Ujian kenaikan kelas sudah selesai, anak-anak berharap cemas menanti rapor mereka keluar. Ada yang kecewa, ada juga yang bahagia setelah menerima hasil pembelajaran mereka. Tidak terasa satu tahun sudah berlalu, kelas yang lama sudah ditinggalkan. Tahun baru, kelas baru.
Andre merencanakan liburan ke pantai bersama dengan Raka, Tari, dan Ratna. Sedangkan Patricia ada di sini, dia pastinya diajak. Awalnya Tari tidak mau ikut, karena ada Patricia. Akhirnya, dia tetap ikut karena Ratna dan Andre memaksanya terus.
Sesuai rencana, mereka pergi berlibur. Mereka juga tidak lupa membawa makanan dan minuman,beserta perlengkapan lainnya untuk piknik.
Ketika sampai di pantai, dan setelah Markus memarkirkan kendaraannya. Raka dan Andre menurunkan barang-barang dan memasang peralatan piknik di tempat yang hendak mereka duduki nanti.
"Wah! Indahnya pantai Jakarta, kurang lebih sama dengan Belanda."
"Bahasa menunjukkan bangsa ... Ayo Ratna! Kita pergi berenang, biarkan Raka dan Andre yang mengeluarkan barang bawaan kita." Tari menarik pergi Ratna yang berusaha menata kain di pasir yang menjadikan alas duduk mereka di atasnya.
"Mereka sudah berenang?! Jahat ... tidak mengajak saya." Markus menggeletakkan beberapa barang terakhir dari mobil, lalu melepas pakaiannya dan pergi mengejar mereka yang sedang bermain di bibir pantai.
"Ckck ... lihat teman kalian dan kak Markus. Jahat banget menyuruh kalian mengerjakan semua ini, " kesalnya seraya melihat mereka yang sedang melempar air satu sama lain.
"Kalau kamu merasa kasihan pada kami, maka bantulah kami. Bukan berleha-leha, " ungkap Andre yang sedang memasang payung besar untuk meneduhkan mereka dari sengatan panas saat itu.
Merasa sedikit tersinggung dengan perkataan Andre, dia bangkit berdiri dan mengambil keranjang makanan yang berada di depannya. "Apa yang perlu saya bantu? Apa perlu saya siapkan kudapan?"
"Tidak perlu. Lebih baik kamu bergabung dengan mereka di sana, biarkan kami yang persiapkan. " Raka mengambil keranjang makanan yang sudah disiapkan oleh Ratna dari pagi tadi.
Dia menarik kembali keranjang itu, "Saya tidak mau! Saya akan pergi bila bersama denganmu."
Andre memaku kain tenda dengan kasar, mencurahkan emosinya pada benda itu. "Ternyata lebih baik Ratna daripada dia, " gumam Andre.
"Siapa yang sedang kamu kesalkan? Saya?" tanya Tari curiga, saat mendekati Andre yang sibuk membangun tenda.
"Datang-datang bukan membantu, sungguh mengecewakan." Dia melanjutkan ke sisi berikutnya.
"Buka mulutmu?" pinta Tari pada Andre yang berkutat dengan tenda.
"Apa?" Mulut Andre disumpal dengan beberapa buah anggur yang dimasukkan hingga mulut penuh. " Pergunakan mulutmu seperlunya, jangan berbicara hal yang tidak baik."
"Ha-ha! Ada apa dengan mulutmu, Ndre? Kamu seperti katak saja." Markus tertawa terbahak-bahak saat melihat Andre berusaha menjelaskan dengan mulut penuhnya.
Melihat itu, Tari menyumpal mulut Markus dengan anggur juga, " kakak hentikan. Suara tawamu tidak enak didengar, buat risi saja."
"Jahat!" Marah Markus saat Tari sudah beranjak pergi. Adik-kakak saling berpandang, lalu pergi melanjutkan pekerjaan mereka.
Mereka menikmati keindahan pantai itu, hingga tidak terasa waktu matahari kembali ke peraduannya. Markus dan Andre membakar kayu yang mereka bawa, Raka menyiapkan tempat untuk membakar ikan yang mereka peroleh saat berenang tadi, Ratna dan Tari membersihkan ikan itu dan membumbuinya, sedangkan Patricia membaca buku sambil rebahan di dalam tenda.
Setelah makan malam selesai, mereka berkumpul di depan api unggun. Markus mulai memeting senar gitar, memainkan nada yang manis didengar. Tari sangat menyukai pria yang pintar bermain musik, saat itu dia menyadari Markus adalah tipe pria itu.
"Saya tidak menyangka, kakak pintar memainkan gitar."
"Tentu saja! Kakakku hebat dalam segala hal, " puji Andre.
"Bisa lagu apa saja, kak?"
"Dia bisa lagu apa saja."
"Bisa mainkan lagu teluk Bayur?"
"Tentu bisa!"
"Hei, hei!" Tari mulai kesal dibuatnya. "Saya bertanya kepada Kak Markus, bukan kamu."
"Tapi ..."
"Sst!" Dia menutup mulut Andre dengan tangan. "Kak Markus tidak bisu, dia punya mulut untuk berbicara."
"Saya hanya memberitahu, kenapa kamu ..." Ketidaksabaran melanda, Tari mengambil beberapa anggur dan langsung memasukkannya ke mulut Andre.
"Mengganggu sekali, " keluhnya. Mereka semua tertawa bahagia melihat penderitaan Andre yang sedang mengunyah anggur.
"Kasihan, Andre." Ratna memberinya air minum, setelah menelan semua anggur di mulutnya.
"Tari sangat menakutkan, saya bisa mati karena perbuatanya."
"Salah sendiri, mengganggu singa yang sedang tidur, " tegur Raka yang juga ikut meminum air dari gelas yang diminum Andre.
Tawa Patricia hilang bersama dengan timbulnya iri hati, ketika melihat Raka sedang berbagi permen coklat pada Ratna. Patricia tahu bahwa permen itu adalah kesukaannya Raka, dan dia tidak akan membagikan permen itu kepada siapapun, termasuk Patricia sendiri.
"Coklatnya enak sekali, dimana kamu membelinya?" pinta Ratna seraya mengamati bungkusan coklat.
"Ada deh ... Kalau kamu mau, nanti saya berikan yang lebih banyak."
"Tentu saja, mau!"
"Jangan dikasih!" Patricia menepis tangan Ratna yang sedang menerima coklat dari Raka. "Coklat itu kesukaan Raka, apa kamu tidak tahu kalau harganya juga tidak murah?"
Raka menarik tangannya, dia diajak pergi sedikit jauh dari situ. " Kasar sekali ucapannu kepada dia. Saya sangat tidak suka! Dia temanku, jangan bersikap seperti itu."
"Saya bersikap seperti itu, karena saya tahu kalau kamu sangat menyukainya." Patricia menyilang tangan di dada, "Apa pernah sekali kamu memberi coklat itu kepada saya? Tidak, kan? Saya juga temanmu, apa bukan?"
"Kamu juga teman saya. Tapi aneh ... Kamu tidak pernah meminta? Bukan salah saya, jika saya tidak memberimu. Jadi kenapa kamu marah bila saya memberi kepadanya? Dia tidak sepertimu."
Dia menarik perhatian mereka semua dengan menangis, dan berlari pergi masuk ke dalam tenda.
"Raka! Jangan kasar sama wanita, " ucap Markus yang masih memainkan melodi dari gitarnya.
"Dia bukan bersikap kasar, kak. Dia sedang berkata jujur sama dia, " bela Andre terhadap dia yang sedang berjalan mendekati mereka.
"Lalu masalahnya apa?"
"Masalah permen, kak." Raka terlihat kesal saat melempar kayu ke api yang mulai padam.
"Sudah larut malam ... sebaiknya kita beranjak tidur. Bukankah besok pagi, kita harus kembali pulang?" Ratna berusaha mencairkan suasana dengan pertanyaannya.
"Ide yang bagus! Tidur terlalu malam juga tidak baik." Tari menyetujui perkataan Ratna, lalu menariknya pergi dan masuk beristirahat di tenda dengan si pengacau kecil.
Walaupun para wanita sudah beranjak ke tenda mereka, itu tidak menjadikan para pria juga akan beranjak tidur di tenda mereka. Mereka lebih baik menghabiskan waktu di luar tenda, menjaga agar situasi tetap aman dan nyaman.
"Kamu menyukai Ratna, ya Ka?" Pertanyaan Markus memecahkan keheningan, dan Andre semakin ganas menggesek batu di pasir. Dia tahu kalau temannya memiliki perasaan terhadap Ratna, tapi tidak sebaliknya.
"Bukankah sudah terlihat jelas di awal?"
"Saya baru sadar sekarang kalau kamu menyukainya."
Raka tertawa, " Andre juga menyukainya."
"Apa?!"
"Husss!" seru Andre dan Raka bersamaan.
"Pelankan suaramu, " marah Andre sambil melihat ke arah tenda wanita.
"Sejak kapan?" tanyanya seakan berbisik.
"Kakak tidak tahu?"
"Maafkan saya, Dek. Saya lebih tolol dengan perasaan seperti ini, "ujarnya sambil menepuk pundak Andre beberapa kali. "Coba agak jelas seperti Raka, yah, mungkin bakal mengerti."
Mereka saling melepas pandang, lalu bergeleng kepala.
"Ternyata Kakek Markus terlalu polos atau bagaimana? Masa soal adiknya sendiri, tidak peka sih?"
"Bukan masalah peka atau tidak, ya begitulah adanya orang, Ayara."