Nestapa Mila

Ana Widyaningrum
Chapter #18

KEHILANGAN SESUATU YANG BERHARGA

Mila terkejut melihat Agus tampak sangat kesal setelah mendengarnya menghina wanita iblis itu. Agus kini benar-benar bangkit dari kursi dan menunjuk Mila sambil memberi isyarat supaya tak lagi membawa-bawa wanita iblis itu ke dalam persidangan mereka. Mila tertawa melihat pemandangan itu. Ia bahkan telah lupa, kapan terakhir kali Agus membelanya di depan orang lain seperti ini. Benar kata peribahasa, semua orang akan berubah pada waktunya.

Melihat ketegangan itu, hakim segera menyuruh Agus untuk tenang. Kuasa hukum Agus, yang juga rekan sesama pengacara tampak sangat kesal dengan tingkah Agus. Ia menarik Agus untuk duduk kembali dan membisikkan sesuatu di telinga Agus dengan wajah yang terlipat kusut. Dalam hati Mila senang, umpan yang dilemparnya, diambil dengan sukarela oleh Agus. Agus seperti lupa, hal yang ia lakukan ini sangat berisiko dan membuat kemenangan bisa lari dari pihaknya.

Setelah amarah Agus mereda, Hakim segera mengambil alih. Hakim kembali bertanya kepada Agus sebagai pihak penggugat. “Saudara penggugat, apakah Anda tetap yakin menggugat istri Anda untuk tetap bercerai?”

“Saya yakin seratus persen, Yang Mulia,” jawab Agus mantap.

  Hakim kemudian melempar tanggapan pada Mila sebagai pihak tergugat, Mila menjawab bahwa akan menyerahkan semuanya sesuai proses yang berlaku. Hakim kembali bertanya pada Agus untuk yang terakhir kali, apakah masalah rumah tangga mereka benar-benar tidak bisa diselesaikan dengan baik-baik. Agus kembali menjawab dengan konsisten, yakin akan tetap melanjutkan proses sidang.

“Baiklah, karena upaya damai kedua belah pihak belum berhasil, maka sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2016, Majelis Hakim mempersilakan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga ini secara mediasi.” 

 Hakim kemudian mempersilakan Agus untuk memilih mediator sendiri. Mila tahu kali ini Agus yang berada di pihak menguntungkan. Karena pasti Agus akan memilih orang yang telah ia kenal dengan baik. Tebakan Mila benar, Agus menyebut satu nama yang Mila pikir familier. Tampaknya Mila sering mendengar Agus bertelepon dengan hakim itu dengan mode pengeras.

 “Untuk memberikan kesempatan bagi pihak penggugat dan tergugat melakukan agenda mediasi, maka pemeriksaan untuk perkara ini ditunda dan akan dilanjutkan minggu depan.” Hakim kemudian menyebutkan tanggal dan waktu yang telah ditentukan. Beliau juga mewanti-wanti supaya Agus dan Mila bisa datang, karena ini adalah panggilan resmi untuk persidangan kedua mereka. Maka dengan begitu, berakhirlah agenda sidang perceraian pertama mereka.

Bahu Mila yang sejak tadi tegang, segera melorot dari tempatnya. Ia mengembuskan napas panjang, merasa lega karena ia ternyata bisa melewati persidangan pertama dengan baik. Mila lalu berterima kasih pada Reza, kuasa hukum yang bersedia mendampinginya. Di tengah persidangan tadi, Reza juga berulang kali bertanya tentang kondisi Mila. Karena Mila kini memang jauh lebih kurus bila dibandingkan saat terakhir kali bertemu Reza. Terlebih lagi, wajah Mila sedikit pucat karena beberapa hari ini ia kurang tidur karena masalah Kania.

“Bu Mila nggak apa-apa, kan?” tanya Reza untuk ke sekian kali. Mereka kini berjalan berdampingan menuju luar pengadilan.

Mila tertawa dan berkata bahwa ia baik-baik saja. “Nggak perlu khawatir, Pak Reza, saya masih sehat kok.”

“Syukurlah kalau begitu. Saya benar-benar khawatir, karena ini semua di luar rencana Bu Mila.” Reza mengembuskan napas panjang. “Bu Mila dulu pernah bilang kalau mau lanjut proses cerai setelah proses pengobatan selesai, tetapi ternyata keduluan sama Pak Agus.” Reza setengah berbisik, karena takut didengar oleh pihak Agus.

Tak terasa mereka kini telah sampai di parkiran. Mila kemudian bertanya pada Reza apakah ia tak kembali bekerja.

“Saya kosong di jam menjelang istirahat,” jawabnya santai.

“Baiklah kalau begitu. Saya hanya takut mengganggu pekerjaan Bapak.”

Mila lalu menjelaskan bahwa menurutnya alasan Agus ingin segera menceraikannya adalah ingin mengambil kembali uang yang tadi sempat dibahasnya. “Sepertinya dia juga ingin segera mengusir saya dan putri saya.”

Reza menatap Mila dengan sedih. Ia lalu mengajak Mila untuk melanjutkan perbincangan di restoran depan pengadilan. Mila yang tak ada rencana lain pun menyetujuinya. Sesampainya di restoran dan memesan makanan masing-masing, Reza lalu bertanya mengenai kelanjutan dari proses pengobatan Mila.

“Kalau tidak ada halangan sepertinya bulan depan saya sudah bisa dioperasi.”

 Reza tampak begitu lega, tetapi ia juga tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. “Nanti kita bisa ajukan pengunduran jadwal sidang, kalau misalnya bentrok dengan pengobatan Bu Mila."

Mila tampak sangat lega dan berterima kasih atas bantuan Reza selama ini.

“Ibu saya juga seorang cancer survivor, Bu Mila,” jelas Reza dengan wajah sedih. Ia lalu menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. “Beruntungnya, beliau punya banyak suport sistem di sekelilingnya.”

Mila tersenyum dan ikut bersyukur mendengarnya. “Bagaimana keadaan Ibu sekarang?” tanya Mila.

“Ibu saya sudah meninggal tahun lalu,” jawab Reza.

Lihat selengkapnya