Dion mengemudikan motornya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Selama 18 tahun ia hidup di dunia ini, perceraian kedua orang tuanya adalah hal yang paling menyedihkan dan menyakitkan untuknya. Bagaimana tidak, keluarga yang selama ini terlihat harmonis dan penuh cinta, semua berubah dalam satu malam pada 2 tahun yang lalu. Semenjak melihat ibunya menampar ayahnya untuk pertama kali, hal itu membuat dirinya dan juga adiknya begitu terkejut.
Walau tak berani menanyakan pertengkaran yang terjadi di antara kedua orang tuanya, Dion dan juga Dhea tahu percis kalau hubungan kedua orang tuanya sedang tidak baik-baik saja. Dan, hal yang paling menyebalkan untuknya adalah kedua orang tuanya selalu bersikap biasa saja jika di depannya dan juga adiknya. Tapi, jika sudah di belakang mereka berdua, kedua orang tua mereka selalu beradu argumen dan saling menyakiti satu sama lainnya.
Hal itu jugalah yang membuat hubungan Dion dengan adiknya kian menjauh yang awalnya sangat dekat dan saling bergantung, perlahan mulai menjauh dan tak pernah saling bercengkrama seperti dulu lagi.
Dion tiba-tiba saja menghentikan motornya di depan sebuah pagar rumah berwarna putih. Rumah itu rumah yang terlihat sederhana namun memiliki pekarangan yang cukup luas.
Dion cukup lama memandangi rumah itu dengan posisi yang tak beranjak dari motornya dengan sedikit membuka kaca helmnya.
"Kenapa gue malah berakhir di sini?" gumamnya pelan.
Saat hendak beranjak pergi, Dion melihat pintu rumah tersebut terbuka dan keluarlah seorang gadis berambut panjang yang kemudian berlari-lari kecil mendekati pagar dan membuka pagar tersebut.
"Dion!" katanya memanggil.
"Intan," tutur Dion pelan hingga membuat mereka berdua beradu pandang beberapa detik.
"Kenapa? Ada masalah?" Intan berjalan menghampiri Dion yang masih berada di jock motornya dan menatap dirinya dengan pandangan mata yang terlihat sendu.
Yang ditanya hanya diam saja tidak menjawab. Melihat Dion seperti orang yang bingung dan menyimpan begitu banyak beban, Intan mengerti apa yang harus ia lakukan saat ini.
Intan mendekap tubuh Dion dan memeluknya begitu erat seraya menepuk-nepuk pundaknya yang lebar secara perlahan dan juga lembut. Seperti pelukan seorang ibu untuk anaknya.
Intan yang merupakan sahabat Dion sejak masih berseragam putih biru, membalas pelukan hangat sahabatnya itu begitu erat. Intan paling mengerti karakter sahabatnya itu. Sejak dulu, jika Dion ada masalah apa pun, ia selalu mendatangi rumah Intan mau jam berapa pun itu. Tak pernah kenal kata waktu, itu sudah menjadi kebiasaan Dion sejak dulu jika sedang ada masalah yang memberatkan hati dan pikirannya.
Dan, setiap ada masalah itu, Intan selalu memberikan pelukannya untuk sahabatnya yang selalu membuat Dion merasa nyaman jika sudah berada di pelukannya itu.
Sementara itu, semenjak kepergian kedua anaknya, Lily dan Hari terlihat bersitegang dengan suasana yang cukup memanas.
"Lihatlah, sekarang apa yang terjadi? Anak-anak sudah mengetahui kalau hubungan ayah dan bundanya sedang tidak baik-baik saja. Apa yang akan kita lakukan selanjutnya? Apa kau mau bertanggung jawab dengan apa yang telah terjadi?" ucap Lily yang terlihat kesal.
"Tanggung jawab? Apa kau tidak mengerti? Dion dan Dhea sudah tahu sejak dulu kalau hubungan kita memang sedang merenggang. Mereka tahu tapi memutuskan diam saja hanya untuk menghargai kita, Lily!" seru Hari dengan nada tinggi. "Sekarang, mereka sudah tahu kalau kita akan bercerai. Apa kau pikir mereka akan baik-baik saja? Lihat, anak-anakmu sekarang pergi dari rumah!"