Nineteen point Ten

Ropha Locera
Chapter #2

Euforia Sesaat

"Halo? Bagaimana kabarmu? Sudah lama, saya tidak mendengar suaramu." Suara berat yang sangat dirindukan oleh Ratna. Dan dia tahu dengan siapa dia berbicara.

Ayara mendekat, dan menyentuh pundak Ratna, " Nek?"

Ratna tersadar dari lamunan sedihnya, " Tidak apa-apa. Kamu lanjutkan pekerjaanmu."

Ayara meninggalkan Nenek dengan wajah yang memancarkan keraguan. Ketahuan juga dari kondisi yang tidak tenang saat dia memasak, sesekali mencuri pandang ke arah Neneknya. Terkadang ada tawa, terkadang ada tangis. Tapi lebih banyak air mata yang keluar.

Mungkin sekitar 30 menit sudah berlalu, Ratna selesai bertelepon. Lalu dia beranjak ke meja makan.

"Rasanya baru kemarin bertemu dengan dia, " ucap Ratna memulai.

"Siapa, Nek?" Tanya Ayara sambil menuangkan sup ayam ke mangkuk kecil, dan menaruhnya di samping piring Nenek yang sudah terisi nasi hangat.

"Andre ... Dia adalah teman si Raka, pria yang baik dengan sejuta lelucon. Tidak hanya itu, dia juga setia kawan."

"Darimana beliau tahu nomernya Nenek? Padahal sudah sekian lama tidak bersua, " tanya Ayara penasaran.

"Dia tahu dari Ayu, " ucap Ratna diselingi dengan menyicipi kuah sup ayam tersebut. "Ingat? Teman SD sekaligus teman kerja Nenek."

"Oh, Nenek Ayu?!" Kepala Ayara mengangguk. "Lalu?"

"Lalu Andre meneleponku."

"Untuk apa?"

Terlihat Ratna berhenti sesaat, menaruh sendoknya. Lalu menatap dahi cucunya yang sudah berkerut sejak tadi, "untuk apa lagi? Sudah jelas."

"Jelas?"

"Ayara, apa yang ingin kamu ketahui tentang hal ini?"

"Ayara hanya penasaran, apa yang membuat Nenek begitu sedih dan senang saat bertelepon tadi?"

Ratna tersenyum dan melanjutkan makannya, " Oh karena itu, kamu bertanya?"

"Iya."

"Nenek hanya merasakan euforia dan nostalgia sesaat saat berbicara dengan dia, makanya tidak terasa air mata sudah membasahi pipi. Nenek berharap bisa banyak berbicara, tapi karena sudah malam, kami melanjutkan lagi besok."

"Hmm ..." Ayara menggigit potongan ayam. "Lalu siapa Andre?"

"Bagaimana setelah kita selesai makan dan menikmati kudapan kesukaanmu, Nenek akan menceritakan tentang Andre sekaligus Raka. Karena dia, Nenek bisa mendapatkan Raka."

"Tunggu ... kata Nenek, 'mendapatkan Raka'? Apa tidak salah?"

"Nenek mengira kamu sudah membaca tentang hal itu di buku tersebut?"

"Saya sedang bertelepon dengan mitra kerja, jadi tidak sempat untuk membaca di saat kita menikmati waktu pribadi tadi."

"Oke, tidak apa-apa. Nanti kamu juga akan tahu," Ayara mengangguk akan ucapan Ratna.

Mereka kembali hanyut dengan makan malam dan diselesaikan dengan menikmati kudapan kesukaan Ayara, es krim coklat. Setelah itu, mereka berdua duduk bersama menikmati indahnya malam itu. Angin yang sepoi-sepoi masuk melewati jendela yang sengaja dibuka oleh Ratna dari sore hari tadi.

"Nek?" Perkataan Ayara memecahkan kesunyian rumah itu.

Ratna melihat cucunya sedang memberikannya potongan buah apel ke arahnya, " Apa es krim kurang bagimu?"

" Ah, itu hanya pemanis mulut." Nenek tertawa geli mendengar alasan Ayara. "Benar, Nek. Setelah makan, yang baik harus makan buah. Biar besok pagi, cepat ke belakang."

Tawa Nenek semakin menjadi, " Kamu itu persis seperti Nenek saat kecil. Mencari banyak alasan demi mendapatkan apa yang diinginkan."

"Lagipula nenek juga yang mau makan es krim, " ucap Ayara kembali beralasan.

"Tuh lihat ... Kamu kembali beralasan, padahal kamu bisa menolak."

"Sudah deh, Nek. Lebih baik anda menceritakan tentang Raka lagi, ditambah dengan Andre. Saya sudah sangat penasaran tentang mereka," kata Ayara mengalihkan pembicaraan.

Ratna menerima dan memakan potongan buah apel itu, "Baiklah! Hmm ... Kita mulai dari saat pertama kali Nenek bertemu dengan Raka."

Sekolah Menengah Pertama yang terbilang cukup populer di zaman itu, dan zaman sekarang. Bagaimana tidak populer? Sekolah itu melahirkan banyak anak bangsa, yang tidak hanya duduk di bangku parlemen dan pemerintah, melainkan para seniman, pekerja medis, dan sebagainya. Tapi bukan masalah seberapa hebat sekolah itu, melainkan sebagaimana muridnya dapat berprestasi atau tidak.

"Saya dengar kalau hari ini akan ada kedatangan anak baru, " seru salah satu murid dalam kelas 1-1 itu.

"Oh ya? Apakah dia perempuan atau laki-laki?" tanya Raka sambil membaca buku puisi, karya penyair terkenal, Chairil Anwar.

"Baca melulu, " ejek sahabatnya, Andre. "Apa kamu mau jadi penyair?"

"Apa katamu? Kalau baca buku puisi, memang mau menjadi penyair? Lalu kalau baca buku pelajaran pengetahuan alam, memangnya mau menjadi ilmuwan? Saya baca karena saya suka, " marah Raka. Dia bangkit berdiri dan berjalan ke arah pintu kelas.

"Gara-gara kamu, Ndre! Sudah tahu dia suka puisi, masih saja bertanya." Pembelaan dari salah satu anak di sebelahnya.

"Ah! Saya tidak perduli, " ketus Andre sambil memandang kesal pada sahabatnya, Raka.

Ketika Raka berjalan ke luar kelas, dia tidak memperhatikan hal apapun yang berada di depannya. Sebab dia sedang sibuk membaca buku puisi itu lagi.

Tiba-tiba Ratna berpapasan langsung dengan Raka. Karena tidak mau bersinggungan, Ratna mundur ke arah belakang, tapi terlambat dia terjatuh oleh karena kaki kanannya tidak sengaja menginjak tali sepatu yang terlepas dari kaki kiri.

Bersyukur dia cepat menarik lengan baju Raka, yang dipikirnya dapat menolong dirinya agar tidak terjatuh. Ternyata malah menjadikan mereka berdua jatuh bersama.

Mata Ratna dan Raka saling beradu dalam untaian detik, sampai akhirnya Raka tersadar kalau badannya terasa sakit, ketika berat tubuh Ratna menimpa dirinya.

"Maafkan saya, tidak tahu kalau kamu datang dari arah sana. " Raka menjulurkan tangannya, dan membantu Ratna untuk berdiri. Dan kembali, Mereka saling bertatapan.

"Ckck ... Kamu itu kalau jalan, perhatikan langkah kakimu. Bagaimana bisa menabrak dia hingga terjatuh?" Marah Pak Agus, guru Matematika sekaligus Wali Kelas.

"Ya maaf, Pak. Namanya juga saya tidak disengaja, " ujar Raka yang mencuri pandang ke arah Ratna.

"Lalu, kamu mau kemana di saat jam pelajaran?" tanya Pak Agus, masih dengan nada marah.

"Tadinya saya mau memanggil Bapak, ternyata Bapak sudah lebih dahulu datang. " Raka menyembunyikan kebenaran dari tawa lebarnya.

"Ah, alasan! Ayo, masuk."

Raka masuk setelah Pak Agus, diikuti dengan Ratna yang terlihat acuh.

"Aduh?!" seru Raka kesakitan. Dia tidak sengaja menabrak meja, saat menuju ke arah tempat dia duduk.

"Makanya mata jangan di tempat lain, " ujar Andre dengan lantang.

"Ayo, cepat kembali ke tempat dudukmu, Raka!" Raka bergegas ke tempat duduknya, sambil mengusap bagian kaki yang terbentur tadi.

"Pasti karena murid baru, Pak?!" Tambah Andre membalas perkataan Pak Agus.

" Ayo diam, anak-anak! " Seketika kelas sunyi senyap. "Hari ini kita kedatangan murid baru. Yang perlu kalian tahu, dia baru pindah ke kota ini. Silahkan kamu memperkenalkan diri, " kata Pak Agus memberi kesempatan.

Lihat selengkapnya