Mila terkejut dengan pengakuan Kania. “Jadi maksud kamu, Pak Reza tahu semuanya dari informasi Dokter Dian?”
Kania mengangguk antusias. “Selama menjalani pengobatan, cuma sama Dokter Dian aku mau bicara, Bu. Ibu beruntung sekali bisa dibantu sama kuasa hukum yang benar-benar detail mengurai masalah kliennya,” ucapnya riang.
Mila kini mulai mengerti alasan di balik kemunculan Kania sebagai saksi yang tiba-tiba. Namun yang tidak ia mengerti adalah mengapa Reza melakukan hal sejauh ini? Apakah karena kondisi Mila mengingatkan Reza pada ibunya, ia selalu berusaha menjadi suport sistemnya?
Minggu depan saat mengambil akta cerai, aku harus bertemu langsung dengan Reza apa pun yang terjadi.
***
Sesampainya di rumah, Mila dan Kania dikejutkan dengan keberadaan Agus. Kondisi di sekitar rumahnya pun ramai dengan para tetangga yang berkasak-kusuk melihat kedatangan mereka. Mila tak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi, ia pikir kemenangan telah resmi diraihnya. Namun ternyata ia salah, yang sedang ia hadapi adalah monster berkepala manusia yang pantang menyerah mendapatkan apa yang ia inginkan.
Mila menggandeng Kania yang tangannya terasa sedingin es. Ia kemudian menuntun Kania untuk berjalan menuju kursi cor yang ada di depan rumah mereka. Sesampainya di sana, Mila menyuruh Kania untuk duduk di atas kursi itu, dan ia berjanji akan kembali setelah menyelesaikan sedikit ganjalan ini.
“Bu,” rintih Kania cemas.
Mila menggenggam tangan Kania lebih erat, berusaha mentransfer kehangatan dari tangannya. “Semuanya akan baik-baik saja, Mbak,” ucap Mila yakin.
Sebenarnya jauh di dasar hatinya, Mila juga merasa takut menghadapi Agus yang selalu nekat melakukan apa pun, seorang diri. Namun Mila tak punya pilihan lain selain ini, kan?
Mila berjalan perlahan mendekati Agus. Kasak-kusuk di kalangan tetangga, kini bahkan bisa ia dengar dengan jelas. Rata-rata Mila mendengar mereka menyesalkan hubungan Mila dan Agus yang berujung dengan perpisahan.
“Ada perlu apa kamu? Bukannya putusan hakim sudah jelas?”
Agus maju mendekati Mila dengan gerakan yang sangat cepat, dan tak bisa Mila hindari. “Aku minta maaf atas semua perbuatan buruk yang kuperbuat selama ini, Mil,” ucapnya.
Bagi Mila, kata maaf itu sudah tak berarti lagi.
Agus kemudian beralih menghadap ke arah tetangga dan menunjuk mereka semua. “Di hadapan para tetangga ini, aku berjanji akan meninggalkan istri keduaku.” Agus berucap lantang.
Kalimatnya barusan, membuat bisik-bisik di antara para tetangga semakin riuh. Hal ini membuat Mila semakin tak nyaman.
“Aku khilaf, Mil! Seru Agus. “Selama ini dia yang selalu menggodaku. Padahal sejak awal aku hanya berniat membantunya mengurus perceraiannya yang berbelit. Tapi dia malah memanfaatkan kebaikanku, hingga berhasil membuatku menikahinya dan melakukan semua kejahatan ini pada kalian berdua. Dia yang menyeretku menuju kehancuran. Beda sama kamu yang selalu membawaku ke jalan yang membahagiakan, Mil.”
“Kita masih punya waktu sebelum Hakim benar-benar mengeluarkan surat perceraian kita secara resmi, Mil,” ucap Agus dengan wajah memelas. “Ayo kita perbaiki semuanya dari awal, Mil?”
Mila benar-benar ingin lari dan bersembunyi sejauh mungkin dari Agus. Namun bukankah hal seperti itu tak menyelesaikan masalah? Lari dan bersembunyi hanya menghindarkan kita dari masalah secara sementara. Karenanya mulai kini, Mila akhirnya memilih berani menghadapi Agus.
“Apa kamu sudah menolak, saat dia menyuruhmu untuk melakukan semua kejahatan ini, Mas?”
Agus bergeming. Tangannya mengepal erat. Ia tampak berusaha kuat menahan emosinya yang mulai meledak.
“Apa kamu juga sudah menolak, saat dia mulai datang dan menggodamu? Nggak kan? Kamu justru menikahinya dan menyembunyikan fakta itu dari aku selama bertahun-tahun.”
“Kamu bahkan nggak ingat lagi janjimu untuk nggak mengulang kesalahan Ayahmu yang juga tergelincir dan hancur karena wanita lain.”
Agus mendengus keras, tampak mulai kehilangan kesabarannya.
“Sekarang saat kamu sudah terperosok di dasar jurang, seenaknya kamu menyalahkan wanita itu secara sepihak dan berusaha menyelamatkan diri sendiri dengan memohon pada aku dan Kania yang sudah kamu sakiti sedemikian dalam,” ucap Mila sembari tertawa sinis.