Setelah keluar dari ruang periksa Dokter Andre, Mila baru mendapati ternyata Vina masih berada di ruang tunggu. Padahal proses radiasinya telah selesai sejak tadi. Vina memang benar-benar ketua sejati, dedikasinya pada para pasien lain memang patut diacungi jempol. Melihat Mila berjalan, Vina segera memanggilnya, memberinya tempat duduk seperti biasa.
Sesampainya di tempat duduk, tak lupa Mila berterima kasih pada Vina. Ia kemudian berkata pada Vina bahwa dirinya ingin meminta tolong sesuatu pada Vina. “Tapi kita omongin di luar saja boleh, ya, Bu Vina?”
“Bu Mila mau saya ajak sekalian ke toko saya setelah beres agenda dari sini?”
Mila pun mengangguk antusias mendengar ide brilian itu. Sejauh ini semuanya berjalan sesuai dengan rencananya.
“Bu Mila tinggal tunggu surat untuk agenda kontrol berikutnya, kan?” tanya Vina.
Mila menggeleng, ia tersenyum penuh arti. “Saya menunggu surat pengantar untuk pemeriksaan persiapan operasi, Bu Vina.”
Vina membelalakkan mata. Ia memekik ikut senang dengan kabar baik yang dibawa oleh Mila. Ia lalu mengucapkan selamat pada Mila karena penantiannya selama ini akhirnya berbuah manis. “Saya benar-benar ikut senang, Bu Mila. Akhirnya setelah semua yang telah Bu Mila lewati selama ini. Semoga lancar operasinya.”
Mila mengaminkan doa Vina, tepat saat suster Sri memanggil namanya. Vina menepuk pundak Mila dan menyuruhnya segera menghampiri suster Sri.
“Selamat, ya, Bu Mila. Jadwal operasinya sudah keluar,” ucap suster Sri gembira.
Energi positif berupa ucapan terima kasih dari teman-teman barunya mendengar berita operasinya, benar-benar membuat hatinya hangat. Ia bahkan tak lagi mengingat tentang wali yang akan mendampinginya saat operasi, yang belum pasti.
Suster Sri kemudian memberikan penjelasan tentang tes apa saja yang harus ia lakukan sebelum pelaksanaan operasi, kapan pelaksanaan semua tes itu, dan bagaimana proses yang harus dilakukan oleh Mila.
“Sebenarnya nggak jauh berbeda dari tes-tes yang dilakukan sebelum kemo, Bu Mila. Ada tes lab di laboratorium sentral dan tes jantung di poli jantung. Semua ini bisa dilakukan hari Jumat ini, ya, Bu Mila.” jelas suster Sri sembari mengangsurkan beberapa berkas pada Mila.
Suster Sri juga menjelaskan bahwa hari Jumat, Mila tetap harus mengantre di bangsal onkologi seperti biasa. Nanti suster Sri sendiri yang akan mengantarkan Mila dan beberapa pasien onkologi yang juga akan melakukan tes laboratorium dan jantung seperti dirinya.
Mila memperhatikan penjelasan suster Sri dengan serius. Ia juga langsung menanyakan beberapa hal yang tak ia mengerti. Setelah dirasa paham dengan segala penjelasan suster Sri, Mila segera berpamitan.
Vina ternyata masih duduk di ruang tunggu sembari bercakap-cakap dengan beebrapa pasien di dekatnya. Mila segera menghampirinya. Dari situlah Mila akhirnya tahu, bahwa Vina akan ada agenda menjenguk beberapa anggota pink ribbon, yang baru saja operasi. Mengetahui hal itu, Mila tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengikuti kegiatan itu. Karena dari sana, ia bisa bertanya langsung tentang pengalaman seputar operasi.
“Maaf, ya, Bu Mila, saya agak banyak agenda hari ini. Saya yang ngajak Bu Mila ke toko, eh saya juga yang ribet. Jadi Bu Mila terpaksa harus mengikuti agenda saya kayak gini,” ucap Vina di sela perjalanan mereka menuju ke kamar rawat inap yang berada di gedung utama, bersebelahan dengan bangsal jantung.
Mila menggeleng cepat. “Nggak, Bu Vina. Justru saya senang karena saya jadi ada gambaran seputar operasi dan apa saja yang dilakukan pascaoperasi.”
Vina menggumam lega. Rasa bersalah yang semula menguasainya, kini gugur. Ia lalu berkata pada Mila jika ia meminta bantuannya sebelum atau sesudah operasi, jangan sungkan-sungkan. Mendengar hal itu, Mila merasa momen ini adalah lampu hijau untuknya. Ia tak menyia-nyiakan waktu yang tepat seperti ini untuk meminta tolong pada Vina.
“Sebenarnya ini yang mau saya bicarakan dengan Bu Vina.” Mila membuka kalimatnya. “Bu Vina ... tahu kan keadaan saya sekarang?”