"Kita cerai saja," tutur Lily pelan yang tak sengaja terdengar oleh Dion saat hendak menuju dapur untuk menyimpan piring dan gelas miliknya.
Mendengar kata cerai, sontak langkah Dion terhenti di depan kamar kedua orang tuanya yang mungkin kembali terdengar bertengkar.
"Apa kau benar-benar ingin kita bercerai?" tanya Hari untuk memastikan seraya menatap wajah istrinya yang kedua bola matanya terlihat memerah menahan tangis.
"Aku benar-benar sudah lelah, Mas. Apa mas Hari tidak lelah? Selama 2 tahun ini, aku benar-benar sudah mencoba untuk mempertahankan rumah tangga kita. Tapi, kali ini aku sudah tidak sanggup lagi, Mas. Aku lelah kalau hanya aku saja yang berjuang, sementara mas Hari hanya diam dan tak berbuat apa-apa. Setidaknya, berjuanglah untuk anak-anak kita, Mas."
Lily membuang muka. Air matanya mulai keluar dari pelupuk matanya dan membasahi kedua pipinya. Sementara Hari; ia hanya bisa menundukkan kepalanya, tak berani menatap wajah istrinya.
Untuk pertama kalinya, Dion mendengar kalimat permintaan cerai dari ibunya sendiri. Selama 2 tahun ini, mereka berdua memang sering kali bertengkar walau tak langsung di depan anak-anaknya.
Dion sendiri sadar. Sebagai anak paling tua di rumah ini, ia tidak dapat dibohongi. Ekspresi wajah kedua orang tuanya memperlihatkan semua permasalahan yang mereka alami selama 2 tahun ini. Mereka hanya selalu berpura-pura terlihat baik-baik saja di depan dirinya dan juga adiknya, Dhea.
Karena tak ingin mendengar kalimat yang selama ini tak pernah ingin ia dengar, Dion hanya diam saja dan tak mau ikut campur permasalahan yang sedang dihadapi kedua orang tuanya. Namun, kali ini Dion benar-benar mendengar kalimat menyebalkan itu meluncur dan keluar begitu saja dari mulut ibunya sendiri.
"Mereka mau bercerai?" tanya Dhea tiba-tiba muncul di belakang Dion hingga mengejutkannya.
"Kamu mendengarnya?" Dion menatap wajah adiknya yang terlihat sendu dan tak bersemangat.
"Aku pernah mendengarnya beberapa hari yang lalu," jawabnya pelan kemudian melanjutkan langkahnya menuju anak tangga.
"Lalu, kamu hanya diam saja?" tanya Dion yang membuat langkah Dhea terhenti.
"Aku bisa berbuat apa, Kak. Semua orang di rumah ini seperti tidak saling mengenal jika bertemu. Sibuk dengan urusan masing-masing," katanya menjawab kemudian pergi.
Dion menatap punggung Dhea yang terlihat lebih membungkuk dari biasanya. Seperti memikul beban yang begitu berat. 2 tahun yang lalu, sebelum kedua orang tuanya sering kali bertengkar, Dion begitu dekat dengan adik perempuannya itu. Tapi, setelah melihat ibunya untuk pertama kali menampar ayah mereka, hubungan Dion dan juga Dhea sedikit merenggang dan makin lama mereka saling menjauh dengan sendirinya.
Tak pernah bertegur sapa, tidak pernah bercengkrama lagi seperti dulu. Semuanya berubah hanya dalam satu malam saja.
Lily membuka pintu kamarnya. Ia begitu terkejut begitu melihat anak laki-lakinya berdiri di depan kamarnya, mematung tak berekspresi.
"Dion, sedang apa kamu di depan kamar bunda?" Lily terlihat gugup. Raut wajahnya memperlihatkan kecemasan yang berlebih.