Ngaku Gaul Kok Galau

Bentang Pustaka
Chapter #2

BAB 2 : Masalah-masalah yang sering bikin galau

Hidup memang penuh liku-liku, Guys. Kadang di atas, kadang di bawah, terus berputar. Kadang naik, kadang turun. Kadang bahagia, eh, tiba-tiba duka menyapa. Kalau kita enggak pandai-pandai mengelola hati, bisa-bisa kita terus-menerus terpuruk di bawah. Iman pun begitu, kadang istiqamah, kadang merosot, dan malas-malasan mau mengerjakan ibadah. Kalau sudah begitu, kita mesti bertindak. Jangan mau kalah dengan masalah-masalah yang menghampiri. Itulah mengapa kita harus tahu masalah yang sedang kita alami. Kalau sudah tahu masalahnya, kita cari pelan-pelan jalan keluarnya. Jangan keburu galau. Kalau sudah keburu bergalau ria, masalah enggak bakal kelar, Guys.

Nah, masalah apa sih, Guys, yang sering bikin kamu pusing dan menggalau ria begitu? Penulis bakal berbagi cerita dan memberi penjelasan seputar masalah yang sering kamu hadapi, nih. Mungkin saja kalian pernah merasakan atau mengalami masalah-masalah ini. So, disimak yaaa :D.

 

Virus Cinta

Namaku cinta ketika kita bersama

Berbagi rasa untuk selamanya

Namaku cinta ketika kita bersama

Berbagi rasa sepanjang usia

Hingga tiba saatnya aku pun melihat

Cintaku yang khianat, cintaku berkhianat

Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi

Aku tenggelam dalam lautan luka dalam

Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang

Aku tanpamu butiran debu

 

(Rumor–“Butiran Debu”)

 

Ya, lirik lagu di atas memang cukup membantu hati dan perasaan untuk semakin galau atas sebuah pengkhianatan. Beeeuuuh … patah hati. Katanya, sih, begitu. Hayo, siapa yang sedang patah hati??? Atau ada yang sedang dikhianati juga seperti cerita dalam lagu itu??? Dunia enggak akan kiamat hanya gara-gara ditinggal pergi sama pacar, Guys. Jangan sampai virus-virus cinta itu menghancurkan hidup dan mimpi-mimpimu hanya lantaran kamu merasa begitu kehilangan orang yang kamu bangga-banggakan. Belum tentu dia juga membanggakanmu. Bukankah usiamu masih begitu belia? Akankah kamu membuang-buang waktumu hanya untuk terpuruk karena cinta? Yah, kalau cinta memang benar-benar sudah buta, buta beneran, deh. Kamu enggak akan bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Isinya cuma nafsu. Iya, nafsu.

Baik yang lagi patah hati ataupun jatuh cinta, yang cowok ataupun cewek, cinta itu enggak sebatas kesenangan semata-mata. Wajar virus-virus itu mulai merasuki kamu saat kamu sudah mengalami masa pubertas. Ketertarikan dengan lawan jenis memang lumrah. Namun, bahaya kalau kamu enggak bisa mengelola manajemen hatimu sendiri. Kok, pakai manajemen segala? Iya, kalau enggak, kamu bakal kebablasan karena cinta kamu masih berupa nafsu dan ketertarikan fisik. Seandainya ada yang mengatakan cinta karena kamu baiklah, pandailah, atau ada yang sampai bilang kamu saleh dan salihah, tetap saja perasaan itu masih terbungkus nafsu. Pertama, mungkin baru sekadar curi-curi pandang. Setelah itu, nge-date bareng, eh, pegang-pegang, deh ... pakai bilang, “Aku sayang sama kamu ....” Kalau iman sudah sama-sama lemah, bablas, deh.

 

 

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah sekali-sekali berduaan dengan wanita yang tidak disertai mahram darinya karena sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan.” (HR Ahmad)

 

 

Setan enggak pernah kehabisan akal untuk menggoda manusia dengan berjuta kenikmatan. Setan akan selalu membisikkan kata-kata penenang saat kamu sebenarnya melakukan hal-hal yang dilarang. Padahal, bisikan setan itulah yang menjerumuskan. Hati-hatilah, jangan sombong, jangan merasa sudah kuat iman, lantas kamu merasa aman dari godaan. Yang kuat imannya saja masih bisa digoda, apalagi yang enggak.

Ruginya, bisa jadi setelahnya kalian dikhianati, cuma dipermainkan sama kadal cap cicak, terus ditinggal pergi cari mangsa lain. Huh, enggak enak, pakai banget! Terus, biasanya yang cowok bisa jadi diperas sama ceweknya waktu pacaran, sekalipun lewat pemerasan emosi. Apa-apa minta dituruti sebagai bukti cinta. Nah, lho, mau dikasih apa lagi? Sampai-sampai semua digadaikan. Sayang, Guys, sayang. Simpan dulu semua yang kamu punya. Jangan keburu nafsu. Kalau sudah terlanjur cinta, kemudian ditinggal pergi, kamu pasti mewek, nangis-nangis enggak keruan. Terlebih kalau kamu terlanjur memberikan semua yang kamu miliki, terlanjur mengotori tangan dan dikotori oleh orang yang belum menjadi mahram kita. Gimana, tuh, rasanya?

Memang iya, Guys, ada juga yang menjalin hubungan sejak remaja atau SMA hingga mereka akhirnya menikah. Namun, apakah kamu enggak ingin menjaga dirimu dahulu? Ibarat puasa, apa bedanya ingin berbuka di tengah hari dengan berbuka pada waktunya? Berbuka memang nikmat ketika kita benar-benar merasa haus, terlebih merasa enggak kuat.

Akan tetapi, lebih nikmat mana dengan saat kalian berusaha menahan semua godaan, baik makan maupun minum sampai waktunya berbuka? Sungguh rasanya amat nikmat ketika kita bisa berbuka pada waktunya. Puasa bisa penuh, godaan terlewati, eh, masih dapat nikmatnya berbuka yang tiada tara, plus bonus pahala langsung dari Allah Swt. Nah, berlipat-lipat, kan, manfaatnya? Begitu juga dengan keinginan kalian pacaran. Jatuh cinta memang enggak salah, Guys, dan kamu enggak perlu menyalahkan cinta. Kita hanya perlu berupaya menjaga hati sampai waktunya tiba.

Tengoklah kisah Ali bin Abi Thalib dengan putri Baginda Rasulullah Saw., Fatimah Az-Zahra, kisah cinta teladan sepanjang masa. Bagaimana enggak, Guys? Ali dan Fatimah telah saling jatuh hati jauh sebelum mereka dipersatukan dalam ikatan suci. Mereka menyimpan perasaan mereka dengan sebaik mungkin, terjaga kerahasiaannya dalam sikap, ekspresi, dan kata. Mereka titipkan segala perasaan mereka kepada Sang Pemilik Hati yang paling hakiki, yaitu Allah Swt. Mereka benar-benar menjaga hati mereka. Rasa cinta mereka cukup dibawa dalam doa dan sujud di tiap malam sembari terus memantaskan dan memperbaiki diri.

Ali terpesona kepada Fatimah sejak lama disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan paras putri kesayangan Rasulullah Saw. itu. Dia pernah merasa hampir putus asa saat mengetahui Abu Bakar dan Umar bin Khaththab lebih dahulu melamar Fatimah, sementara dirinya belum siap untuk melakukannya. Namun, kesabarannya berbuah manis. Lamaran kedua orang sahabat yang tak diragukan lagi kesalehannya tersebut ternyata ditolak Rasulullah Saw. Akhirnya, Ali memberanikan diri dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.

Di sisi lain, Fatimah juga ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat, dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali, “Maafkan aku karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya.” Ali pun bertanya mengapa Fatimah tetap mau menikah dengannya dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum, Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

Betapa romantisnya, Guys ^_^.

So, kamu enggak perlu galau lagi kalau cintamu ditolak atau pacaran, tapi ditinggal pergi. Hidup enggak sekadar untuk menangisi apa yang belum kita miliki dan apa yang telah pergi. Life must go on, Guys. Hidup kalian masih panjang. Cita-cita kalian jauh lebih penting daripada pacaran. Memangnya pacar bisa kasih uang saku kalau kamu lagi enggak ada uang? Memangnya doi mau nanggung masa depanmu kalau kamu gagal? Enggak, kan? Mereka sekadar menganggap hubungan pacaran sebagai senang-senang semata. Jangan sampai kalian sia-siakan masa keemasan kalian, masa yang begitu berharga, waktu ketika kalian harus belajar mengasah diri, memperbaiki diri, memperkuat kualitas diri agar menjadi pribadi sebaik-baiknya. Kalau pribadimu baik, pasti suatu saat kamu akan mendapatkan cinta yang baik pula, yaitu istri yang salihah atau suami yang saleh. Jadi, simpanlah dulu cintamu. Sampaikan saja pada Allah Swt. dulu karena cinta yang hakiki itu adalah ketika kamu bisa mencintai karena Allah semata. Bersabarlah, biarkan segalanya bersemi indah pada waktu yang tepat layaknya cinta Ali dan Fatimah .

 

Keluarga

Penulis kira banyak dari kita yang sering galau karena masalah keluarga. Mulai dari ribut-ribut kecil sampai broken home. Sebagai anak, pasti kita merasa takut. Banyak hal negatif yang secara enggak langsung akan membayang-bayangi pikiran kita. Nah, bagaimana enggak bikin galau, tuh? Kali ini penulis akan menghadirkan kisah pribadi, Guys. Eits, jangan kaget, aku, kan, juga manusia biasa. Aku juga tentunya pernah mengalami banyak hal yang bikin galau hati .

Aku adalah seorang anak tunggal yang hidup di keluarga biasa-biasa saja. Bingung harus bagaimana mencari uang dan makan apa, itu sudah menjadi hal yang biasa kami jalani. Ayah dan ibu saya bekerja sebagai buruh enggak tetap. Ibu enggak pernah mengenyam pendidikan formal, sedangkan Ayah hanya sekolah sampai kelas 4 SD. Mapan? Belum. Tenteram? Hmmm, mungkin, kadang juga enggak. Kok, bisa? Baiklah, begini ceritanya.

Dalam keluarga kecil inilah aku dibesarkan. Namun, masalah yang kadang amat membuatku penat adalah ketika Ayah dan Ibu sering bertengkar. Sedari kecil, bahkan mungkin sebelum aku lahir, Ayah dan Ibu sering enggak cocok satu sama lain. Mereka sama-sama keras dan enggak ada yang mau mengalah. Kurangnya pemahaman tentang keadaan psikologis masing-masing menyebabkan ketegangan selalu muncul. Bahkan, masalah kecil saja bisa jadi masalah yang rumit. Sejak kecil sampai mulai beranjak remaja, aku diam. Menahan perasaan dan sejuta tanya, mengapa mereka harus begitu? Aku selalu diam dengan segala hiruk pikuk yang ada. Tekanan batin, mungkin iya. Sangat tertekan malah.

Hingga sampailah aku di penghujung perasaan yang amat membuatku tertekan. Saat itu aku sudah sekolah di tingkat SMA. Berontak, itulah yang aku lakukan. Ya, aku mulai berani ikut dalam perseteruan orangtua. Meskipun bermaksud melerai dan mencoba memberi pemahaman satu sama lain, kadang hati mulai enggak terkontrol dan ikut terbawa emosi. Itu terjadi enggak hanya sekali dua kali. Diam-diam aku mulai lelah, stres pun mungkin sudah hinggap. Atau bisa dibilang hampir depresi? Aku sering menangis atau melempar barang yang saat itu ada di genggaman ketika mendengar mereka saling menjelek-jelekkan. Secara psikologis, mau enggak mau kejadian yang telah berlangsung sejak kecil berhasil menciptakan trauma tersendiri dalam hidupku. Sekeras apa pun aku mencoba memberi pemahaman kepada mereka, itu enggak akan berpengaruh. Mindset mereka sudah terbentuk sedemikian rupa oleh sifat keras kepala mereka.

Lihat selengkapnya