"Duduklah sebentar, baru kembali ke kantor. " Ajakan Ratna ditolak. Kedua matanya merah dan bengkak, terlihat Ayara menangis sepanjang jalan.
"Saya langsung kembali saja, masih ada rapat yang harus saya hadiri, Nek."
Ratna mengusap wajah Ayara yang masih lembab terasa, "Ayara ... tidak ada yang tidak bisa diupayakan. Tergantung dari dirimu, tapi bila tidak bisa, jangan dipaksakan. Kamu juga ada batasnya, mengerti?"
Ayara kembali menangis, mereka berpelukan melepas rasa sedih bersama. "Saya akan kembali lagi nanti, Nek."
"Nenek akan siapkan es krim kesukaanmu, jadi cepatlah datang," ujar Ratna saat mengantar Ayara masuk ke mobil.
"Tentu saja, "sahut Ayara dari dalam mobil. Mobilnya meluncur ke jalan, dan tidak lama bayangan mobilnya menghilang.
Berjalannya waktu dan akhirnya jam pulang kerja tiba, mobil Ayara kembali memasuki perkarangan rumah Ratna. "Hai, Nek!" sapa Ayara dari arah pintu masuk.
Ratna yang sedang meraih buku, menyapanya balik, " selamat datang."
"Nenek sedang apa?" tanya Ayara sambil menaruh belanjanya di atas meja makan, lalu pergi mendekati Ratna serta membantunya.
"Sedang mencari sesuatu, ah! yang itu, " ujar Ratna sambil menunjuk ke arah buku yang bergambar." Tolong, Ay."
"Buku itu? Bukankah itu buku bacaan saya masih kecil?" ungkap Ayara saat sudah meraih buku itu. "Ada apa dengan buku ini? Jangan bilang, Nenek mau mendongeng?"
"Siapa yang mau mendongeng?"
"Lalu apa?" Dia memberi buku dongeng itu pada Ratna.
"Sebelum itu, ayo makan es krim dulu. Nenek sudah siapkan, " ajak Ratna sambil menarik lengan tangan Ayara hingga ke ruang makan. Dia mengeluarkan dua mangkuk dari kulkas, Ayara tercengang dengan mangkuk yang cukup besar ukurannya di depan matanya. "Ayo, makan. Kali ini, tidak ada konsep menggunakan mangkuk kecil."
Ayara kembali duduk, dan berhadapan dengan es krim. " Baik, tapi kenapa sebesar ini?"
"Kalau ukuran kecil, kamu akan minta tambah terus. Jadi, jika Nenek menaruhnya di tempat yang besar, mungkin keinginan itu akan hilang." Ratna mengambil toples, yang berisi butiran coklat dengan berbagai bentuk dan warna. Dia melonggarkan tutupnya, "apa kamu mau?" Ayara menggelengkan kepalanya.
Ayara mengawasi Ratna yang sedang menikmati es krim, yang ditaburi coklat warna-warni itu. "Apakah seenak itu?"
"Tentu, " ujar Ratna tersenyum. "Ayo, dicicipi. Sebelum es krim meleleh."
Kembali buku dongeng itu mengusik pandangan Ayara, "tumben Nenek mau membacanya?"
"Kamu masih ingat cerita pertemuan kedua Nenek dengan Kakek?"
"Iya?"
"Karena buku ini, selalu menjadi alasan Nenek dan Kakek untuk bertemu."
"Lalu?"
"Hmm ... Nenek lagi kangen sosok Kakekmu dan situasi bersamanya," katanya. Namun, ada maksud lain dari pancaran mata Ratna. Ayara memandangi buku itu, lalu pada foto dirinya bersama Bagas. Kemudian, dia membalas senyum dari Ayara.
"Sepertinya tempat Kakek, tidak bisa digantikan oleh yang lain."
"Lebih tepat tidak ada yang bisa mengisinya. Begitupun dengan cinta, tidak ada yang bisa mengisi dan menggantikannya." Ayara tertunduk lesu saat mendengar perkataan Ratna. " Sekali-kali keluarlah dengan sahabatmu, jangan sama Nenek terus."
"Wah! Ceritanya jenuh sama saya, Nek?" Ayara menggebrak meja, lalu mereka tertawa bersama.
Dering telepon genggam Ayara terdengar, ada yang meneleponnya. Dia berlari untuk mengambil, dan melempar kembali ke dalam tas setelah melihat kalau Jerome yang meneleponnya.
"Kenapa tidak diterima?" Ayara tidak menjawab, malah menjejalkan es krim ke dalam mulut Ratna. "Jangan menjauh dari dia, itu bukan cara penyelesaian."
Es krim terus dimasukkan ke dalam mulutnya, tidak memperdulikan tentang apa yang dikatakan oleh Ratna. Hingga akhirnya otaknya membeku, dia langsung memejamkan matanya kuat-kuat. Dan sebelum membuka mata, dia berkata, "Nenek masih punya es krim?"
Ratna terbelalak mendengar permintaan Ayara, "belum habis, sudah minta lagi?" Setelah otaknya tidak membeku, dia terus menyendok es krim itu. "Hentikan nanti otakmu akan terus membeku."
"Nek ..."
"Hmm."
"Rasanya susah untuk melepaskannya ... "
"Kalau begitu, jangan dilepaskan."
"Berat, Nek."
"Kamu belum menjalaninya."
"Saya sudah tahu, bagaimana jalan ceritanya?"
"Bagi seorang penulis, setiap cerita yang mereka buat, bisa perbaharui."
"Tidak segampang itu, contoh saja kisahnya Nenek dengan Raka, " ucapnya disertai dengan menangis.
"Memang ... tidak mudah."
Ayara memasukkan kembali es krim, 1 sendok besar ke dalam mulutnya. Ratna mendengar ada suara mobil yang berhenti di depan pagar rumahnya, tidak lama berselang, suara bel berbunyi sebanyak 2 kali.
"Biar saya yang buka pintunya, " ucap Ayara, setelah memasukkan beberapa sendok es krim ke dalam mulutnya.
Kepalanya langsung terasa pusing, sehingga dia terhuyung-huyung berjalan ke arah pintu. "Siapa?" tanya Ayara, sambil membuka pintu di depannya. Es krim belum kelar menghantam otaknya, malah kini kehadirannya lebih membuat kepala lebih sakit.