Petualangan pertamaku bersama Nick Oliver ternyata telah menjadi salah satu kasus terunik yang pernah ia tangani. Bagaimana cara seorang Nick Oliver berpikir dan memecahkan kasus ini adalah sebuah kejeniusan yang luar biasa, meskipun pembaca mungkin akan berdebat apakah sahabatku ini layak dibilang berhasil menangani kasus ini jika mengingat kematian klien kami, pak Burhan Nasution. Menurutku semua orang mungkin mendapatkan akhir yang layak, terlepas dari bagaimana kita mendefinisikan keadilan. Pak Burhan yang kejam itu meninggal karena karmanya, Norman yang pemalas itu kini akan keluar dari zona nyamannya, dan ibu Hanna yang baik akan mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Sayangnya bagi Andre dan Lukas, mereka harus menghabiskan beberapa tahun di penjara, tetapi mereka menerimanya dengan ikhlas karena mereka juga telah menuntaskan tujuan hidup mereka. Aku tidak berpihak pada kedua pemuda yang membuat rencana mengerikan itu, tetapi aku memiliki empati kepada mereka jika membayangkan diriku diposisi mereka, mungkin aku juga akan tenggelam dalam lautan kesengsaraan dan hidup untuk membalas dendam. Bagaimanapun, hukum telah ditegakan, meskipun keadilan menjadi sebuah kata yang patut diperdebatkan.
Hari masih belum mencapai tengah hari ketika kami tiba di unit kami, tetapi bagiku akhir kisah seperti sudah tengah malam. Jika kuingat kejadian sebelum kami pulang, ketika bu Hanna dan Norman menyampaikan terima kasih mereka kepada Nick, ia bisa saja meminta bayaran lebih daripada tiga juta rupiah. Aku sendiri tidak menyepelekan uang senilai tiga juta rupiah, tetapi bukankah itu adalah dana yang terlalu sedikit untuk kasus sehebat ini? Bagi Nick, uang bukanlah segalanya dan ia sangat puas bisa memecahkan kasus ini saja. Agak lucu bagiku jika mengingat Nick semasa kuliah dulu punya ambisi menjadi seorang pengusaha yang berpenghasilan ratusan juta hingga milyaran rupiah setiap bulannya. Kini di usia 30 tahun, ia hanya hidup sederhana, belum menikah, belum memiliki rumah, dan ala kadarnya. Detektif swasta ini menyalakan rokoknya setelah tidak menghisapnya sejak pagi, memutar musik-musik instrumental, dan duduk bersandar diatas matras-matras yang disusunnya di ruang tengah.
“Jadi, Vin,” ucapnya. “Sekarang lu udah tau kan kerjaan gua?”
“Gila Nick, Gila!” seruku. “Gua harus berterimakasih sama lu udah melibatkan gua dalam kasus sekeren ini.”
“Ah, lu lebay vin,” katanya. “Kasus ini masih biasa saja dan masih banyak kasus-kasus aneh yang masih akan menanti kedepannya.”
“Lah, tadi lu bilang gak akan melupakan kasus ini sepanjang karir lu kan, Nick?”
“Karena ini pertama kalinya gua ketemu kasus yang kaya begini, sehingga kedepannya kalau ada kasus serupa, gua pasti akan ingat kasus ini sebagai acuan gua.”
Seumur hidupku, aku tidak pernah menemukan orang yang lebih sombong dari temanku, Nick Oliver. Walaupun demikian, aku harus mengakui kalau semua yang ia katakan adalah fakta dan ia bisa membuktikan ucapannya dengan kemampuannya. Aku melihat semua yang dilakukan Nick bagaikan orang yang membongkar sebuah rahasia sulap sebagaimana yang ia singgung mengenai kasus ini. Tetapi hebatnya, Nick mengungkap semua rahasia ini seolah menunjukan kalau ia adalah pesulap yang jauh lebih hebat. Trik yang dilakukan Andre dan Lukas memang hebat, tetapi cara Nick mengungkap trik cerdas dan menangkap mereka tentu jauh dari kata hebat. Kini saatnya aku melihat segala rahasia dari Nick Oliver.
“Jadi?” tanyaku sambil senyum-senyum menatap Nick.
“Apaan?” tanyanya tidak mengerti maksudku.
“Saatnya lu menjelaskan ke gua segala investigasi lu sampai bisa mengungkap ini semua. Kasusnya udah kelar, tidak ada yang perlu disembunyiin lagi dong.”
“Huh,” keluh Nick. “Apalagi yang mau dibahas?”
“Gua masih belum tau cara si Lukas masuk ke kamar hotel itu.”
“Serius?” tanya Nick meremehkanku. “Sekarang lu udah tau cara dia masuk ke garasi rumah dan lu masih bingung cara dia masuk ke kamar itu? Padahal udah jelas tadi dibilang kalau dia dibantu sama salah satu karyawan yang bernama Lina.”
“Gua kan bukan detektif Nick,” protesku membela diri. “Ini juga pertama kali gua ngikutin dunia ginian.”
“Ah, benar juga,” kata Nick menghebuskan asap rokok dari mulutnya. “Si Lukas itu masuk saat karyawan bernama Lina ini bersih-bersih. Dia disembunyiin di troli bersih-bersihnya.”
“Troli?”
“Ya, ukurannya lumayan besar sehingga bisa ada manusia yang disembunyiin disitu.”
“Oke… itu tadi sungguh tak terpikirkan,” ucapku dengan ekspresi gak karuan. “Tapi kita gak pernah ngeliat troli itu kan? Gimana lu bisa tau?”
“Keberuntungan di awal, Vin. Kalau gua gak tau dia masuk ke rumah dengan mobil, mungkin agak sulit memecahkan yang satu ini, tetapi karena gua tau pasti metode dia sebelumnya, gua pikir metode selanjutnya gak akan jauh beda.”
“Tapi gimana dia bisa tiba-tiba masuk ke troli? Apa gak ada yang curiga? Masa seorang pengemudi ojek online datang ke ruang janitor hotel, terus baru keluar besoknya.”
“Ah, mengenai hal itu…,” kata Nick. “Mereka bertemu di tempat pembuangan sampah dekat hotel, disana si Lukas dibawa masuk dengan sembunyi di tempat sampah hijau yang besar itu. Setelah berada di ruang janitor, barulah si Lukas masuk ke troli, dan dia keluar dengan cara yang sama. Troli dan tempat sampah.”
“Wow,” seruku. “Kelihatannya spele, tapi bagaimana sih lu bisa memastikan semua rincian itu?”
“Jadi begini, awalnya…”
“Tunggu-tunggu!” potongku. “Nick, jelasin ke gua secara detail tentang semua metode lu mengenai kasus ini!”
“Yang mana?”
“Semua yang berkaitan dengan kasus ini. Dari awal investigasi lu, cara lu ngumpulin semua fakta hingga menyusun kesimpulan. Gua akui semua yang lu ungkap emang keliatannya spele, tapi gimana cara lu bisa nemuin si Lukas sampe bisa ngebawa dia ke kontrakan Prajna? Ada begitu banyak pengemudi ojek online di Jakarta dan bisa nemuin satu yang pas gitu. Gimana dah?”
“Lu mau tau apa aja dan dari mana?” tanya Nick dengan ketus. “Berhubung lu udah banyak bantu gua, yauda gua jelasin deh.”
“Pokoknya semuanya,” tukasku dengan antusias. “Kalau perlu dari awal si Prajna dateng kemari dan menceritakan kisah-kisah ini.”
“Baiklah, gua akan coba jelaskan,” kata Nick sambil mematikan rokoknya. “Sebenarnya ini bukanlah kasus yang sulit untuk dipecahkan, hanya saja si Andre ini sangat jago menyembunyikan keterlibatannya dan membuat gua harus berputar sana-sini untuk bisa memecahkan ini semua. Sampai pak Burhan meninggal, gua juga masih belum yakin kalau Andre adalah dalang dibalik ini semua. Gua rasa lu sadar lah ya ketika ngeliat reaksi gua?”
“Ya, gua bisa menduga itu sih,” kataku. “Lu pucat banget pas itu.”
“Ya, gua sangat gak menduga kalau itu bakal terjadi. Nah dalam kasus ini, gua akan coba jelaskan sama lu dari kejadian awal. Saat Prajna cerita, gua sebenernya udah menduga kalau ini adalah kasus pembunuhan berencana, tetapi gua belum punya hipotesis apa-apa karena ceritanya masih absurd. Malam itu, gua meriset mengenai pak Burhan Nasution dan menemukan beberapa artikel atau berita tentang dia. Semua artikel itu mengisahkan cerita yang inspiratif bagaimana perjuangan dia membangun aset, bisnis dan lain-lain. Dia juga tergabung di suatu partai, sehingga gua sempat berasumsi kalau motifnya mungkin adalah politik. Kemudian gua menemukan satu berita menarik diakhir tahun 2013 ketika dia menabrak Marlyn Kurniawan sampe orangnya meninggal. Pas itu gua gak terlalu berpikiran kalau ini adalah motif pembunuhannya, tetapi gua tetap menyimpan berita itu karena gua gak mau mengeliminasi segala kemungkinan dan siapa tahu kalau ini memang relevan.
“Keesokan harinya, kita banyak mengobrol kan dirumahnya dan mendengar rangkaian kejadiannya beberapa kali. Rincian ceritanya tidak terlalu rumit dan masih masuk akal kalau ini adalah ulah manusia. Gua udah pernah cerita sama lu kan bagaimana gua yakin seratus persen kalau ini ulah manusia dari deskripsi wujudnya? Oleh sebab itu, gua berusaha mencari tau bagaimana orang yang menyamar jadi setan ini masuk. Ada satu saat dimana gua minta break untuk merokok, tapi sebenarnya gua gak cuma merokok diluar, Vin. Gua coba menelusuri rumahnya mencari apakah ada jalur untuk seseorang keluar masuk tanpa diketahui, tapi karena saking luasnya itu rumah, gua rasa akan lebih baik kalau si pak Burhan yang kasih tur singkat pas itu. Ketika kita berada di garasi, gua udah bisa menyimpulkan kalau si setan ini keluar masuk menggunakan mobil. Ini tebakan yang mudah sebenarnya, tetapi kalian tidak berpikir secara logika dan terus merasa kalau ini adalah ulah setan. Coba kita lihat fakta-faktanya: Kejadian pertama terjadi di parkiran kampus, kedua di garasi, ketiga juga di garasi, pokoknya semua tempat itu ada mobilnya. Harusnya kita bisa dengan mudah menyimpulkan kalau setan ini pasti kebantu sama mobil. Sayangnya semua orang berpikir bahwa kejadian ini selalu terjadi di garasi atau di dekat mobil pak Burhan karena semasa hidupnya si setan, dia menghabiskan banyak waktu disana. Kalian semua berasumsi sesuai apa yang diinginkan Andre, tanpa mencari tau penjelasan logis mengenai ini semua. Hipotesis ini didukung juga setelah tur dirumah pak Burhan itu selesai, gak ada data-data atau kemungkinan baru yang bisa menimbulkan hipotesis lain.
“Saat itu gua memang sudah berani menyimpulkan bagaimana cara si setan ini keluar masuk dan beraksi, tetapi gua masih ragu siapa dalang dan pelakunya. Waktu itu, gua bilang samalu kalau dalangnya pasti gak jauh dari pak Burhan. Gua sudah yakin kalau dalangnya ini antara Andre atau bu Hanna. Gua bisa mengeliminasi Norman dari daftar tersangka karena pada kejadian kedua, dia menemani pak Burhan di kamarnya. Dia gak membantu si pelaku keluar dalam satu kejadian, sehingga seluruh bukti gak mengarah ke dia dan saat gua wawancara dia, gua udah tau bahwa dia ini anak kesayangan bapaknya. Bu Hanna dan Andre itu sama-sama berpendidikan, pintar, bagus menjelaskan rincian kejadian, dan tentunya sama-sama punya dasar mengenai makeup. Bu Hanna punya salon, sedangkan si Andre dulu aktif teater. Pas kejadian di rumahnya juga lumayan membingungkan, pertama si Lukas keluar pake mobilnya Andre, kedua pake mobilnya bu Hanna. Gua gak bisa sampaikan ini kepada kalian karena gua gak mau kalian malah akan jadi paranoid karena kita sekarang punya dua tersangka. Kita juga belum sempat mewawancarai mereka dan siapa tau gua menemukan data baru yang ternyata mengarah ke orang lain. Setelah wawancara pun, mereka menjawab semua pertanyaan kita dengan jujur dan jelas, kecuali Andre memang menyembunyikan beberapa detail.
“Kemudian hari sabtu setelah kita pulang dari rumah pak Burhan, gua menelpon pak Burhan lagi malamnya dan menanyakan beberapa hal yang mungkin bisa membantu, tetapi dia sangat mementingkan reputasinya di atas nyawanya sendiri. Dia gak mau memberikan gua informasi apa-apa mengenai aibnya, sehingga gua masih belum bisa menemukan motif kasus ini. Seandainya dia lebih terbuka sama gua, mungkin nasibnya akan lain karena gua bisa memecahkan masalah ini malam itu. Satu-satunya informasi yang ternyata membantu kasus ini adalah mengenai warisannya, tapi saat itu gua belum bisa menemukan apa-apa, jadi nanti akan gua bahas lagi kapan surat warisnya itu bisa membantu gua. Malam itu, gua menghabiskan waktu gua untuk meneliti kembali hasil wawancara gua dengan semua orang dirumah si Pak Burhan untuk memantapkan hipotesis gua, menyaksikan rekaman CCTV di rumahnya pada kejadian terakhir, mengirimkan sejumlah data kepada beberapa rekan gua yang bisa membantu, dan melakukan riset lagi mengenai pak Burhan terhadap orang-orang sekitarnya yang belum gua temui. Hari minggu setelah wawancara bu Hanna, gua juga gak langsung tidur vin pas masuk kamar, tetapi gua memang butuh waktu sendiri pas itu. Gua fokus melakukan riset terhadap bu Hanna dan Andre. Gua bahkan mencoba menghubungi beberapa orang yang kenal sama mereka, tetapi hasilnya masih agak buntu. Nah, ada artikel yang menarik mengenai si Andre yang gua temukan waktu itu nih.”
Nick menyalakan laptopnya dan membuka sebuah website yang tak pernah kulihat sebelumnya. “Nih, Vin. Coba lu liat artikel ini,” katanya sambil menunjukan isi laptopnya itu kepadaku. Disitu tertulis sebuah artikel mengenai pembelaan terhadap kaum LGBT di Indonesia yang ditulis oleh Andre.
“Andre itu gay?” tanyaku.
“Ya, bukannya kita udah bahas kemarin?”
“Oh, gua gak paham waktu lu bahas itu.”
“Yah, begitulah. Artikel ini memang gak banyak membantu, sebab meskipun Andre dan Lukas adalah pasangan, cinta bukanlah motif dari semua ini. Dari situ gua cuma berani menyimpulkan kalau Andre adalah pelakunya, maka Lukas pasti adalah kekasihnya. Ketika Andre bilang kalau dia mau pergi ke Amerika untuk melanjutkan studi, dia mungkin juga ingin memulai kehidupan baru dimana pernikahan antar gender yang sama sudah legal sebab di Indonesia pun masih belum ada perlindungan terhadap kaum LGBT.”
“Begitu ya menurut lu, Nick?”
“Ya, dan gua rasa lu ingin gua segera kembali ke kasus ini ya, meskipun sebenarnya topik mengenai LGBT ini cukup menarik kalau dibicarakan. Sekarang gua akan coba bahas bagaimana gua bisa mendapatkan si Lukas. Nah, lagi-lagi semua berbicara soal mindset ya. Ketika kita bicara soal kisah Lukman yang bangkit dari kubur, semua orang berpikir keliru. Bagaimana dia bangkit dari kuburnya? Apa mau dia? Kenapa dia melakukan ini semua? Sekali lagi, kalian berpikir seperti apa yang diinginkan Andre, sementara gua berpikir hal-hal lain. Siapa Lukman sebenarnya? Apakah dia memang sudah mati? Kematian di tengah pandemi corona untuk seorang pemuda berusia 23 tahun, rasionya tidak terlalu tinggi dan tidak ada riwayat penyakit yang lain yang menjelaskan kematian si Lukman sehingga gua mempertanyakan fakta itu. Ketika berkas-berkas mengenai Lukman itu ada ditangan gua, gua langsung ngirimin itu semua berkas kepada temen gua yang kerja di kementrian dalam negeri. Sepertinya gak usah nyebutin nama dia ya. Dia itu bantuin gua untuk ngecek data sensus penduduk si Lukman Abdurahman dan datanya keluar di hari senin.