Nineteen point Ten

Ropha Locera
Chapter #3

Mengenal Si Abu Nawas

Abu Nawas, ada yang tidak kenal dengan nama tersebut? Mungkin di generasi sekarang ini, nama tersebut sudah terasa asing didengar. Apalagi di era digitalisasi seperti ini, semua informasi dapat dicari dengan mudah. Buat generasi 80-90an, sangat mengenal siapa Abu Nawas? Pria yang humoris, cerdik, dan sedikit nakal. Banyak cerita yang mengisahkan tentang beliau, tidak pernah bosan untuk didengar dan dibaca.

Karakter itu juga didapati Ratna pada seseorang yang dia kenal saat bersekolah di kota Jakarta. Tentu saja, dia adalah Raka, pria yang dia kira seperti kebanyakan pria. Ternyata salah, dia kurang lebih seperti Bapak Abu Nawas. Bagaimana tidak? Contoh saja ketika mereka diajak oleh guru mereka bereksperimen dengan sebuah kaca.

"Menurutmu, Raka ... kaca pembesar atau kaca kecil ini yang terlebih dahulu membakar daun kering?" tanya salah satu teman kelompok kepada Ratna. "Tapi beri jawabanmu, sebelum kamu melakukannya."

"Buat apa kamu menanyakan pertanyaan kelompokmu kepada kami?" Tanya salah satu teman kelompok Raka.

"Iya, urus masalah masing-masing. Jangan melimpahkan tugas kepada kelompok ini, demi mendapatkan keuntungan. Kami juga punya beban, " protes Andre yang termasuk anggota kelompok Raka.

Raka bangkit berdiri dan mengambil kedua cermin itu darinya, "Lalu apa yang bisa saya dapatkan setelah kamu mendapatkan jawabannya?"

"Raka?!" bentak Andre. Raka menaruh jari telunjuknya di bibir.

"Hmm ... Nanti saya traktir kelompokmu makan di kantin."

"Apapun?"

"Sesuka kamu, asal jawabanmu benar."

"Tapi anggota kami tidak sedikit, nanti kamu akan menyesal."

"Tentu saja tidak."

"Baik! Pria yang benar, pasti memegang perkataannya." Dia menganggukan kepala, setuju akan perkataan Raka. "Jawabannya, tentu saja yang lebih dahulu membakar daun kering adalah kaca pembesar."

"Apa kamu yakin?"

"Tentu saja, " tegas Raka.

"Ah! Saya lupa memberitahu, kalau kamu salah menjawab, akan ada hukuman buatmu."

"Hei! Kenapa tidak memberitahu dari awal?!" marah Ratna. Raka memandangi Ratna, serasa dia membela.

"Yah, biar sama-sama untung."

"Lalu apa hukuman buat saya?"

"Sebaliknya, kamu mentraktir kelompok kami." Raka memperhatikan ada dua orang yang memiliki tubuh yang besar, mereka sangat suka makan.

Ratna menarik Raka lebih dekat dengannya. "Jangan gegabah, Raka. Tolak saja, " bisik Ratna pada Raka.

"Buat apa saya takut pada manusia?" balas Raka yang juga membisik.

"Bagaimana?" Tanya pria itu kembali.

"Seperti yang saya bilang tadi, pria harus memegang perkataannya. Saya tetap pada jawaban sebelumnya, kalau kaca pembesar lebih dahulu membakar daun kering."

"Sekarang harus kamu buktikan."

"Baiklah ... siapa takut? " Raka mengambil daun kering, dan mulai membakarnya dengan kedua cermin yang berada di tangannya. Seperti yang dikatakan oleh Raka, kalau kaca pembesar lebih dahulu membakar. "Bagaimana? Apakah saya benar?"

Dia memandang jengkel ke arah Raka, "Janji adalah janji. Saat istirahat, saya akan mentraktir semua anggotamu."

Semua anggota kelompok Raka bersorak kegirangan, dengan apa yang mereka dapat. Pujian bertubi-tubi dilayangkan pada Raka, "Hebat kamu, Raka! Raka pintar! Kamu lebih cerdik daripada saya." Dan mereka kembali ke tempat mereka masing-masing.

Ratna bertepuk tangan di hadapan Raka, "Awalnya kamu meragukan saya, kan?"

"Kata siapa saya meragukanmu? Melainkan saya ingin tahu seberapa jauh kamu berani mengambil keputusan."

"Ah! Alasan ..."

"Itu bukan alasan. Saya melihat kamu sudah mencoba sebelumnya?"

"Mencoba?"

"Iya, sebelum tantangan itu dibicarakan."

"Lalu, apakah salah?"

"Sebenarnya tidak, " dalih Ratna, yang langsung pergi meninggalkan Raka. Dia tidak mau memperpanjang pembicaraan di antara mereka.

Selain cerita di atas, ada cerita lainnya lagi tentang Raka. Mulai kejadian itu, julukan Raka berubah dari Sang Penyair kini disebut si Abu Nawas. Bukan hanya cerdik, tapi dia juga humoris, dan sedikit nakal. Ratna melihatnya dengan cara berbeda dari pria yang lain, bagaimana tidak? Pria lain tidak seperti Raka.

"Jadi ... karena itu Nenek menyukai Raka? Se-spesial itukah dia?"

"Tunggu dulu, kamu baru mendengar satu cerita. Belum sampai ke bagian yang paling asik," ucap Ratna ketika menerima keripik kentang yang diberikan dari Ayara.

"Oke-oke. Lanjutkan, Nek."

Waktu itu, di hari ulang tahun Ratna. Sebenarnya dia tidak ingin dirayakan, karena dia adalah anak satu-satunya. Orang tuanya memaksa untuk dirayakan besar-besaran di rumah, maka dari itulah dia mengundang seluruh teman kelas. Tidak hanya teman kelas, keluarga Kusuma juga diundang.

Kata Tori pada keluarganya waktu mereka sedang menikmati makan malam, "Mereka harus diundang ke acara ulang tahun anak kita. Tidak boleh tidak, mereka adalah kerabat saya."

Sebenarnya Sari tidak mempermasalahkannya, karena dia tahu keluarga Kusuma bukan hanya sebatas rekan kerja Tori melainkan sudah dianggap keluarganya di kota ini.

Lalu 5 hari sebelum acara, Markus, kakak Andre membuat taruhan dengan Raka.

"Wuih! Ada undangan ulang tahun, nih? Siapa yang ulang tahun?" Tanya Andre sambil mencuri kertas undangan dari tangan Raka. Raka sering datang berkunjung ke rumahnya Andre, dengan alasan apapun.

"Ratna, kak!" Jawab Andre yang datang dari arah pintu.

Lihat selengkapnya