Night Shift: The Silent Hour

R. Rusandhy
Chapter #6

BAB 5: THE CONVOY

Sabtu, 15:30 WIB. Tol Dalam Kota (Arah Glodok).

Jakarta sedang tidak bersahabat. Langit yang tadi mendung kini muntah. Hujan deras mengguyur aspal ibu kota, mengubah jalan tol menjadi sungai keruh yang lambat dan mematikan.

Di dalam kabin Honda Civic Nicky, suasana hening tapi mencekam. Hanya suara wiper yang bergerak panik—ciit, ciit, ciit—yang memecah kebisuan, beradu dengan suara dentuman hujan di atap mobil.

Nicky menyetir dengan postur kaku. Spion kirinya yang hancur membiarkan air hujan masuk sedikit lewat celah jendela, membasahi lengan kanannya. Matanya nanar menatap lampu rem merah dari ribuan mobil di depannya.

Macet total.

"Bangsat," umpat Nicky pelan, memukul setir. "Gerak dong, anjing. Gerak!"

Di kursi penumpang depan, Andhika (XshooterX) merokok dengan jendela dibuka sedikit. Asap rokoknya berputar di dalam mobil, bikin pengap, tapi nggak ada yang protes. Andhika butuh nikotin buat nahan tangannya biar nggak gemetar. Matanya waspada melihat setiap motor yang selap-selip di antara mobil mereka.

"Santai, Nick. Fokus," kata Andhika, walau kakinya sendiri mengetuk-ngetuk lantai mobil dengan ritme cepat. "Kita masih punya waktu."

"Waktu apa?!"

Suara itu datang dari kursi belakang. Johan.

Johan duduk meringkuk di pojok, wajahnya pucat pasi diterangi cahaya layar HP dan lampu jalanan yang buram. Dia memeluk tas ranselnya di dada. Luka gores di pipinya sudah diplester seadanya oleh Kate, tapi darah masih merembes sedikit.

"Liat jam, Bang! Liat jam!" Johan menyodorkan jam tangannya yang retak ke muka Andhika.

15:45 WIB.

"Gue mati jam lima lewat dua belas, Bang. Satu jam setengah lagi!" suara Johan meninggi, pecah di ujungnya. "Dan kita masih kejebak di Semanggi! Ini gila! Algoritma ini tau! Dia bikin macet biar gue mati di jalan!"

"Jo, tenang dulu, please," Kate mencoba menenangkan di sebelahnya, mengusap bahu Johan. Kate sendiri masih memegangi lengannya yang merah melepuh kena sup panas. "Napas, Jo. Tarik napas."

"Gue nggak butuh napas, Kate! Gue butuh sampe ke server itu!" Johan menepis tangan Kate kasar. Dia membuka buku catatan kecilnya lagi. Pulpennya bergerak kesetanan di atas kertas, menulis rumus, kode, dan denah yang cuma dia yang ngerti.

"Kalo gue mati..." Johan bergumam, matanya liar. "Kalo gue mati, kalian harus baca halaman 24. Gue udah tulis pola pathing hantunya. Gue udah tulis cara bypass kunci pintu Ruko itu."

"Lo nggak bakal mati, bego," potong Nicky dari depan, matanya melihat celah sempit di bahu jalan. Dia banting setir ke kiri, mengambil jalur darurat. Ilegal, tapi persetan dengan tilang. Nyawa temannya lagi di ujung tanduk.

Lihat selengkapnya