Sempat tak sadarkan diri dipinggir hutan dekat laut lepas yang membuat sekujur tubuhnya kedinginan. Tania tersadar dari pingsannya setelah kurun waktu tiga jam dia tergeletak. Beruntung saat tania pingsan matahari bersinar cerah. Baju yang basah kini sudah mengering kembali. Tania membuka matanya perlahan. Dia pandangi sekeliling yang tampak hanyalah pohon-pohon besar menjulang tinggi.
Tania terbangun dari posisi tengkurap menjadi terduduk bersandar dibawah pohon besar. Kembali mengingat apa yang baru saja dia alami beberapa jam yang lalu. Tenggorokan yang kering serta perut yang lapar memaksanya untuk bergerak saat itu juga. Tania berjalan memasuki pepohonan besar itu. Meski sedikit enggan menjelajah lebih jauh kedalam hutan. Namun rasa haus dan lapar membuatnya memberanikan diri. Ditambah lagi, Tania tak bisa minum air dari air laut yang sudah jelas rasanya asin. Meski dia berjalan belum jauh dari tempatnya bersandar tadi. Tania memutuskan untuk istirahat sejenak kembali. Rasa lelah disertai haus dan lapar membuat tubuhnya tak sanggup bertindak seperti biasanya. Tania terus-menerus mengatur nafasnya. Dia pandangi sekeliling pepohonan besar itu. Namun belum tampak juga pohon yang menghasilkan buah untuk di makan. Lalu, dia pun meneruskan langkahnya itu.
Oh Tuhan,.. apakah ini akhir dari hidupku?.
Bisakah aku bertahan ditempat ini?
Pulau apa ini sebenarnya?
Mengapa aku pandangi dari ujung ke ujung hanya pantai dan disini hanya pepohonan bakau yang besar.
Apa tidak ada pohon yang menghasilkan buah?!.
aghhh..., Bisa-bisa.... Aku nanti mati kelaparan kalau begini!.
Jangankan untuk mencari teman-teman. Aku sendiri saja belum tentu bisa bertemu dengan mereka bila tak bisa bertahan dari kondisi ini.
Hugh.... Pokoknya.... Aku harus bisa bertahan hidup dulu! Baru aku bisa berfikir kesananya setelah tubuhku terisi nutrisi..
Air...air... Dimana sih sumber mata air disini?...
Buah...buah... Semoga tak jauh lagi aku bisa menemukan pohon penghasil buah...
Oh Tuhan.... Bantulah diriku ini....
Sebari memegang tongkat yang dia temui di perjalanan. Tania terus berjalan menyusuri hamparan pohon besar itu. Berharap ada sumber mata air yang dekat dan pepohonan penghasil buah disana. Sudah berjam-jam Tania berjalan dan hari mulai sore. Ditengah keputusasaan dalam pencarian mata air di dalam hutan, Tania sempat terdiam dan tertunduk. Rasa lelah yang tiada ketara membuat kepalanya tak bisa berpikir lagi. Disaat dia sudah hampir menyerah dan terduduk dibawah pohon besar untuk beristirahat.
Ughh..., Bunyi suara perut Tania yang menandakan cacing diperutnya sudah berdendang. "Damn.., meski sudah berjalan berjam-jam pun. Tak satupun pohon buah-buahan kutemui".
Ughh.. apakah ini... Akhir hidupku...,
Tania perlahan menutup matanya untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya. Saat itu dia sempat bermimpi bertemu dengan teman-temannya. Di mimpi itu, Tania berusaha memanggil dan mengejar mereka yang berjalan di depannya.
Ryo... Gill....itu kalian kan...tunggu aku...
Teman-teman... Kalian mau kemana?...
Kalian... Baik-baik saja kan?
Uh...ahh...uhh...aghh...Tania mengambil nafas sejenak serta memegangi pundak temannya.
Ryo!... Kenapa kau berjalan cepat sekali. Aku sampai berlari terengah-engah begini.
Ryo....., Sesaat Ryo ditepuk pundaknya dan dia pun berbalik menghadap tania sambil tersenyum....
Kau memanggilku?...
Tidakkk...., Tania pun menjerit histeris ketakutan...
Tania terbangun dengan mata terbelalak tiba-tiba. Keringatnya bercucuran bak air hujan menerpa tubuhnya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Kemudian dia pun mencoba menarik nafas sejenak sebari memegangi dadanya yang masih terkaget akan mimpi yang dilihatnya.
"Mimpi kah?"
"Tapi.... Kenapa harus ryo?..."