Nestapa Mila

Ana Widyaningrum
Chapter #11

MENINGKATNYA KEPERCAYAAN DIRI

Dengan usaha keras yang dilakukan Mila sejak Kania berangkat sekolah, akhirnya ia bisa sampai rumah sakit tepat waktu. Dengan keringat bercucuran karena terpaksa berlari sepanjang halaman hingga lobi bangsal onkologi, Mila segera meletakkan tiga kantung belanja yang ia bawa dari rumah. Di dalam kantung belanja itu, puluhan kotak bronis yang telah ia buat dengan penuh cinta, telah bertumpuk rapi. Dalam hati Mila bersyukur karena ternyata masih ada sisa waktu yang cukup panjang untuk menata meja yang telah disediakan para panitia untuknya.

Meski tak sempat membeli pernak-pernik seperti bazar para peserta lain yang tampak meriah, Mila tetap bisa menghias mejanya dengan berbagai hiasan yang fungsional. Untungnya Mila telah mempunyai taplak meja berwarna merah muda, sehingga ia tak perlu bingung mencari taplak lagi untuk melapisi mejanya. Taplak itu menjuntai cantik hingga hampir menyentuh lantai. Mila bersyukur ukuran taplak itu sempurna untuk menutupi bagian kolong meja.

Tak lupa Mila kemudian menempelkan rangkaian konveti panjang berwarna merah, yang baru saja ia beli dari toko alat tulis, di perjalanan menuju rumah sakit. Ia menempel konveti itu, dengan bentuk hati di bagian depan taplak yang menutupi kolong meja, supaya taplak itu tak hanya polos. Hati sendiri adalah simbol dari para pasien kanker yang berjuang melawan penyakitnya.

Setelah dirasa mejanya telah cukup cantik, Mila lalu meletakkan tulisan daftar menu dan harga yang ia buat sendiri dengan tulisan tangan. Ia meletakkan daftar menu dan harga itu di bagian paling depan, supaya orang yang melewati mejanya, dari jauh pun masih bisa membaca menu yang ditulisnya itu., sehingga tak perlu bingung lagi akan membeli bronis dengan varian apa. Selain daftar menu, ia juga membuat sendiri tatakan dari kardus bekas yang akan ia gunakan untuk bronis yang menjadi tester. Semua itu ia hias dengan kertas krep dominasi warna merah muda yang sedikit lebih tua dari warna taplak mejanya.

Setelah menata meja seadanya, Mila kemudian mulai mengeluarkan kardus berisi bronis dari dalam kantung belanja. Mila menempatkan bronis dengan varian satu toping, di barisan sebelah kanan. Sedang di barisan satunya, ia gunakan untuk bronis toping campuran. Hal itu ia lakukan supaya mempermudah dirinya saat menjual nanti. Mila memang terbiasa detail dengan hal-hal kecil seperti itu.

Saat menata potongan bronis terster yang telah Mila masukkan ke dalam mika berukuran kecil ke atas tatakan buatannya, Lita menyapanya. “Bu Mila!” seru Lita sedikit berteriak. Karena memang aula ini kondisinya ramai dan hiruk pikuk.

Karena terlalu fokus, Mila jadi sedikit terkejut hingga membuatnya menjatuhkan bronis testernya di atas meja. Ia lalu mendongak menatap ke arah sumber suara. “Eh Bu Lita,” jawabnya dengan senyum mengembang sempurna.

“Ya ampun maaf, Bu Mila, saya bikin Ibu kaget. Saya cuma minta disisihkan bronisnya.” Lita mengatupkan kedua tangannya di depan dada. “Satu kotaknya isi berapa potong, Bu Mila?”

“Nggak apa-apa, Bu. Saya saja yang terlalu fokus, jadi kaget waktu Ibu panggil.” Mila kemudian mengambil contoh satu kotak bronis kemudian membukanya dan menunjukkan pada Lita. “Seperti ini, Bu Lita. Satu kotak isinya 6 potong bronis.”

  “Saya pesan dua kotak untuk saya dan satu kotak untuk Bu Vina. Saya mau yang rasa ...” Lita kemudian membaca cepat daftar menu. Ia lalu menunjuk tulisan kacang mete dan keju. “Saya pilih dua ini. Dan untuk Bu Vina apa ya enaknya, Bu Mila?” tanya Lita dengan tergesa karena telah dipanggil oleh panitia lain.

Mila lalu memberikan rekomendasi rasa campur supaya bisa menikmati dua rasa, meski hanya membeli satu.

“Ya sudah untuk Bu Vina yang mix saja, Bu Mila. Terserah deh mau rasa apa,” ujarnya sembari memohon pamit.

“Terima kasih, Bu Lita,” teriak Mila yang hanya dibalas dengan lambaian tangan.

Mila semakin bersemangat karena saat mejanya bahkan belum selesai ia tata, tetapi bronisnya telah terjual dua kotak. Tenaganya kemudian meningkat berkali lipat, supaya tatanan mejanya cepat selesai.

***

Mila akhirnya selesai menata semua kotak bronisnya. Meja bazarnya kini telah siap diserbu pembeli. Namun karena acara masih belum dimulai, Mila akhirnya memutuskan untuk melihat-lihat bazar lain, yang berada di sekitar area bazarnya. Di samping kanan dan kirinya, tampak sang penjual menjual lontong sayur, yang sejak pagi telah dipenuhi pengunjung untuk mengisi perut masing-masing. Di sebelah bazar lontong sayur, jus buah berwarna-warni cantik yang dikemas dalam botol berukuran kecil yang estetik, membuat Mila tergiur untuk membelinya.

Selain makanan dan minuman, banyak juga bazar yang menjual baju, tas dan topi handmade, serta kreativitas dari barang-barang bekas, dan masih banyak yang lainnya. Berkeliling di acara bazar seperti ini membuat Mila ingin membeli semua barang yang dilihatnya. Namun ia harus bisa mengerem keinginannya, jika tidak ingin uang hasil penjualannya hari ini ludes begitu saja. Mila kemudian memutuskan untuk kembali ke tempatnya.

Sebelum sampai di mejanya sendiri, dari jauh Mila mendapati ternyata cukup banyak calon pembeli yang sepertinya ingin melakukan transaksi. Namun para pembeli itu kebingungan karena bazarnya dibiarkan kosong. Tak sedikit pula yang akhirnya memilih meninggalkan bazar bronisnya. Melihat hal itu, membuat Mila semakin tergopoh-gopoh mendekati mejanya.

“Bu Ninuk!” seru Mila yang baru mengetahui bahwa pelanggan yang menunggunya adalah orang yang dikenalnya. Mila juga menyapa Aisyah, putrinya yang selalu setia menemani Bu Ninuk.

Bu Ninuk yang kini tampak sehat, tampak terkejut setelah mengetahui yang menjual bronis ternyata Mila.

Lihat selengkapnya