"Selamat Raka!" ucap Yanto penuh bangga dengan kemampuan anaknya, " tidak menyangka sudah 2 tahun berlalu, kamu sudah mampu bekerja dengan baik di perusahaan."
"Ini semua berkat ajaran ayah selama ini, saya masih harus berusaha. Dengan begitu, perusahaan akan lunas membayar semua hutangnya."
"Ayah percaya padamu. Mari kita makan, " ajak Yanto. Mereka menikmati makan malam bersama bertiga, setelah itu Patricia datang ke rumah tanpa permisi.
"Raka!" Panggil Patricia dari arah luar, lalu masuk ke dalam rumah. Yanto dan Siti saling bertukar pandang, bertanya-tanya apa lagi yang diperbuat oleh anaknya terhadap dia?
"Pameran lukisan saya, pertama kali ditampilkan di Taman Ismail Marzuki."
"Benarkah?!" tanya Raka bersemangat.
"Iya!" seru Patricia histeris.
Raka memeluknya, merasa bangga atas pencapaian yang didapat. "Selamat, ya."
"Terima kasih, Ka. Atas dukunganmu selama ini, saya bisa sampai di titik ini."
"Tidak masalah."
Setelah menikmati makan siang bersama, Raka dan Yanto kembali ke kantor. Sedangkan Patricia kembali ke rumahnya, menyiapkan karya seninya, yang akan ditampilkan minggu depan.
"Kerja keras, ingat 5 tahun lagi." Yanto mengingatkan kembali perjanjian di antara anak dan orang tua.
"Tentu saja, Yah. Saya tidak lupa, " jawab Raka ketika mereka berhenti di depan pintu ruangan devisi sumber daya manusia.
"Baiklah, selamat bekerja nak. Ayah akan ke ruangan kerja, " ucap Yanto seraya pergi meninggalkan Raka.
Ketukan pintu beberapa kali Raka layangkan, dan dia mendapat balasan suara, "silakan masuk." Raka membuka pintu, orang tersebut dengan sigap mengantarnya masuk ke ruangan, "silahkan duduk."
Cepat-cepat dia menyediakan minuman kopi untuk Raka.
"Pak Tomi?" panggil Raka, "tidak perlu repot-repot menyediakan minuman buat saya."
"Jangan begitu, pak. Anda ini adalah anak Pak Yanto, atasan saya. Betapa lancangnya bila saya tidak menyeguhkan sesuatu pada anda, " Tomi beranjak ke tempat Raka duduk, memberinya secangkir kopi dan potongan kue untuk disantap. "Mari silakan dinikmati, Pak Raka."
"Terima kasih, Pak Yanto." Dia meminum kopi tersebut dan menikmati kue, "wah! Memang enak minuman kopi buatan anda."
" Terima kasih, Pak Raka. Ini biji kopi pilihan, serta tidak asam di lambung. Jadi aman dinikmati terus menerus, dan bersama dengan cemilan."
"Saya menghargai kebaikan anda, tapi tolong jangan sering-sering membuatnya untuk saya. Karena saya sudah menjadi karyawan tetap di sini, nanti akan banyak orang curiga atas perilaku istimewa yang anda berikan pada saya."
" Tenang saja, Pak Raka. Saya tidak akan sembarangan saat anda berada di sini, " jawabnya.
"Bagus ... bersikaplah sebagaimana anda adalah pemimpin saya. Nanti tolong selain tugas yang anda berikan, sisipkan juga berkas keuangan perusahaan."
"Baik, Pak."
"Lalu satu lagi yang harus anda lakukan."
"Apa, pak?"
Raka memintanya mendekat, lalu membisikan sesuatu yang penting. Yang harus dia lakukan tanpa sepengetahuan yang lain, dan tidak terbantahkan." Tolong, ya Pak."
"Dengan segenap hati, saya lakukan untuk anda."
"Terima kasih."
" Baiklah, pak. Sudah waktunya bagi anda untuk diperkenalkan kepada yang lain, " ucap Tomi seraya bangkit berdiri.
Raka mengikutinya dari belakang, mereka memasuki ruangan yang berisi karyawan yang bekerja di devisi pemasaran.
"Perhatian sebentar, Bapak dan Ibu." Semua pasang mata tertuju kepada orang yang tidak dikenal oleh mereka, dia yang berdiri di samping Pak Tomi. "Kita kedatangan pekerja baru hari ini, mari silakan perkenalkan diri anda."
Raka melangkah maju satu langkah di depan Tomi, dia memandang keseluruhan ruangan itu. Hanya dia, satu-satunya orang yang matanya langsung tahu siapa dia, selain Pak Tomi. Dia tersenyum simpul, membuat semua wanita terkesima akan ketampanannya.
"Perkenalkan saya, Raka Kusuma. Saya adalah pegawai baru, jadi tolong bimbingannya selama saya bekerja di sini."
Dia yang sibuk dengan tumpukan kertas di depannya, menyadarkannya tentang keadaan sekitarnya saat mendengar nama Raka. Dia menoleh ke tempat Raka berpijak, mata terbelalak saat melihat Raka sedang menyalami setiap tangan yang terulur, dan yang terakhir pada tangannya.
Tentu dia mengenalnya, Raka juga begitu. Benar! Seperti yang kalian kira, dia adalah Ratna. Orang yang sudah Raka kenal sejak beberapa tahun yang lalu, dan pernah menjalin hubungan dengan dia.
Sebenarnya Ratna terkejut melihat Raka berada di perusahaan tekstil ini, mana mungkin orang yang memiliki profesi seni dapat bekerja di bidang bisnis. Aneh sekali, apa yang terjadi di beberapa tahun terakhir?
"Kenalkan, saya ..."
"Tidak perlu diulang. Saya punya telinga untuk mendengar, " ketus Ratna, lalu pergi meninggalkan Raka yang tertunduk sedih.
Tomi menertawakan perbuatan Ratna, menepuk bahu Raka. " Perlu anda ketahui, ya. Namanya juga Ratna, anak yang paling fokus. Fokus soal pekerjaan, makanya dia bersikap kasar pada anda."
"Saya tidak perduli, Pak. Apalagi saya merasakan yang beda di dalam dada ini, " ujar Raka sambil memegang dada kirinya.
"Anda punya penyakit jantung?" tanya Tomi khawatir pada Raka yang sedang tertawa.
"Saya sehat, Pak Tomi. Tapi karena Ratna, jantung ini terasa berdebar-debar."
"Hadeh, susah ngomong sama anda. Mari ke sebelah sini, saya tunjukkan meja saudara." Tomi mengajak Raka ke meja kerja yang berada tepat di depan Ratna. "Ini meja saudara. Selamat bekerja, saya berharap anda bisa beradaptasi dengan baik di kantor ini."
"Terima kasih, Pak Tomi."
"Oh, iya! Jika ada yang ingin anda tanyakan, langsung tanyakan sama Ratna saja."
"Saya tidak ada waktu, Pak. Tolong sama orang lain saja, " bantah Ratna terhadap permintaan Pak Tomi, saat dia kembali ke mejanya.
"Saya adalah atasan anda. Perlakukan teman kerjamu dengan sopan, " tegas Pak Tomi. "Baiklah, saya tinggal dulu, Pak Raka."
"Iya, Pak." Raka mengangguk dan berjalan ke arah Ratna, yang sudah berpaling kembali ke tumpukan kertas. Dengan lemas, dia kembali ke mejanya.
"Ini,” Ratna menyerahkan beberapa berkas, “Anda cukup mengetiknya kembali dan serahkan ke bagian admin.”
"Bagaimana cara ..." Jari telunjuk Ratna terangkat, tanda untuk bertanya tidak diperbolehkan.