Beberapa orang yang lalu lalang di lorong ruang tunggu yang selalu penuh sesak ini mungkin telah berbeda. Di antara mereka yang dulu pernah Mila temui, mungkin telah berhasil mendapatkan keinginannya untuk berpisah secara resmi dari pasangannya. Namun tak sedikit juga pasangan yang berhasil mendapatkan kesempatan kedua untuk bisa mempertahankan pernikahan yang mungkin saja telah lama mereka bina.
Alasan-alasan yang hanya diketahui oleh para pasangan yang pernah duduk saling berhadapan di kursi pesakitan itu sering kali dengan seenaknya, dihujat oleh pihak luar yang tak tahu apa-apa. Saat pasangan itu memutuskan untuk berdamai, ada yang ramai menuduh bahwa hidup pasangan itu tak akan sama lagi ke depannya. Hal yang sebaliknya pun terjadi saat pasangan itu memutuskan untuk tetap berpisah hingga akhir. Mereka ramai-ramai menuding pasangan itu kufur nikmat dan tak pemaaf, karena tak ada manusia yang bisa luput dari salah dan khilaf.
Mila tak peduli jika dikategorikan ke dalam kelompok kedua. Ia tak peduli dengan apa kata orang yang tak benar-benar mengerti hidupnya. Yang ia peduli, kini hanya tentang dirinya sendiri. Tentang harapan untuk menjalani hidup lebih baik dan rencana yang akan ia lakukan setelah menerima surat yang penuh perjuangan, yang saat ini sedang ia tunggu.
Kenyataan pahit yang menimpaku, ternyata bisa membawa hidupku berakselerasi hingga sejauh ini. Dipertemukan dengan orang-orang baik, membuatku sadar bahwa ternyata aku layak mendapatkan cinta sebesar ini. Aku juga berkesempatan mendapat pengalaman berharga yang selama ini tak pernah bisa kudapatkan jika terus bersembunyi di bawah bayang-bayang orang yang salah. Dan yang paling penting atas semua hal yang terjadi di hidupku setelah badai itu menerjangku adalah, aku berhasil menemukan kembali diriku, yang kukira telah lama hilang. Aku sungguh bersyukur atas karunia itu.