Nick Oliver and the Soul of Terror

Mario Ekaputta
Chapter #4

Hipotesis

Cara Nick dalam menyampaikan kalimat barusan membuat kami semua kagum. Pak Burhan menyambutnya dengan sangat antusias, belum pernah kulihat ekspresi pria tua ini sesenang ini sebelumnya.

“Anda sudah memecahkan masalah ini, Pak Nickson?” tanya Pak Burhan dengan raut wajah senang dan lega.

“Belum sepenuhnya, masih ada beberapa data yang harus saya lengkapi, Pak Burhan,” jawab Nick. “Berikan saya waktu beberapa hari lagi, yah maksimal tiga hari. Sampai saya memecahkan masalah ini, saya harap Anda bisa mengikuti instruksi.”

“Instruksi apa?” tanya Pak Burhan.

“Tinggalkan rumah ini. Berdiamlah di suatu hotel selama beberapa hari, setidaknya sampai saya merasa situasi sudah aman untuk Anda. Lalu..”

“Tunggu-tunggu Pak Nickson,” sela Pak Burhan. “Maaf sebelumnya, untuk apa semua ini Pak Nickson? Apakah arwah ini tidak akan mengikuti saya ke tempat persinggahan saya selanjutnya?”

“Dengar Pak Burhan, saya cukup yakin kalau ini adalah ulah manusia,” Nick menegaskan.

“Manusia? Bagaimana mungkin? Bisakah Anda menjelaskan kepada saya?”

“Saya tidak bisa menjelaskan semuanya saat ini karena masih banyak yang belum saya ketahui, tetapi saya rasa Anda tidak punya banyak pilihan. Saya minta Anda untuk percaya kepada saya dan jangan banyak bertanya. Jika Anda tidak mengikuti instruksi saya, saya tidak bisa melindungi Anda jika makhluk yang Anda rasa adalah arwah penasaran itu muncul lagi. Saya serius dengan hal ini, Pak Burhan.”

“Baiklah, saya mendengarkan Anda sekarang.”

“Terima kasih. Tinggalkan ponsel, laptop, semua alat elektronik yang Anda miliki, dan jangan membawa kartu debit atau kartu kredit apapun. Bawalah buku, atau apapun yang bisa menghibur Anda selama beberapa hari. Anda boleh memberi kabar kepada semua orang di rumah ini kalau Anda harus mengisolasi diri, tetapi Anda tidak boleh memberi tahu mereka kemana Anda pergi. Apakah sampai sini Anda mengerti?”

“Mengapa saya tidak boleh memberi tahu orang rumah mengenai lokasi saya dan tidak boleh membawa alat elektronik beserta kartu ATM juga?”

“Karena sampai saya bisa mengidentifikasi masalah ini sampai tuntas, sebaiknya tidak ada yang tahu lokasi Anda, Pak Burhan. Saya khawatir ada yang bisa melacak Anda dari barang-barang yang Anda bawa,” jawab Nick dengan sangat tegas. “Sementara, bawalah uang tunai sekitar lima puluh juta atau berapapun tergantung di hotel mana Anda ingin bersembunyi. Saya rasa ini cukup untuk keadaan ini. Belilah ponsel dan nomor baru agar Anda bisa tetap berhubungan dengan kami. Jika ada hal yang berkaitan dengan email, buatlah email baru. Ingat! Anda jangan coba-coba menghubungi orang lain selain kami. Ini nomor telepon saya, silahkan hubungi nomor ini setelah Anda membeli ponsel dan nomor baru. Ada beberapa informasi yang mungkin akan saya tanyakan pada Anda, tetapi sifatnya agak personal.”

Pak Burhan terlihat tunduk dengan ucapan Nick.“Baiklah, berapa lama saya harus bersembunyi seperti ini, Pak Nickson?”

“Saya tak bisa memastikan, mungkin sekitar tiga hari sebagaimana waktu yang saya minta. Jarang saya memecahkan kasus diatas tiga hari, jadi Anda tak perlu khawatir.”

“Saya mengerti Pak Nickson,” sahut Pak Burhan.

“Bagus,” tukas Nick dengan sangat meyakinkan. “Pergilah ke daerah yang jarang Anda kunjungi, sehingga tak ada yang bisa menebak keberadaan Anda. Ada yang ingin Anda tanyakan lagi?”

“Tidak, saya mengerti. Adakah yang Anda butuhkan lagi untuk investigasi ini, Pak Nickson?”

“Ya, tolong nanti kirimkan saya salinan seluruh rekaman CCTV dihari terjadi kejadian yang mengerikan itu.”

“Baik, akan saya urus itu. Sekarang, saya akan segera mengemasi barang saya.”

“Bagus, Pak Burhan. Prajna, lu bisa nganterin Pak Burhan ke hotelnya ya?” tanya Nick kepada Prajna.

“Ya, ya oke. Nanti gua anterin,” jawab Prajna.

“Oke, kalau gitu Pak Burhan, silakan berkemas. Saya keluar sebentar mencari angin segar.”

Percakapan ini berlangsung begitu cepat. Aku salut dengan Nick yang mampu meyakinkan pria yang terlihat keras seperti Pak Burhan ini untuk meninggalkan rumahnya. Pak Burhan kini sedang berkemas, Nick sedang merokok diluar, sedangkan Prajna sedang mengangkat telepon yang baru saja berdering dari ponselnya. Berhubung semua sedang melakukan kegiatan masing-masing, aku pergi ke toilet sebentar untuk buang air besar. Sepertinya, bakso yang kumakan tadi siang terlalu pedas untuk perutku. Biasanya, aku melakukan kegiatan ini sambil membuka ponsel, tetapi kini aku terus memikirkan fakta-fakta pada kasus ini dan membayangkan kesimpulan apa yang didapat oleh Nick setelah wawancara lama dengan para pekerja di rumah Pak Burhan.

Semuanya telah menyelesaikan urusannya masing-masing, dan kami pun sudah berkumpul lagi di ruang tengah. Setelah memberi tahu seisi rumah, Pak Burhan dan Prajna lekas berangkat ke tempat persembunyian Pak Burhan yang tidak diketahui siapapun kecuali Prajna. Aku dan Nick meminta izin untuk tinggal di rumah tersebut untuk mewawancarai istri dan anak kedua Pak Burhan yang belum pulang. Kami berdua menunggu tanpa tahu pasti kapan kedua saksi yang akan kami wawancarai ini tiba. Menunggu dalam ketidakpastian dan ketidaktahuan adalah hal yang paling menyebalkan dalam hidupku, dalam situasi ini aku berusaha mengetahui apa yang diketahui Nick mengenai kasus ini.

“Jadi, lu dapet apa dari mewawancarai semua orang?” tanyaku.

“Gak banyak, detail ceritanya hampir sama,” jawab Nick. “Semua juga berada di tempat masing-masing dan bertugas, tetapi gua mendapat beberapa informasi tambahan sih.”

“Seperti?”

“Pak Burhan bukanlah orang yang ramah dan peduli terhadap pegawainya. Semua orang berusaha menceritakan Pak Burhan sebagai persona yang baik karena mereka udah pada lama juga bekerja disini kecuali salah satu satpamnya, Toni. Gua sogok dia lima puluh ribu vin, supaya dia mau blak-blakan soal Pak Burhan.”

“Oh ya? Jadi Pak Burhan itu orangnya gimana sih?”

“Dia suka kasar secara verbal ke para pekerjanya, kurang menghargai keberadaan mereka, dan jarang menghabiskan waktu bersama keluarganya. Kadang dia gak jelas pulangnya jam berapa, waktu kejadian pertama di garasi aja itu hampir jam sebelas malam.”

“Wah, ternyata banyak yang gak suka sama dia yah.”

“Begitulah, belum lagi kebiasaan mabuknya. Dia kadang suka mabuk, tapi karena dia benar-benar menjaga reputasinya dengan baik, dia cuma minum minuman keras itu kalau di rumah aja.”

“Astaga, benar-benar gak keliatan loh itu.”

“Memang, gua pun hampir tertipu sama image-nya,” ucap Nick sambil tertawa kecil. “Tapi tetep vin, kita gabisa nge-judge dia dari kelakuannya aja. Ini udah urusannya sama nyawa, tapi saat ini belum ada motif yang kuat juga untuk membunuh pria ini.”

“Lu yakin Nick ini bukan perbuatan setan?” tanyaku.

“Gak ada yang bisa buktiin kalau ini perbuatan setan, tapi gua akan buktiin kalau ini perbuatan manusia,” Nick menjawab.

“Lu gak percaya keberadaan setan ya?”

“Gua percaya vin kalau setan emang ada, tetapi setan itu pada hakikatnya sudah menderita loh, makanya jadi setan. Kebiasaan orang Indonesia nih, dikit-dikit mikirnya perbuatan setan, tanpa berusaha mencari penjelasan yang masuk akal dan bisa diterima nalar terlebih dahulu. Banyak fakta-fakta yang bisa menjelaskan kenapa ini adalah perbuatan manusia.”

Lihat selengkapnya