"Siapa kamu?" tanya seseorang dari arah berlawanan. Mereka melihat ke arah dia, Ratna dapat mengenal siapa dia yang sedang bertanya, sedangkan Bagas bingung menatap kepadanya.
"Raka?" lirih Ratna.
"Saya bertanya dengan anda."
"Siapa, saya?" Bagas menunjuk dirinya.
"Iya, dengan siapa lagi saya ajak bicara?" ucapnya mendekat.
"Lalu anda sendiri siapa, menanyakan nama saya? Padahal anda tidak mengenal kami berdua."
Raka menarik mundur Ratna, " saya bertanya karena saya mengenalnya. Tetapi tidak dengan anda." Tatapan tajam Raka mengintimidasi Bagas.
"Akal pikiran saya masih baik, tidak mungkin saya mengajaknya berkenalan di tengah malam seperti ini. " Tatapan Bagas lebih tajam dari milik Raka.
Ratna menghembuskan napas pelan, dan mengumpulkan keberanian untuk memarahi Raka. "Ada apa denganmu? Mencampuri urusan orang lain. Bukankah kamu tidak ingin mengganggu lagi? Dimana janjimu?"
"Janji itu tidak berlaku, kalau ada hal yang tidak baik terjadi padamu." Ratna tercengang dengan ucapan Raka yang begitu perduli terdengar. Membuatnya kebingungan sesaat, rasanya Raka masih seperti yang dulu.
"Jawaban saya masih belum dijawab," ucap Bagas melerai kedua tangan Raka yang sedang memegang bahu Ratna.
"Anda sendiri juga belum menjawab," balas Raka.
Mereka saling menatap dalam marah, Ratna menengahinya dengan penjelasan. "Hentikan! Apa kalian ingin adu mulut di sini?" Mereka kembali bersikap seperti biasa.
"Yang perlu kamu tahu, dia adalah Raka Kusuma. Yah! namanya sering kamu dengar di kampus." Raka bersikap tinggi hati, "selain itu, dia juga teman SMP dan SMA. Jadi kami saling mengenal, Bagas." Ratna menghadap Raka, " lalu dia ini adalah Bagas Saputra. Teman kampus, jadi kami berdua saling mengenal."
Bagas memberi tangannya, dia ingin menjabat tangan Raka. Raka meraih tangannya, dan mereka saling jabat tangan dengan erat.
"Salam kenal, Raka. Semoga kita bisa berteman ke depannya," ucap Bagas saat menjabat tangannya.
Begitu Raka sebaliknya, " Salam kenal juga, Bagas. Mari kita berteman!"
"Baiklah, karena kalian sudah saling berkenalan. Sebaiknya kalian kembali ke rumah masing-masing, dan saya juga demikian."
"Tunggu dulu, " ujar Raka menahan kepergian Ratna. "Ada hal yang ingin saya katakan, sebelum saya pulang."
"Apa lagi yang ingin kamu katakan? Mau dibahas sampai mana? Kita tidak menemukan jalan keluar."
"Setidaknya kamu mendengar dulu, " tambah Raka.
"Hentikan! Dia tidak mau, kenapa kamu memaksanya?!"
"Ini bukan urusanmu," marah Raka pada Bagas yang ingin ikut campur.
"Memang bukan urusan saya. Saya hanya tidak menyukai caramu terhadapnya, karena itu pemaksaan."
"Saya tidak memaksa."
"Kelihatannya seperti itu," ujar Bagas menghakimi.
Sebelum akhirnya Ratna menahan perilaku Raka yang berlebihan, "sudah malam, Raka. Kita bicara lagi besok."
"Baiklah." Raka menaiki sepeda motor, dan berbalik arah kembali ke rumahnya.
"Kenapa dia bersikap seperti itu kepadamu?" tanya Bagas. "Dia tidak seperti seorang teman biasa."
Ratna menunduk, menendang kerikil kecil di tanah. "Tidak usah kamu perduli persoalan saya dan apapun perlakuannya kepada saya ... bukankah kamu juga seperti dia? Hanya sebatas teman." Tatapan tajam yang Ratna layangkan pada Bagas, mengingatkannya kejadian saat dia menemaninya di ruang kesehatan kampus. Mungkin yang dimaksud si dia itu adalah Raka, jangan-jangan dia pernah mampir di hati Ratna.
"Itu menurutmu, kalau saya ini seperti dia. Tapi tidak menurut saya, yang ingin menjagamu lebih dari sekedar seorang teman." Perkataan Bagas yang berasal dari hatinya keluar begitu saja tanpa disaring oleh pikirannya, menjadikan Ratna terdiam sesaat. " Saya tahu ini terlalu cepat, tapi bisakah saya menggantikan tempatnya?"
"Menjadi teman? Kamu sudah melakukannya, " ucap Ratna.
Bagas berjalan mendekatinya, " saya tahu, saya sudah melakukannya. Tapi di mata saya, kalian tidak hanya sebatas teman, apa itu benar?" Ratna berjalan mundur ke belakang, berusaha menjauh dari Bagas. Hingga dia terhalang dengan sesuatu yang berada di belakangnya, yah, pagar rumah membuatnya berhenti.
"Saya ..."
"Sudah malam, "ujar Bagas menjauh, "kita lanjut lagi besok."
Dia berjalan kembali ke motornya, menggunakan pelindung kepala. "Berkendaralah dengan aman, "pesan Ratna saat dia menyalakan mesin motor.
"Hmm ... selamat malam, " ucapnya, yang kemudian dia pergi meninggalkan Ratna di sana.
Ratna masuk ke dalam rumah, dan menjumpai Ibunya yang sedang duduk di ruang tamu. "Dengan siapa, kamu berbincang di luar? Ibu mendengar suara laki-laki, "tanyanya pada anaknya yang sedang tersipu malu.
"Iya, Ma ... dia adalah teman kampus saya, Bagas Saputra."
"Bagas Saputra? Lalu, siapa lagi? Mama mendengar lebih dari satu pria yang mengajakmu bicara."
"Tidak! Ma, saya tidur dulu, ya? Saya capek, " ucapnya dan pergi melarikan diri ke kamar.
Sari memicingkan mata, "sepertinya ada yang disembunyikan olehnya. Apa Raka masih berhubungan dengan dia?"
Keesokan harinya, harum masakan sudah memenuhi seisi rumah. Seperti biasanya masakan Sari yang paling senang dicium oleh Ratna di pagi hari, nasi goreng dengan telur ceplok. Menyenangkan sekali.
Peregangan tangan ke atas, peregangan badan ke kiri dan kanan. Ratna siap memulai hari, dia keluar dan menyapa kedua orang tuanya yang sedang menikmati hidangan pagi.
"Selamat pagi, Pa! Ma!" sapa Ratna, yang berlalu ke kamar mandi.
"Ada apa dengan dia? Tumben, menyapa kita, biasanya ..."
Sari menahan ucapan suaminya dengan mendekat dan seraya berbisik, "dia seperti itu karena dia memiliki teman di kampusnya."
"Teman?" Istrinya mengangguk dan tersenyum.
Mereka bisa merasakan perubahan demi perubahan dari Ratna, lebih cerah daripada beberapa tahun lalu. Cahayanya padam saat hubungannya dengan Raka putus, ditambah lagi Tori yang mulai sibuk mengurus perusahaannya dan jarang menghabiskan waktu bersama.
Tidak lama, ada suara memanggil dari arah luar. Suara laki-laki memanggil nama Ratna beberapa kali, tentu insting seorang Ayah yang melindungi langsung menyala.
"Siapa di luar?" tanya Tori pada Sari yang menjawabnya dengan mengangkat bahu. "Biar saya ke luar untuk melihat siapa dia yang memanggil nama anak saya."
Tori berjalan keluar, yang disusul Ratna keluar dari kamar mandi, dan duduk di hadapan Sari. "Ma?"
"Ya?"
"Apa ada tamu Papa sepagi ini?"
"Lebih tepatnya tamumu."
"Tamu saya?"
"Ratna?!" panggil Tori dari arah luar, "cepat kemari!"
"Ya, kan? Seperti yang mama bilang, " ucap Sari pada anaknya yang kebingungan.
"Yah, Pa!" jawabnya dan beranjak keluar, sebelum itu dia memasukkan satu suapan nasi goreng ke mulutnya.
Sesampai di luar, Ratna berdiri mematung di balik pagar. Matanya terpaku pada sosok yang berada di depan Tori, si Bagas datang menepati janjinya. Makanan yang belum tercerna dengan baik di dalam mulut, keluar secara otomatis bersamaan dengan batuk. Tori menggelengkan kepala, menahan rasa malu akan apa yang dilakukan anaknya di depan temannya. Bagas menahan tawa, saat melihat mulut Ratna sibuk mengunyah makanan yang dia berhasil tahan agar tidak tertumpah semua ke luar.
"Ratna, dia Bagas. Dia adalah teman kampus, apa benar?" tanya Tori memastikan. Ratna mengangguk dan masih terus menyelesaikan apa yang ada di dalam mulutnya. Tori kembali menatap tajam ke arah Bagas yang sedang menahan tawa, "apa kamu sudah sarapan?"
"Tentu saja, om. Saya tidak suka mengosongkan perut sebelum beraktivitas, "jawabnya.
"Bagus, kalau begitu. Tunggulah di sini, " tambah Tori.
"Kenapa harus menunggu di luar? Kalau bisa di dalam, " tegur Sari yang tidak menyetujui perintah Tori.
Ucapan Sari menjadi lampu hijau buat Bagas untuk melangkah masuk ke dalam rumah mereka, " dengan senang hati, tante." Tori melihatnya kesal, dan melempar tatapan marah pada istrinya yang tersenyum ke arahnya.
Ratna berjalan masuk bersama dengan dia, "tunggu sebentar. Saya berganti baju terlebih dahulu."
"Iya, tidak usah terlalu terburu-buru." Dia melirik ke arah jam tangannya, "kita masih punya waktu 1 jam."
"Jika masih punya waktu sebanyak itu, buat apa kamu datang sepagi ini untuk menjemput dia?" tegur marah Tori saat dia dan istrinya selesai berargumen di luar tadi. Sari memberi kode kepada anaknya untuk pergi ke kamar, dan berganti baju.
"Tentu alasannya sudah jelas, om. Saya datang ke sini untuk menjemput Ratna, " jawab Bagas.
"Saya masih mampu mengantarnya ke kampus." Sari menepuk pundak suaminya yang terus ketus terhadap Bagas.
"Sayang, bukankah pagi ini kamu ada rapat? Sehingga harus berangkat lebih pagi, " ucap Sari mengingatkan.
Dia pergi mengambil tas kantor Tori, memberinya, dan mendorongnya keluar rumah. Tori menunjuk kedua matanya, lalu melemparnya pada Bagas. Kode yang pada umumnya, untuk mengingatkan 'hati-hati, saya mengawasimu'. Tori kembali dipukul oleh istrinya, dan dia melampiaskan kemarahannya pada Bagas lewat tatapan tajamnya.
Setelah mobil Tori pergi, Sari masuk dan memberi jajanan buah pada Bagas, Ratna keluar dari kamarnya. "Ayo kita berangkat. " Bagas bangkit berdiri sambil terus memandang ke arah Ratna, yang sedang memberitahu kepergiannya pada Sari. "Ma, saya pergi dulu."
Mereka beranjak keluar, dia memakaikan pelindung kepala pada Ratna. Setelah itu dia memakai miliknya, kemudian mereka berangkat. Sesampainya di kampus, sepasang mata Joko menilai perbuatan yang dilakukan oleh temannya itu.
"Apa kamu melihatnya?" tanya Andre pada Raka, yang dimana mereka berada beberapa kaki di depan Joko.
"Lihat apa?"
"Bukan apa, tapi siapa."
"Lalu?"