Nick Oliver and the Soul of Terror

Mario Ekaputta
Chapter #9

Menangkap Sang Dalang

Tahanan kami duduk tak berdaya terikat di kursinya. Ia hanya pasrah menyadari keadaannya dan hanya menundukan kepalanya selama kami tahan. Aku dan Prajna masih tak percaya setelah melihat wajahnya yang persis dengan sosok arwah penasaran yang meneror Almarhum pak Burhan. Berkali-kali aku mengambil foto dari berkas yang diberikan pak Burhan, kemudian membanding-bandingkannya dengan tahanan kami ini. Setelah membandingkan dari berbagai sisi, tidak ada satupun perbedaan yang nampak antara sosok difoto ini dan tahanan kami. Muncul banyak spekulasi di dalam pikiranku, tetapi semuanya berlangsung lalu lalang karena saat itu kami masih harus menjalankan rencana ini.

Aku dan Prajna tentunya sudah memiliki setumpuk pertanyaan, tetapi Nick langsung pergi keluar tanpa memberi tahu kami detail yang jelas setelah kami menelpon bu Hanna dan menyuruhnya datang kemari. “Rencananya belum selesai,” jelas Nick sebelum ia pergi keluar. “Pokoknya jangan bicara apa-apa sama siapapun sampai gua kembali. Kalian duduk diam dan tenang aja disini ya. Kalau si bu Hanna dan kedua anak pak Burhan itu udah sampe, jangan banyak bicara sama mereka terkait kasus ini. Pokoknya tunggu gua!”

Nick pergi membawa hampir semua barang-barang dari tahanan kami. Nick juga mengendarai motor yang dipakai ngojek oleh tahanan kami ini. Aku dan Prajna ditugaskan untuk berdiam dan berjaga agar tahanan kami tidak kemana-mana, lalu kami menyembunyikannya di kamar tempatku tidur semalam. Kalau saja wajah tahanan kami tidak sama persis dengan sosok Lukman, aku merasa bahwa kami bertiga telah melakukan tindak kejahatan terhadap pengemudi ojek online ini.

Setelah beres, aku dan Prajna menunggu kehadiran keluarga bu Hanna dan kedua anak tirinya di ruang tengah. Kami tak tahu apakah mereka akan datang, pasalnya mereka sedang sibuk mengurus pemakaman pak Burhan dan Nick melarang Prajna untuk menyebutkan soal keberadaan seseorang yang persis seperti Lukman ini. Prajna menghubungi bu Hanna dan mendesaknya untuk datang tanpa alasan yang jelas. Ia hanya berkata bahwa Nick menemukan sesuatu, dan mereka harus mendengarnya langsung. Nick juga melarang kami untuk berbicara dengan tahanan kami ini.

Selama menunggu, aku dan Prajna hanya terdiam dalam kebingungan dan kekaguman. Kekaguman kami, tentu kami tujukan untuk Nick. Aku sendiri masih tak habis pikir, bagaimana Nick bisa menemukan sosok pembunuh ini diantara jutaan orang di kota Jakarta yang berlalu lalang setiap harinya. Sementara mengenai kebingungan kami, jelas adalah mengenai sosok tahanan kami ini. Siapa dia? Apa hubungannya dengan Lukman? Dengan siapa ia bekerja? Dan yang paling membuatku penasaran, bagaimana cara ia masuk dan keluar dari garasi serta kamar hotel itu? Segala kebingunganku ini akan segera terjawab, tetapi saat itu aku merasakan periode waktu terpanjang dalam hidupku. Bahkan berminggu-minggu penasaran mengenai hidup Nick, masih kalah panjangnya dengan rasa penasaran yang kualami saat itu.

Pagi itu hujan turun dengan derasnya. Suara hujan mendominasi segala bentuk suara pada pagi itu. Untuk saling berbicara dengan Prajna pun, kami harus saling menaikan volume suara kami hingga setengah berteriak agar bisa mendengar satu sama lain.

Sekitar satu jam kami menunggu. Terdengar suara klakson mobil didepan kontrakan Prajna, diiringi dengan pesan masuk dari bu Hanna yang mengkonfirmasi kalau ia telah sampai dan mobilnya lah yang berada di depan. Aku dan Prajna mengambil payung, kemudian membantu Bu Hanna, Andre, dan Norman untuk masuk kedalam kontrakan Prajna.

Prajna mempersilakan mereka duduk di sofa ruang tengah, tepat setelah mereka sampai di dalam rumah. Kini Prajna sedang kedapur untuk mengambilkan minuman, sedangkan aku menemani ketiga orang ini diruang tengah. Aku berusaha untuk ramah, tetapi pesan Nick agar kami tidak berbicara apa-apa membuatku hanya diam dan tak mengajak mereka bicara sama sekali. Mereka pun sedang sibuk membicarakan soal upacara pemakaman Almarhum pak Burhan, sehingga akupun tak mungkin menginterupsi pembicaraan mereka.

Tak lama kemudian, Prajna menyusul kami di ruang tengah dan membawakan tiga gelas air mineral untuk ketiga tamu kami ini.

“Silakan diminum,” kata Prajna sambil membagikan gelas berisi air mineral itu kepada mereka bertiga.

“Terima kasih,” sahut Bu Hanna dan Andre, sedangkan Norman masih dengan wajah masamnya ketika menerima suguhan minum dan enggan meminumnya.

“Dimana si detektif payah itu?” tanyanya.

“Nick akan tiba disini beberapa lama lagi,” jawab Prajna.

“Kemana dia?”

“Saya tidak tahu pasti. Yang saya tahu, dia tadi bilang mau beli sarapan dulu.”

Ekspresi Norman berubah menjadi semakin ganas. Wajah galaknya benar-benar persis seperti ayahnya, dan ia kini seperti orang yang kesal karena merasa terhina. “Ku harap kau berdua tidak main-main dengan waktu kami ya,” katanya. “Disuruh datang kemari katanya ada yang penting. Mana? Jangan sampai ku tuntut kalian berdua juga setelah kutuntut detektif payah itu. Bisa-bisanya beli sarapan disituasi macam ini.”

Bu Hanna dan Andre berusaha menenangkan Norman yang sedang emosi itu dan memberi isyarat kepadanya agar diam saja.

“Pak Prajna dan Pak Andre,” panggil Bu Hanna, “bisakah kita serius dan tak berlama-lama disini? Kami sedang sibuk mengurus pemakaman dari keluarga kami yang tengah berpulang.”

“Saya mengerti, Bu,” sahut Prajna. “Nick meminta kita untuk menunggunya, dia ingin menyampaikan sesuatu yang penting terkait kasus ini. Saya harap Ibu Hanna, Pak Norman, dan Pak Andre bisa bersabar sebentar.”

“Kami semua sudah merelakan kepergian ayah,” ucap Andre. “Sedih memang ketika tau semua harus berakhir seperti ini, tetapi apa lagi yang ingin disampaikan pak Nickson? Jika ia ingin meminta maaf, maka kami sudah memaafkannya. Saya harap kita bisa menyelsaikan apapun urusan ini dengan cepat dan jelas.”

Aku dan Prajna saling bertukar pandang. Kami tentu sudah gatal ingin mengeluarkan tahanan kami untuk membuat mereka terdiam dan berhenti meremehkan teman kami, Nick. Sayangnya kalaupun kami melanggar instruksi Nick, kami juga tidak bisa menjelaskan apa-apa terkait tahanan kami ini. Akhirnya kami hanya meminta mereka untuk menunggu kehadiran Nick setidaknya dua puluh menit lagi, kemudian kami permisi ke dapur untuk mencoba mengubungi Nick.

Lihat selengkapnya