Jumat, 13:45 WIB. Alam Sutera, Tangerang Selatan.
Sinar matahari mencoba menerobos masuk lewat celah gorden blackout di kamar Nicholas "Nicky" Nugroho, tapi gagal total. Kamar itu adalah sebuah benteng. Benteng kesunyian, kegelapan, dan suhu dingin 18 derajat Celcius yang dijaga ketat oleh AC inverter yang menyala 24 jam.
Nicky terbangun dengan posisi yang tidak manusiawi. Kepalanya nyaris jatuh dari sandaran kursi gaming Secretlab Titan-nya, sementara kakinya masih nangkring di atas meja, di sebelah keyboard custom seharga lima juta rupiah.
"Argh..."
Suara leher yang berbunyi krek terdengar nyaring saat dia mencoba meluruskan badan. Rasanya seperti ada kawat berduri yang ditarik di sepanjang tulang punggungnya. Efek samping maraton Ranked Match Apex Legends sampai subuh.
Dia mengusap wajahnya yang pucat. Kulitnya putih khas Chindo, tapi terlihat kusam karena kurang vitamin D. Kantung mata tipis namun permanen menghiasi wajahnya, tanda kehormatan bagi seorang streamer yang hidup di zona waktu berbeda dengan manusia normal.
Tangannya meraba-raba meja yang penuh dengan kaleng minuman energi kosong, bungkus tisu, dan botol air mineral. Dia meraih iPhone-nya. Cahaya layar yang menyala otomatis membuat matanya menyipit perih.
Notifikasi:
BCA Mobile: Transfer Berhasil ke "MAMA" - Rp 5.000.000.WhatsApp (32): Group Keluarga, KateLim, Spam Pinjol.
Nicky menghela napas lega melihat notifikasi transfer itu. Setidaknya kewajiban bulanannya sebagai anak berbakti (tapi gengsi) sudah lunas. Dia melempar HP-nya kembali ke kasur, lalu berdiri. Lututnya gemetar sedikit.
"Makan, Nick. Jangan mati konyol kayak NPC," gumamnya pada diri sendiri.
Dia menyeret kakinya keluar dari gua pertapaannya. Sandal jepit Swallow warna hijaunya berdecit di lantai parket kayu.
Begitu pintu kamar terbuka, hawa panas Tangerang Selatan langsung menampar wajahnya. Kontrasnya gila-gilaan. Dari kutub utara langsung ke gurun sahara.
Di ruang tengah lantai dua, Nicky berhenti. Dia melihat sosok familier yang sedang sibuk berpose di depan cermin besar dekat tangga.
Devina. Adiknya.
Anak itu memakai seragam SMA putih abu-abu yang dimodifikasi habis-habisan. Roknya dipendekkan sedikit di atas lutut, kemejanya agak ketat, dan rambutnya... Nicky mengernyit. Kemarin rambutnya hitam, sekarang bagian dalamnya berwarna pink neon menyala. Gaya peek-a-boo ala anak Jaksel.
"Minggir," kata Nicky dengan suara serak khas bangun tidur. "Ngalangin jalan air."
Devina tidak menoleh. Dia masih sibuk memiringkan kepala, mencari angle terbaik buat Story Instagram. Tangan kirinya memegang iPhone 15 Pro Max yang casing-nya penuh stiker absurd.
"Ih, bangun juga lo, Ko. Kirain udah jadi fosil di dalem sana," sahut Devina tanpa dosa. "Bau banget gila. Literally bau naga baru bangun tidur."
"Bacot. Minggir." Nicky berjalan melewatinya menuju dispenser. Dia meneguk air dingin langsung dari gelas besar, membiarkan sensasi dingin itu membilas tenggorokannya yang kering.
"Ko Nicky," panggil Devina. Nadanya berubah. Dari nada sassy jadi nada manja yang mencurigakan. "Ganteng banget deh hari ini, sumpah. Rambut acak-acakan gitu tuh aesthetic tau gak."