam menjalani proses pengobatannya masing-masing,” jelas Vina sabar. “Selain itu, kalau kita hadapi semuanya prosesnya bareng-bareng seperti ini, kan jadi terasa ringan dibanding menghadapi semua sendirian.”
Mila yang sejak dulu selalu nyaman melakukan aktivitas apa pun sendirian, kini merasa setuju dengan pernyataan Vina. Ia tak bisa membayangkan bagaimana sulitnya melewati semua proses pengobatan yang akan ia jalani ke depan tanpa informasi yang sangat berguna dari teman-temannya.
“Lagian kan Bu Ambar juga sekarang sudah sembuh, bukannya berdoa biar Bu Mila juga bisa mengikuti jejak Ibu, eh malah jadi nakut-nakutin Bu Mila,” sembur Lita tak kenal ampun.
Mila terkejut melihat Lita benar-benar marah pada Ambar.
Dengan ekspresi kaget, Ambar bangkit dari duduknya. Tak lupa ia juga membuat gerakan dua jari. “Sumpah, Bu Lita, saya nggak ada niatan untuk nakut-nakutin Bu Mila. Saya seratus persen sedih saja dengan nasib Bu Mila. Karena beliau ini orang baik, kalau belanja di saya itu nominalnya selalu banyak.”
Vina lalu melerai Lita dan Ambar. “Sudah, Bu Lita. Masalahnya sudah selesai, nggak perlu diperpanjang lagi. Bu Ambar juga sudah tenang sekarang.”
“Ya sudah saya kembali ngecek ke sana dulu, ya, Bu.” Lita kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga.
Sepeninggal Lita, Vina kemudian menjelaskan bahwa mungkin Lita terbawa emosi karena terlalu lelah dengan kegiatan yang harus mereka siapkan ini. Karena di acara ini, Lita dipercaya sebagai ketua panitia.
“Tapi ya nggak asal semprot seenaknya begitu juga dong, Bu Vina,” keluh Ambar.
Vina mengembuskan napas panjang. “Saya mewakili Bu Lita, minta maaf ya, Bu Ambar.”
Ambar melipat kedua tangannya. Tak lupa ia merapatkan bibirnya dan mengerutkan alis. “Karena Bu Vina juga orang baik, jadi saya mau deh maafkan Bu Lita.”
Vina lega mendengar jawaban Ambar. Tak lupa ia juga berucap syukur karena perselisihan kecil ini akhirnya benar-benar usai. Begitu juga dengan Mila yang sejak tadi merasa bersalah. Karena menurutnya, asal muasal keributan ini adalah dirinya.
“Sekarang saya mau lanjut koordinasi dengan tim saya, ya, Bu Vina,” pamit Ambar. “Bu Mila saya duluan. Segera sehat, ya, Bu. Kalau perlu bantuan, jangan sungkan untuk memanggil saya ke rumah.”