Night Flights

Noura Publishing
Chapter #2

Malam Itu Selagi Berbaring

Malam itu, selagi berbaring di tempat tidur logam dalam palka sahaya, Anna terbangun dari mimpi menggelisahkan gara-gara diguncang-guncangkan oleh Verna Mould. “Bangun, K-420!” perintah sang Mandor. “Bos ingin bertemu denganmu! Itu, perihal mesin yang kau temukan!”

Anna berguling untuk turun dari tempat tidur dan, masih dalam kondisi mengantuk, mengikuti perempuan yang lebih tua itu menyusuri Perut Arkangel. Gergaji-gergaji bundar maha­besar sedang membelah sasis kota tangkapan, menghasilkan percik-percik api yang menjilat atap baja Perut. Di atas atap, berdirilah Arkangel—Inti nan hangat, tempat para bos bermukim. Anna tidak pernah naik ke sana, tidak pernah memikirkannya. Gadis itu tahu dia bekerja untuk perusahaan bernama Kael Industries dan dia tahu perusahaan itu dikelola oleh pria bernama Viktor Kael karena poster-poster di palka sahaya memuat wajah tuanya yang jelek. Janggut putih dan matanya yang dingin membuatnya tampak seperti raksasa es dalam dongeng. Pria itukah yang ingin bicara kepada Anna? Dia sontak bergidik.

Di ujung ladang kerja pemulung, terdapat lift barang berukuran besar: kerangkeng logam di dalam kerangkeng logam. Anna memasuki salah satunya. Verna Mould menutup lift di belakangnya dan berkata, “Semoga berhasil, K-420.”

Verna memperhatikan sementara kerangkeng itu berkelo­takan ke atas, menembus kepulan asap yang melayang-layang di bawah atap. Kemudian, dia mengangkat bahu dan berbalik untuk kembali ke tempat tidurnya sendiri, sengaja menepis air muka K-420 yang takut dan mengantuk dari benaknya. Verna mengenal sahaya-sahaya lain yang sempat dipanggil ke atas dan mereka semua tak ketahuan lagi rimbanya.

Ketika lift tiba di tingkat berikutnya, Anna mendapati dua petugas keamanan Kael Industries sudah menantinya. Mereka melambai untuk menyuruhnya keluar dari kerangkeng dan me­ngiringinya sepanjang koridor sampai ke sebuah ambang pintu, yang kata mereka harus dia masuki. Pintu itu mengarah ke ruangan kecil berantakan berpenerangan lampu listrik yang terayun-ayun dari langit-langit rendah. Di dalam sana, terdapat sebuah meja beserta dua kursi. Kursi yang lebih dekat dengan Anna kosong. Kursi yang satu lagi, yang menghadapnya, di­duduki oleh seorang pemuda. Dia berwajah kurus kuyu dan berambut merah lepek—sama sekali tidak tampan—tetapi dia mengenakan baju sutra berlapis bulu dan cincin-cincin di jari, sedangkan ekspresinya memberi tahu Anna bahwa dia berasal dari salah satu keluarga penguasa Arkangel.

“Kau si sahaya K-420? Gadis yang menemukan mesin Jeunet Carot?” tanyanya sambil mengesampingkan notes yang barusan dia tulisi. Si pemuda tersenyum. “Silakan duduk.”

Tidak ada yang mengucapkan “silakan” kepada Anna sejak dia menjadi sahaya. Tidak ada yang tersenyum kepada sahaya. Tidak ada yang pernah mempersilakannya duduk. Anna melirik ke belakang, curiga kalau-kalau ini adalah tipu daya. Namun, pintu yang dia lewati tadi sudah tertutup, sedangkan kedua penjaga keamanan berada di luar sana. Si pemuda lantas berujar lagi, “Duduklah. Silakan.”

Anna dengan waswas menduduki kursi yang terus-menerus ditunjuk oleh si pemuda. Anna melihat wajah pemuda itu ber­kerut enggan gara-gara bau overall kumal dan badan kotor yang terbawa melampaui meja dan terendus hidungnya. “Dewa-dewi mahaagung,” si pemuda bergumam dan kemudian, begitu pulih, “Jadi, mengenai mesin itu ....”

“Saya tidak bermaksud berulah,” kata Anna, yang masih membawa diri seakan-akan dia telah berbuat salah. “Saya kira mesin itu masih bisa dipergunakan, kalaupun hanya untuk suku cadang.”

“Oh, masih bisa! Memang!” kata si pemuda. “Yang mem­buatku tertarik adalah dari mana kau tahu. Tidak banyak orang yang tahu. Tidak banyak ... orang dari kelasmu, maksudku.”

“Saya mengenal bidang perdagangan udara,” kata Anna. “Orangtua saya pedagang udara, sewaktu saya tumbuh besar. Sebelum saya ditangkap.”

Lihat selengkapnya